Metode Pengumpulan Data
Tiga pertanyaan itu terus terang akan sangat sulit dijawab apabila basis datanya adalah media sosial yang sudah demikian chaotic selama Pemilu 2019. Namun ada sumber data terbuka lainnya yang bisa menjadi acuan dalam menjawab tiga pertanyaan tadi dan sumber data ini sangat kredibel: Google.
Mengapa Google? Jawabannya sederhana: hampir semua pertanyaan yang kita cari ada di Google. Kadang pertanyaan-pertanyaan konyol sering sekali coba kita tanyakan.Â
Dan percayalah, Google selalu bisa menyediakan sejumlah jawaban alternatif yang bisa kita pilih. Mulai dari pertanyaan 'cara beternak lele' hingga pertanyaan absurd macam 'bagaimana hidup tanpa mantan'.
Begitu pula dengan pertanyaan-pertanyaan tentang politik. Seringkali kita berusaha mencari jawaban atau mencari tahu latar belakang calon presiden atau calon wapres melalui Google.Â
Tidak hanya itu, kadang juga kata-kata kunci pencarian yang kita ketikkan bisa sangat jelas menunjukkan preferensi pilihan politik kita tanpa disadari. Yang menakjubkannya lagi, kita cenderung menjadi 'lebih jujur' kepada Google karena sifatnya yang anonym tanpa ada siapapun yang tahu apa yang kita ketik.
Hal ini pernah diungkapkan oleh Seth Stephens-Davidowitz dalam bukunya yang sangat provokatif 'Everybody Lies: Big Data, New Data, and What the Internet Can Tell Us about What We Really Are'.Â
Seth Stephens yang pernah bekerja di Google sebagai Data Scientist mengatakan bahwa jejak-jejak yang ditinggalkan dalam mencari informasi dan pengetahuan di internet menyingkap banyak sekali hal.
Kata dia, pencarian informasi yang dilakukan adalah merupakan bentuk informasi tersendiri. Kapan dan dimana mereka mencari fakta, kutipan, lelucon, tempat, orang, benda, atau bantuan ternyata bisa memberi tahu kita banyak hal tentang apa yang sesungguhnya mereka fikirkan, yang sesungguhnya mereka inginkan, yang sesungguhnya mereka takutkan, dan yang sesungguhnya mereka kerjakan lebih daripada yang bisa kita duga.
Begitu juga dengan memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2019. Saya percaya Google masih menjadi tempat 'bertanya' dan 'menumpahkan' perasaan publik terhadap perhelatan pesta demokrasi 5 tahunan itu.Â
Asumsi saya, ketika derasnya informasi---baik yang hoax maupun yang bukan---menghujam media sosial sehingga membuat jenuh dan jengah masyarakat, maka sebagian dari mereka akan mengalihkan pencarian kepada sumber informasi yang lebih terkontrol dan terpercaya. Google adalah salah satu pilihan logis tersebut.