Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyiasati "Krisis Silaturahmi" akibat Pandemi

8 September 2020   08:56 Diperbarui: 8 September 2020   09:02 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ANTARA MUDIK DAN HALAL BI HALAL 

Virus Corona mengguncangkan banyak hal, termasuk silaturahmi. Untuk pertamakali dalam seumur hidup kita, silaturahmi pada hari raya Lebaran URUNG dilakukan. Ada 2 tradisi Lebaran yang "digagalkan" pagebluk (wabah penyakit) ini, yaitu: mudik dan halal bi halal. 

MUDIK : TRADISI MULIA YANG URUNG TERLAKSANA

 Ada "orang kota" yang memandang sinis bahwa mudik adalah tradisi "orang kampung" yang "tidak ekonomis" serta buang-buang energi dan biaya. Mereka lupa bahwa mudik itu tidak hanya terjadi di Indonesia dan dilakukan "orang kampung" perantau saja... 

Mobilitas penduduk terbesar di dunia terjadi di China menjelang Tahun Baru China Imlek yang melibatkan ratusan juta orang yang pulang kampung dari perkotaan menuju pedesaan. Dalam tradisi masyarakat Amerika juga dikenal "homecoming" (pulang ke rumah orangtua) pada saat Thanksgiving dan Natal. 

Sedihnya pada tahun ini, tradisi mudik ke kampung halaman yang mengusung misi "mulia" berupa silaturahmi dan bersyukur pada orang tua di daerah asal, tidak terjadi. Padahal arus mudik dan "arus balik"  selama Lebaran merupakan pergerakan (mobilitas) penduduk terbesar di tanah air yang melibatkan jutaan orang. 

Sungguh mengharukan melihat "semangat mudik" saudara-saudara kita : rela menempuh perjalanan jauh, dan bagi yang menggunakan jalur darat (bis, mobil dan motor), harus rela berjam-jam terjebak macet panjang... berpanas terik bersama anak istri dengan membawa banyak barang "oleh-oleh" untuk sanak saudara di kampung halaman.

 Lebih mengagumkan lagi,  sebagian pemudik tetap menjalankan ibadah Puasa  pada penghujung bulan suci Ramadhan. Masih terbesit di ingatan kita tentang tragedi mudik beberapa tahun lalu yang menewaskan sejumlah orang karena macet totalnya lalu lintas mudik di Jawa. 

Mengharukan, bahkan memilukan... Mengapa mereka memilih waktu liburan panjang lebaran dengan cara yang "merepotkan" seperti itu? Mengapa tidak mengambil cara yang lebih "praktis" dan "menyenangkan" (fun) dalam menggunakan dana gaji dan THR untuk  liburan ke tempat-tempat wisata dan di dalam dan luar negeri? 

Aneh tapi nyata, sebagian masyarakat kita justru memilih jalan yang "sulit". Penulis jadi ingat, quote dari pakar kepemimpinan John C. Maxwell bahwa ketika jalan itu mudah dan menurun itu sesungguhnya kita sedang menuju kemerosotan dan kejatuhan. 

Sebaliknya, jika jalan terasa berat dan menanjak, justru itu menunjukkan sedang "on the right track" bergerak maju menuju puncak kesuksesan. Jalan menanjak yang sulit dan penuh pengorbanan itu dalam agama dikenal sebagai jalan kebaikan menuju Surga. Sebaliknya jalan yang mudah dan menyenangkan itu seringkali menjerumuskan kita ke Neraka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun