Fenomena meningkatnya angka perceraian pada masa pandemi cukup mengejutkan kita. Bukankah kondisi Work from home (WFH) membuat suami dan istri lebih punya banyak waktu bersama di rumah? Bukankah seharusnya kondisi sulit membuat pasangan suami istri (pasutri) lebih guyub? Gotong royong kan seharusnya dimulai dari rumah tangga?
PANDEMI SEBAGAI UJIAN KETAHANAN RUMAH TANGGAÂ
Ternyata hidup tidak seindah telenovela atau Drama Korea (Drakor)... Pandemi Corona merupakan UJIAN bagi "ketahanan" rumah tangga. Sedihnya, banyak yang GAGAL dalam ujian ini.
Di saat sulit seperti ini keharmonisan pasutri diguncang keras. Rumah tangga yang dulunya adem ayem, kini menjadi bergejolak... yang dulunya tenang bagai air mengalir, kini bergelora bagai api dalam sekam.
Orang bijak bilang justru pada saat sulit dan di bawah tekanan, karakter sejati seseorang terlihat. "Under pressure" meminjam judul lagu grup rock Queen. Demikian juga, "karakter" yang sebenarnya dari para suami istri terekspose pada masa pandemi.Â
Jika dulu, "pamer kebahagiaan" dan "mengumbar kemesraan" melalui foto-foto di medsos (FB dan Instagram). Mengalirlah pujian orang-orang bahwa mereka adalah pasangan harmonis yang ideal.
Tapi keadaan berubah drastis... kini makin sulit untuk "pura-pura bahagia". Kala percekcokan tak menemukan titik temu, jalan perceraianlah yang dipilih. Konon jalan terakhir yang pahit, tapi diperlukan..Â
5 FAKTOR PERCERAIAN PADA MASA PANDEMIÂ
Inilah penyebab meningkatnya perceraian pada masa pandemi:Â
1) Makin banyak waktu bersama di rumah karena WFH justru memicu percekcokan. Ternyata selama ini pergi bekerja ke kantor menjadi "katarsis" (pelepasan diri dari ketegangan) dalam hubungan suami-istri.
Dengan WFH, "katup pengaman" ini hilang, maka konflik menjadi frontal. Makin banyak waktu bersama, makin ter-ekspose kekurangan suami/istri yang memperdalam kekecewaan dan meningkatkan kritik pada pasangan. Stress menjadi "makanan sehari-hari"...Â