Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dokter Posma Pernah Kepikiran Mau Bunuh Diri?

31 Desember 2024   00:40 Diperbarui: 31 Desember 2024   00:48 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merayakan Kemerdekaan (Dokumentasi Pribadi)

Pertanyaan dari salah satu pasien lansia ke saya itu cukup menggelitik, mungkin karena ada peristiwa memprihatinkan seorang dokter di Semarang ditemukan meninggal dunia di kamar kos-nya dan disimpulkan oleh polisi karena bunuh diri. Tetapi saya yakin dia juga pasti memikirkan suatu pertanyaan yang mengganjal, apakah dokter yang di depannya ini juga mengalami tekanan bathin yang sama saat ini atau dahulu saat pendidikan?

Kalau misalnya saya praktek padahal saya adalah orang dalam posisi "galau", apakah saya dapat memberikan terapi dengan baik? Atau malah memberikan obat yang merusak kesehatan pasien-pasien saya?

"Tidak pernah, bu. Tapi kalau kepikiran mau mencekik orang yang suka marah-marah atau membentak saya tanpa alasan jelas, sering. Tetapi baru kepikiran, ya, bu. Kalau melaksanakannya sih enggak pernah." Jawab saya dengan senyum termanis seperti foto diatas.

Jujur saja memang pendidikan kedokteran itu selalu saja ada yang "agak laen", baik itu guru, senior, pegawai administrasi, perawat, bahkan pasien yang memposisikan dirinya sebagai orang yang harus dihargai dan berhak membentak, memarahi untuk sesuatu yang dianggap kurang atau berlebihan, pokoknya tidak pas menurut dia. Tetapi yang saya alami dahulu waktu kuliah dokter umum, koas, lalu ambil spesialis, belum ada "kekerasan verbal" yang sanggup membuat saya menangis atau pingsan ketakutan.

Selain itu, memang "pungutan" diluar yang resmi disetorkan ke Universitas sebagai biaya pendidikan relatif ringan, hanya ada beberapa acara pisah sambut atau makan-makan saat presentasi kasus yang belum sampai membuat tabungan berkurang 10%-nya.

itu dulu, ya, waktu saya ambil spesialis tahun 2001-2006, bahkan dulu ada Dokter Senior di penyakit dalam yang malah menawari pinjaman uang kalau kami ada yang "kehabisan ransum" saat pendidikan dan boleh bayar saat sudah bekerja sebagai spesialis, ini tanpa bunga, asal saja jangan ada yang mundur karena tidak ada uang lagi.

Nah, kalau melihat yang semua diungkap di publik bahwa pendidikan spesialis sangat-sangat "memeras" residen dan sangat "membully" sampai ada yang bunuh diri, maka ada yang salah disana.

Beberapa hal yang seharusnya dilakukan untuk membenahi kesalahan ini antara lain:

1. Psikotes ulang, baik pendidik maupun semua peserta didik di wahana tersebut dan hasilnya dinilai oleh tim yang independen. Bila ada junior yang ada kecenderungan depresi dan bunuh diri diberikan pendampingan psikiater dahulu, baru kalau sudah siap akan melanjutkan pendidikannya. Sementara senior atau guru-guru pengajar kalau ada kecendrungan agitasi atau mendominasi, megalomania atau malah sudah scizophrenia, maka diterapi dahulu juga oleh psikiater baru boleh melanjutkan aktifitas lagi kalau sudah ada rekomendasi psikiater.

2. Kebutuhan atau biaya pendidikan spesialis dihitung semua dengan bantuan akuntan independen. Mana yang sangat penting dan mana yang bersifat rekreasi saja dan apakah hal-hal yang gak terlalu penting tetapi biayanya besar ini dapat dihilangkan dan apakah semua peserta didik wajib mengikuti hal-hal yang gak penting ini tanpa ada ancaman kalau tidak ikutan? Setelah biayanya jelas disepakati, itulah yang jadi "SPP" di peserta didik tanpa ada pungutan lainnya. Yang sanggup bayar ya silahkan ikut, yang tidak sanggup bayar ya mundur. Tetapi semua resmi dihitung dan tanpa ada kutipan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun