Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Metafora Perang Versus Solidaritas Global Saat Pandemi

27 Mei 2020   21:15 Diperbarui: 27 Mei 2020   21:13 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Orang-orang bersatu dan mengorganisir diri bukan hanya di dalam lingkungan tetangga (di indonesia RT/RW),  kampung-kampung, desa-desa, distrik-distrik, kota-kota, di kawasan-kawasan, tapi juga lintas negara, untuk saling membantu tanpa menyebutnya sebagai "perang" atau "tugas" militer. Bahasa gotong royong dan solidaritas malah jauh lebih bisa bekerja dengan baik dalam menghadapi dan mengatasi pandemi global ini. 


Bahasa bisa membantu penggiringan narasi-narasi, interpretasi-interpretasi dan percakapan-percakapan tertentu dan pada saat yang sama menutup perspektif-perpektif alternatif. Ia memperkuat teori-teori tertentu mengenai bagaimana dunia bekerja dan mengesampingkan yang lain.


Penggiringan isu-isu politik di dalam bahasa perang selain menggambarkan kelaziman pemikiran militeris, ia juga memungkinkannya menjadi nyata. Semakin banyak dan sering kita menggunakan bahasa niliter, semakin membuat  kita menganggap normal mobilisasi militer lalu semakin membuat kuat bercokolnya hirarki militer. Ketika krisis interasional berikutnya tiba, ketimbang membahas masalah-masalah struktural yang lebih dalam yang meyebabkannya, kita melompat kembali kepada narasi-narasi heroik mobilisasi militeris patriotis.


Siapa yang mendapatkan manfaat dari ini? Politisi-politisi dapat memproyeksikan suatu citra jendral-jendral desisif yang melindungi lahan/kapling mereka. Aparatur-aparatur koersif negara dapat memproyeksikan dirinya mereka sebagai pengemban tugas yang berbakti bukanya sebagai administrator dari amanat publik. Mereka kemudian dapat memobilisir citra ini untuk agenda politik mereka sendiri. Jika anda Trump, mungkin anda bisa menciptakan patriotisme anti China.


Apa yang hilang? Yang hilang adalah kesempatan untuk membangun sebuah pemahaman yang lebih bernuansa akan kemampuan-keampuan manusia yang tak dibatasi pada batas-batas nasional. Saat ini  solidaritas internasional dan kemampuan-kemampuan umat manusia adalah yang kita butuhkan untuk menangani masalah-masalah berskala internasional lainnya, misalnya krisis iklim.


Ketika sebuah krisis global membangkitkan ekspresi-ekspresi murni gotong royong, imajinasi kita jadi sangat terbatas bila kita larut dalam penggiringan istilah-istilah yang statis dan patriotis. Alih-alih melihat seluruh kemanusiaan bangkit bersama-sama bergotong royong, imajinasi kita malah dibatasi di dalam bahasa militer.


Namun itu bukanlah cerita yang lengkap. Umat manusia akan keluar dari COVID dengan lebih bijaksana jika tidak membatasi pemahamannya  atas respon terhadapnya dengan bahasa militer yang sempit.


Krisis pandemi virus corona adalah suatu tantangan internasional, tantangan seluruh umat manusia. Ia pastinya memerlukan mobilitas kolektif yang luar biasa, tetapi bukan untuk membunuh sesama manusia, dan bukan membuat orang tidak memanusiakan orang lain, dan bahasa-bahasa militeris tak diperlukan.


Mendorong ketahanan dan kebersamaan komunitas di dalam menghadapi kesulitan jauh lebih baik ketimbang membangkitkan mitos-mitos dan narasi-narasi heroik dan patriotik dan kampaye-kampanye militer. Ini sebuah jalan pintas kognitif untuk membangkitkan usaha kolektif, namun nararsi-narasi sempit yang direproduksi tersebut terbuka atau rentan akan eksploitasi oleh para politisi oportunistik


Bila kita "sedang perang" untuk selama waktu yang tak bis ditentukan lamanya akan membuat kita lelah dan bisa menggagalkan semua upaya. Para pemimpin lebih baik menggalakkan tanggung jawab sipil dan solidaritas global ketimbang memakai metafora perang.


Bukan dengan cara menyuburkan citra serdadu bila pemerintah ingin meyakinkan orang untuk patuh terhadap otoritas kesehatan, namun dengan melibatkan warga negara, membangkitkan solidaritas dan penghormatan pada sesama manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun