Mohon tunggu...
Johnson K.S. Dongoran
Johnson K.S. Dongoran Mohon Tunggu... -

Lahir dalam keluarga Kristen dari suku Batak di Tapanuli Selatan Sumatera Utara, masih muda merantau di Pulau Jawa. menikah dengan gadis Bali dan dikaruniai tiga orang anak. Kini bekerja sebagai dosen di UKSW dan tinggal di kota Salatiga. Prinsip hidup pribadi: Setiap hari ergaul akrab denan Tuhan; menambah dan memperkental persahabatan dengan sesama; menambah ilmu dan keterampilan; menghasilkan sesuatu yang berguna bagi banyak orang; berkeringat; bekerja berdasarkan prioritas.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ciptaan Baru dan Perannya dalam Pendamaian

9 Maret 2016   23:05 Diperbarui: 9 Maret 2016   23:16 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Minggu ini dalam Kalender Gerejawi diberi nama Minggu Letare, yang berarti “Bersukacitalah kamu” (Yesaya 66: 10a). Tema Minggu ini adalah CIPTAAN BARU DI DALAM KRISTUS. Kepada saya diberi empat bagian dari Firman Tuhan untuk dipilih sebagai dasar pelayanan Firman Tuhan dalam Ibadah Minggu pagi ini, yaitu dari Yosua 5: 9 – 12; Mazmur 32; 2 Korintus 5: 16 – 21; dan dari Injil Lukas 15: 1 – 3 + 11 – 32. 

Ke empat Firman ini, semuanya bermuara pada tema, yaitu suatu perubahan mendasar bagi orang percaya sehingga disebut ciptaan baru yang berkenan kepada Tuhan. Pelayanan Firman Tuhan pada kesempatan beribadah pagi hari ini, lebih didasarkan pada 2 Korintus 5: 16 – 21, namun akan tetap disinggung tiga sumber lainnya dari Yosua, Mazmur dan Injil Lukas. Baiklah kita fokuskan perhatian kita kepada kebenaran Firman Tuhan bagi kita pagi hari ini.

Mengapa perlu pendamaian?

Dasar pelayanan firman ini merupakan bagian dari Perikop yang oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) diberi judul “Pelayanan untuk pendamaian”.  Pendamaian adalah karya Yesus kristus untuk mendamaikan manusia dengan Tuhan.  Sejak manusia jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3: 1 – 24), pendamaian menjadi tema senteral dan utama dalam Alkitab. Mengapa? Karena sejak itu, terputus hubungan manusia dengan Tuhan, terdapat perseteruan atau konflik dalam kehidupan manusia dalam berbagai aras (level). 

Ada perseteruan dalam diri pribadi seseorang sehingga ada konflik bathin, ada perseteruan dalam keluarga, antara suami dan istri, antara orang tua dan anak-anak, antara sesama saudara, ada perseteruan dengan tetangga, ada perseteruan di tempat kerja dan ada perseteruan di tengah-tengah jemaat yang menyebabkan jemaat terpecah menjadi dua gereja. Perseteruan bahkan lebih luas pada komunitas bahkan pada aras bangsa sehingga ada perang saudara, dan seterusnya ada perang antar bangsa, bahkan Perang Dunia.

Perseteruan dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain: Pertama, Perseteru-an dapat terjadi karena kedekatan dua belah pihak, sehingga terjadi gesekan antara yang satu dengan yang lain. Pribahasa Batak berbunyi “Hau na padonok-donok do na marsiososan”, yang artinya adalah “Kayu yang berdekatan yang bergesekan”.  Bagi manusia lama, pribahasa ini berlaku, tetapi bagi manusia ciptaan baru berpandangan sebaliknya, yaitu “kayu yang berdekatan yang saling menopang”. Kedekatan antara satu orang dengan orang lain dimanfaatkan untuk saling menopang dan saling membantu.  Ke dua, Perseteruan bisa terjadi karena tertipu, ketidak taatan, ingkar janji, dan kesombongan. 

Berbagai alasan ini sesuai dengan yang dialami Adam dan Hawa ketika jatuh ke dalam dosa, sehingga putus hubungan dengan Tuhan.  Ke tiga, Perbedaan cara pandang. Dalam Perumpamaan Yesus tentang “Anak yang hilang” (Lukas 15: 11 – 32), anak sulung tidak memahami cara berpikir ayahnya yang sabar menunggu kembali anak bungsu yang telah lama terhilang yang dianggapnya sebagai “telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali” (Lukas 15: 24). Cara berpikir dan cara pandang mereka tentang adiknya yang hidup foya-foya dan kini kembali, berbeda antara si ayah dan si anak sulung. 

Contoh lain, jemaat Korintus berbeda pendapat tentang Saulus yang menjadi Paulus, sehingga ada di antara jemaat yang mempertanyakan Paulus yang tadinya penganiaya pengikut Kristus sekarang menjadi pemberita ulung tentang Kristus. Tidak sedikit anggota jemaat yang ragu apakah Paulus sungguh-sungguh sudah manusia ciptaan baru atau belum. Jangan-jangan Paulus hanya Pemberita palsu atas “Khabar baik” dan pendamaian yang dibawa Yesus Kristus.

Ke empat, Ketidak tahuan atau ketidak pahaman. Saulus tidak tau dan tidak paham dengan benar arti menganiaya pengikut Kristus hingga ada yang mati martir seperti Stefanus  (Kisah Rasul 7: 54-8:1a). Itu sebabnya Paulus berkata dalam bacaan tadi: “Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilaiNya demikian” (ayat 16b). Ketika masih Saulus, yang pintar dan terdidik serta punya kewenangan, dia menilai Kristus dan pengikutnya menurut ukuran manusia,  tetapi setelah menjadi Paulus, ia sudah menjadi ciptaan baru di dalam Kristus, ia memberi penilaian kepada Kristus dan pengikutNya dengan standard Tuhan, yaitu Firman Tuhan. Sebagai jemaat kita boleh memberi penilaian kepada Pendeta dan kepada majelis, demikian sebaliknya sebagai Pendeta dapat memberi penilaian terhadap penatua dan terhadap jemaat, asal standard yang kita gunakan dalam penilaian tersebut adalah Firman Tuhan. 

Sebagai manusia baru, standard yang kita pakai adalah standard Tuhan, yaitu Alkitab atau Firman Tuhan. Suatu pandangan, suatu sikap, suatu kebijakan, program kerja dan suatu tindakan di dalam jemaat dinilai berdasarkan Firman Tuhan, apakah menyimpang atau seturut dengan kehendak Tuhan.

Peran manusia ciptaan baru dalam pendamaian yang dari Tuhan:

Untuk berperan dalam pendamaian diperlukan dua hal, yaitu pengampunan dan komitmen. Yang berinisitif mengupayakan pendamaian antara manusia dengan Tuhan adalah Tuhan sendiri. Firman Tuhan menyebut: “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka” (ayat 19a).  Kata “tidak memperhitungkan pelanggaran mereka” adalah wujud pengampunan. Pengampunan merupakan kata kunci dalam pendamaian. Dalam Perumpamaan Yesus tentang anak yang hilang (Lukas 15: 11 – 32), ada dua macam pengampunan, yaitu: Pertama, si anak yang bungsu menyadari kesalahannya dan mengampuni diri dan ber-kata pada dirinya sendiri: “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa” (Lukas 15: 18b – 19). Anak yang hilang ini dapat memaafkan dirinya sendiri, dapat mengampuni dirinya sendiri yang telah bersalah kepada ayahnya. Ini salah satu syarat untuk berdamai dengan ayahnya.

Pengampunan yang ke dua adalah pengampunan yang diberikan sang ayah ke-pada anak yang hilang ini. Mari kita membaca Lukas 15: 22 – 24. Pengampunan se-macam ini menjadi syarat untuk pendamaian dengan sesama. Kalau mau berdamai dengan siapapun, pengampunan merupakan syarat mutlak, kesediaan memaafkan diri sendiri dan memaafkan orang lain yang bersalah kepada kita.

Keteladanan tentang mengampuni telah diberikan Tuhan kepada kita. Sebagai bangsa, untuk bangsa Israil, Tuhan berkata dalam Yosua 5: 9a sebagai berikut: Ber-firmanlah TUHAN kepada Yosua: “Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir dari padamu”. Ini merupakan pengampunan mengingat bangsa itu sesungguhnya tidak berkenan kepada Tuhan (1 Korintus 10: 5), bacaan pada Minggu lalu: “Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun”.  Pengampunan Tuhan mendamaikan diriNya dengan umatNya, men-damaikan diriNya dengan dunia (2 Korintus 5: 19) dan  mendamaikan diriNya dengan kita sebagai orang percaya di zaman modern ini. Itulah sebabnya pemazmur berkata: “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!. Ber-bahagialan manusia , yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN” (Mazmur 32: 1b – 2).

Hal ke dua yang diperlukan untuk pendamaian adalah komitmen mengajak orang lain untuk bersedia diperdamaikan dengan Tuhan. Firman Tuhan berkata: “Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaan kami, dalam nama Kristus kami meminta kepadamu berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5: 19b – 20). Jadi tugas dan tanggung jawab kita yang telah didamaikan dengan Tuhan adalah mengajak orang lain untuk didamaikan dengan Tuhan, yang mencakup: Pertama, mendamaikan orang yang berselisih di antara kita baik pada aras (level) saudara, keluarga, di tengah-tengah jemaat, bertetangga, dan sebagainya. Ajak mereka dan upayakan agar mereka berdamai satu sama lain. 

Dengan begitu mereka juga diperdamaikan dengan Tuhan. Ke dua, mengajak orang lain untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi bagi mereka. Tugas ini tidak ringan, tetapi bagi orang yang telah ada di dalam Kristus, bagi ciptaan baru, tugas ini merupakan tanggungjawab. Dan orang yang telah menjadi ciptaan baru tetap berpegang teguh pada jaminan bahwa Yesus Kristus menyertai setiap orang percaya se-nantiasa hingga akhir zaman (Matius 28: 20). Maukah saudara dan saya menjalankan tugas pemuridan itu sebagai komitmen kita kepada Tuhan mengajak semua orang untuk didamaikan dengan Tuhan? Amin.

Tulisan ini merupakan khotbah yang penulis sampaikan dalam Ibadah Minggu di GKJ Salatiga Timur pada Minggu 6 Maret 2016 Jam 06:30

Oleh Johnson Dongoran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun