Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dikandung Tanpa Dosa dan Dosa Asal

8 Desember 2020   18:07 Diperbarui: 9 Desember 2020   01:11 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://parokisalibsuci.org/2016/09/27/panduan-ibadat-rosario/

Hari Jumat sebelum memasuki pekan adven, saya meminta diakon, mengusung diri sendiri, untuk pergi membeli lilin adven. Namun, baru saya sadari bahwa hari tersebut adalah jadwal saya memimpin rekoleksi untuk para aspiran. Diakon yang juga punya kesibukan saat itu, kemudian meminta Fr. Tanto. 

Dia pergi saat saya sedang mengerjakan bahan rekoleksi di ruang komputer pastoran. Saat mengerjakan tema rekoleksi, sebuah pernyataan muncul di benak, "Sekarang saya mulai menyadari bahwa teologi sama pentingnya dengan lilin". Tidak bermaksud menyepelekan teologi, tapi saya rasa, teologi yang sejati adalah tindakan penyembahan.

Pengalaman inilah yang saya renungkan dalam perayaan misa Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Dosa pagi ini. Saya membayangkan, di tempat-tempat ziarah Maria, tentu ada banyak lilin yang dinyalakan. Tidak seperti di dalam gereja. Jadi kalau berbicara tentang Maria, realitas iman diekspresikan dengan menyalakan lilin, bukan akumulasi pernyataan teologis.

Pius IX dalam Konstitusi Apostolik 1854, menyatakan, devosi "Maria dikandung tanpa dosa adalah doktrin yang diwahyukan dan oleh karena itu harus dipercayai". Dokumennya dimulai dengan menyebutkan 'kesengsaraan seluruh umat manusia akibat dosa Adam', lalu disambung cerita Injil tentang Kristus menjadi manusia, anggota ras Adam pendosa. 

Kita bisa menebak, Pius IX sepertinya menghindari diskusi kemanusiaan Yesus, dan bahkan tentang Maria. Maria adalah "Ibu Anak Allah yang berinkarnasi ... benar-benar bebas dari segala noda dosa". Tidak hanya itu, ia juga amat hati-hati mengarahkan apa yang tampak kontradiksi: "Semua manusia terjebak dalam dosa Adam; Maria adalah manusia; tetapi Maria tidak terjebak dalam dosa".

Saya ingat sewaktu kuliah Sejarah Gereja empat tahun silam. Kami mahasiswa baru harus dipusingkan dengan hafalan-hafalan konsili-konsili awal dengan kata kuncinya masing-masing. Satu di antaranya adalah Konsili Efesus (431) yang menyebut Maria sebagai theotokos -'pembawa Allah'. Konsep ini lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan lebih provokatif. Memang dalam agama Kristen Barat, kegembiraan Maria hidup berdampingan dengan tradisi kuat lainnya, yang lebih didorong oleh teori dan kepala.

Sesaat sebelum Konsili Efesus, St. Agustinus merenungkan karya penyelamatan Kristus, dalam hubungannya dengan perilaku manusia. Berawal dari praktik baptisan bayi, ia mengembangkan teologi dosa asal. Ini masalah logika: "Baptisan untuk pengampunan dosa; kita membaptis bayi yang sebenarnya tidak bisa berbuat dosa; oleh karena itu bayi harus dinodai warisan dosa". Bagi Agustinus, dosa asal memengaruhi Maria.

Pada 1483, Sixtus IV dan beberapa orang Dominikan menyatakan sesat atau berdosa mengklaim bahwa konsepsi ini 'tanpa noda dosa asal'. Tetapi secara signifikan, dia tidak memberikan penegasan positif. Dia hanya membiarkan pilihan tetap terbuka. Sementara itu, Konsili Trente menegaskan kembali efek dosa Adam pada seluruh umat manusia, menyatakan 'bahwa bukanlah maksudnya memasukkan dalam dekrit ini yang berhubungan dengan dosa asal Perawan Maria yang Terberkati dan Tak Bernoda, Bunda Allah'. Dalam perjalanan sejarah yang panjang, doktrin ini kemudian dideklarasikan oleh Pius IX pada 1854, kendati dengan retorika yang terkesan menjijikkan.

Bagaimanapun, keputusan Pius telah diterima dalam Katolik Roma. Tampaknya benar bahwa bagian awal Adven harus mencakup pesta untuk menghormati Maria. Doktrin dosa asal menjadi sulit juga karena teori evolusi dan rasa tanggung jawab moral individu yang meningkat. Selain itu, perhatian ekumenis dan feminis telah meredam antusiasme Maria yang ultramontan. 

Umat Katolik tampaknya merasa nyaman dengan merayakan penciptaan Maria. Kita melihat gambar-gambar yang indah; kita mendengar Injil Maria menerima pesan malaikat; dan diam-diam mengabaikan pertanyaan yang muncul tentang genetika. Menariknya, dalam Misa pagi tadi lilin tetap dinyalakan, dan teologi semacam dikesampingkan.

Mungkin masalah ini timbul karena Gereja sadar, sebuah pekerjaan sedang berlangsung. Merayakan Maria Dikandung Tanpa Noda adalah masalah naluri kolektif yang tidak semuanya dipahami. Lalu apa yang dimaksud dengan 'dosa asal'? Chesterton dalam Orthodoxy mengklaim dosa asal sebagai 'satu-satunya bagian dari teologi Kristen yang dapat dibuktikan'. Dosa adalah fakta. Pernyataan Chesterton berisiko. Dia lupa bahwa fakta yang sebenarnya 'sesederhana kentang' adalah bahwa hidup seringkali tidak memuaskan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun