Mohon tunggu...
Pollung Sinaga
Pollung Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar | Konten Kreator

Menulis adalah satu cara memberi tanpa meminta, menabur benih tanpa mengharapkan panen. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil (2nd Mile).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masih Pakai Top Down Tradisional Feedback? Akh, Basi!

15 Maret 2024   10:22 Diperbarui: 15 Maret 2024   10:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAFSSOcYvtY/GtglqfbTJl0bHddGi5hfgg/edit

Tulisan ini hadir menjembatani minimnya "penampakan" feedback atau umpan balik di ruang kelas, eksistensi feedback masih top down atau tradisional, dan "awetnya" komunikasi monolog yang seolah menjadikan ruang kelas tempat yang nyaman untuk ngantuk lalu tidur berjamaah.

Feedback (umpan balik) adalah bentuk respons, tanggapan, atau jawaban atas pesan yang dikirimkan komunikator kepada komunikan. Menurut Schwartz (1999) bahwa feedback merupakan informasi tentang perilaku masa lalu, disampaikan sekarang, yang mungkin memengaruhi perilaku pada waktu yang akan datang.  Umpan balik biasanya berisi hal baik yang sudah dilakukan, hal yang butuh perbaikan dan hal yang bisa dikembangkan untuk aktivitas selanjutnya. Dengan kata lain, pemberian feedback menjadi salah satu cara menciptakan komunikasi multi arah di kelas. Nah, apakah sahabat sudah membudayakan pemberian feedback di kelas Anda? Simak sampai akhir ya biar lebih paham bagaimana menerapkan feedback dalam Kurikulum Merdeka.

Ada 7 hal yang perlu dipahami terkait cara mengubah pemberian feedback yang masih tradisional (top down) menjadi multi rater feedback:

1. Feedback dapat disampaikan dengan beragam cara

Umpan balik dalam pembelajaran bisa saja disampaikan secara verbal (lisan dan tulisan, dengan memanfaatkan Google formulir untuk efisiensi waktu) atau nonverbal (isyarat, gerak-gerik tubuh, raut wajah), langsung atau tak langsung, terjadi karena diminta atau tidak diminta, bermuatan positif (pujian) atau negatif (kritikan). Namun diharapkan muatan negatif dikemas dengan santun agar memberi efek perbaikan.

2. Feedback menjadi bagian dari asesmen 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen asesmen formatif (feedback, peer assesment, dan self asessment) dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa jika diberikan secara konsisten dan berkesinambungan.  Sejalan dengan penerapan asesmen formatif, feedback dapat disampaikan di awal, saat, dan akhir pembelajaran. Dengan kata lain feedback bisa muncul selama proses pembelajaran dan tidak terikat hanya di akhir pembelajaran. Namun feedback dari siswa kepada guru sebaiknya diminta di akhir sesi pembelajaran. Perlu diingat, feedback digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja (assessing performance), bukan menilai kepribadian (assessing personality) siswa/guru
3. Feedback dapat diperoleh dari siapa saja

Umpan balik tradisional yang sifatnya hanya top down sudah saatnya diakhiri. Dunia manajemen dan bisnis sudah menjalankan 360 degree feedback atau multi-rater feedback yaitu cara untuk mengevaluasi kinerja seseorang melalui pengumpulan informasi dari berbagai pihak. Jadi feedback tidak hanya dari guru doang, feedback bisa diperoleh dari siswa, teman sejawat, kepala sekolah, dan atau orang tua siswa. Pada kesempatan ini kita membatasi jenis feedback atau umpan balik dari guru kepada siswa dan umpan balik dari siswa kepada guru. Feedback guru kepada siswa untuk memberikan informasi mengenai pemahaman siswa: informasi tentang kesenjangan antara apa yang sudah dipahami dan apa yang seharusnya dipahami serta bagaimana tindak lanjut yang harus dilakukan. Sedangkan umpan balik siswa kepada guru untuk mengetahui bagaimana pembelajaran telah dilakukan di kelas, apakah sudah berjalan efektif atau masih diperlukan tindakan-tindakan perbaikan.

4. Feedback mengusung objektivitas, bukan subjektivitas

Feedback yang diberikan siswa ataupun guru diharapkan bukan didasarkan atas asumsi, interpretasi, dan prasangka namun seharusnya didasari oleh kejujuran, fakta akurat dan kredibel, serta dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, seorang siswa dengan nilai ujian 50, guru sebaiknya menghindari pemberian pujian palsu yang kesannya mengejek dan mempermalukan tapi menyampaikan feedback yang objektif seperti ini: "Nak, nilai kamu masih rendah. Bagaimana kalau Andini mendampingi kamu belajar beberapa hari ini?"

5. Feedback menginginkan "lebih" dari siswa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun