Mohon tunggu...
Syarif Hidayatullah
Syarif Hidayatullah Mohon Tunggu... Wirausaha

Menulis untuk menepati doa dalam nama. Percaya bahwa setiap kata bisa jadi jalan pulang menuju kebaikan. Sesekali menulis untuk mengingatkan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Orkestra Kaus Lintas Wilayah: Mimpi Bisnis Rumahan dari Sudut Kota Bandung

27 Juni 2025   21:05 Diperbarui: 27 Juni 2025   21:05 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orkestra Clothing Brand (Sumber: Canva/AI Generated)

Di sudut Kota Bandung yang sejuk, seringkali ditemani secangkir kopi susu dan layar laptop yang menyala terang, imajinasi saya berkelana jauh melampaui batas geografis. Saya bukan seorang musisi, tetapi di dalam kepala, saya merasa seperti seorang konduktor. Bedanya, yang saya pimpin bukanlah alunan biola atau dentuman perkusi, melainkan sebuah orkestra digital yang terdiri dari benang, tinta, dan kode. Impian saya sederhana namun ambisius: membangun sebuah clothing brand dari ruang kerja di rumah, yang produknya bisa sampai ke tangan pelanggan di Jayapura atau bahkan di Karachi, Pakistan, secepat dan seefisien mungkin.

Ini adalah kisah tentang bisnis rumahan impian saya. Sebuah bisnis yang lahir dari perpaduan teknologi, observasi, dan sedikit kenekatan.

Revolusi Selembar Kaus dan Lahirnya Sebuah Pertanyaan

Semuanya bermula dari sebuah mesin. Namanya printer DTG (Direct-to-Garment). Bagi orang awam, mungkin ini hanya alat cetak biasa. Namun bagi saya, alat ini adalah sebuah revolusi. Ia mendemokratisasi industri fesyen, terutama kaus. Jika dulu membuat kaus dengan desain sendiri harus melalui proses sablon yang menuntut pesanan minimum puluhan, bahkan ratusan potong, DTG mengubah segalanya.

Dengan DTG, satu kaus pun bisa dicetak. Konsep Print on Demand (POD) menjadi kenyataan. Sebuah kaus baru akan diproduksi ketika dan hanya jika ada pesanan yang masuk. Artinya? Tidak ada lagi modal besar yang tertimbun dalam tumpukan stok barang yang belum tentu laku. Tidak ada lagi risiko kerugian akibat desain yang gagal di pasaran. Bagi seorang calon pebisnis rumahan seperti saya, ini adalah angin surga.

Saya mengamati, revolusi ini tidak terjadi di ruang hampa. Di seluruh penjuru Indonesia, dari kota besar hingga kabupaten, bermunculan UMKM yang menawarkan jasa cetak kaus satuan. Mereka adalah para prajurit garda depan dari revolusi DTG ini. Fenomena yang sama juga terjadi di panggung global. Vendor-vendor POD raksasa seperti Printful atau Printify sudah lama melayani para kreator di luar negeri. Potensinya ada, ekosistemnya mulai terbentuk. Tapi, sebuah pertanyaan terus mengganjal: bagaimana cara memanfaatkannya secara maksimal dari sebuah rumah di Bandung?

Pelajaran dari Gudang di Medan dan Momen ‘Aha!’

Jawaban atas kegelisahan itu datang dari pengalaman yang sama sekali berbeda: bisnis dropship. Beberapa tahun lalu, saya pernah menjadi dropshipper untuk sebuah vendor besar. Ada satu hal yang membuat saya takjub pada model bisnis mereka. Vendor ini tidak hanya punya satu gudang di Jakarta, melainkan beberapa gudang yang tersebar strategis di kota-kota besar di Indonesia.

Suatu hari, ada pesanan masuk dari seorang pelanggan di Medan. Alih-alih dikirim dari gudang utama di Jakarta yang memakan waktu dan biaya kirim lebih mahal, sistem mereka secara cerdas mengalihkan pesanan itu ke gudang cabang di Medan. Hasilnya? Ongkos kirim menjadi sangat murah, dan paket tiba di tangan pelanggan dalam satu hari saja atau bahkan di hari yang sama. Pelanggan puas, dan saya sebagai penjual tidak perlu bergantung kepada marketplace dan juga tidak pusing memberikan subsidi ongkir yang seringkali menggerus margin keuntungan.

Saat itulah, di tengah lamunan, dua titik pengetahuan itu akhirnya terhubung. Revolusi print on demand dan efisiensi model multi-gudang.

“Tunggu sebentar…” benak saya berteriak.

“Bagaimana jika… konsep multi-gudang ini diterapkan pada bisnis clothing brand dengan sistem print on demand?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun