Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Karakter: Mulai dari Mana?

11 Mei 2022   08:00 Diperbarui: 11 Mei 2022   08:27 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan karakter hampir saja berubah menjadi sekadar jargon (politis). Kini kita mencoba menelisik intinya, yaitu dengan menentukan titik berangkat agar kita sampai pada tujuannya: perkembangan karakter. Setelah itu kita mengenali proses yang perlu dicapai. Akhirnya kita menampilkan hambatan dan rekomendasi untuk mengatasinya.

Semua orang bisa belajar untuk menjadi terdidik. Namun, hanya sedikit kaum terdidik yang dapat dikatakan "berkarakter" (memiliki integritas, jujur, solider, dsb). Manusia yang dipahami sebagai "gambar atau citra Allah" akan sangat berbeda dengan anggapan umum, "binatang yang berakal budi."

"Revolusi Mental" yang sesungguhnya adalah membalik orientasi atau porsinya: bukan "isi" pengetahuan melulu yang perlu ditambah, melainkan "kehendak baik" anak yang perlu dibina. Seorang anak perlu dibina untuk menghasrati Yang Baik, Yang Benar dan Yang Indah. Pada usia 7 tahun, seorang anak seharusnya sudah "mengerti dan mengenali" tujuan hidupnya, yaitu untuk menjadi bahagia dan hidup secara baik.

"Karakter" secara sederhana adalah "ciri, kekhususan, meterai" yang dimiliki oleh manusia, yaitu akal budinya. Tetapi titik berangkat pendidikan karakter bukanlah akal budi (intelek), melainkan kehendak. 

Memang perlu mengetahui dan memahami prinsip-prinsip hidup yang baik. Tetapi yang lebih penting adalah berlatih untuk hidup secara baik. Sebab, bertambahnya pengetahuan tak selalu diimbangi dengan budi pekerti. Kata yang terakhir itu juga hampir-hampir hilang dari bahasa Indonesia sehari-hari.

Analogi bisa membantu. Sebuah batu permata yang masih kasar perlu diperhalus sehingga menghasilkan berlian yang indah. Isi pengetahuan tak akan berarti apa-apa jika tidak mengembangkan diri anak menjadi seorang beriman dan warga negara yang jujur.

Proses yang niscaya adalah "disiplin" diri dan "mau diatur". Setiap anak berhak dan bebas menentukan nasibnya sendiri. Namun, seorang pembina yang baik perlu memberikan arah yang akan dituju. "Mau jadi apa anak ini nanti, jika tangan Tuhan tidak menyertai dia?" (bdk. Luk. 1:66). Setiap anak ibarat anak panah di tangan seorang pemanah. Tugas orang tua adalah menentukan arah yang pasti, yakni persatuan dengan Tuhan, apapun profesinya (tentunya profesi yang baik).

Musuh atau halangan terbesar dari pendidikan karakter adalah "kebisingan" (noise). Kebisingan ini sering dianggap sebagai ciri khas semangat anak muda: musik dari pagi hingga malam, percakapan sana-sini, selalu bergerak ke mana-mana. 

Kebisingan juga berkaitan keempat indera yang lain. Membanjirnya kebisingan menjadikan emosi berkembang terlalu dini dan mendominasi perkembangan akal budi yang sehat. Akibatnya, anak mudah marah, baper, putus asa dan bunuh diri, ibarat bayi yang lahir prematur.

Rekomendasi yang dianjurkan sebenarnya sudah ada pada pendidikan agama (yang baik), yaitu menyediakan waktu untuk berefleksi dan menanyakan tujuan hidup ini: untuk apa aku hidup, untuk siapa aku hidup? Aku ada saat ini untuk Tuhan. Setiap anak dilatih untuk membuat Personal Plan of Life. Pada tahap tertentu, ia akan menjadi bagian dari masyarakat "beradab" yang lebih besar.

Tahukah Anda, apa bagian terbaik dari generasi muda? Mereka adalah pribadi-pribadi yang sedang menyerahkan masa mudanya sepenuhnya pada Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun