Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Saat Bertanya dan Menjadi Tanda Tanya (?)

11 Juni 2013   18:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:11 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1370950578966371131

[caption id="attachment_259410" align="alignnone" width="411" caption="Ilustrasi gambar, doc. lifeofariana.wordpress.com"][/caption]

Ruang hidup seakan terasa tak kala menjalani hidup ini, langkah pijak terus bergulir, menjadi sebuah tanda dengan tanya menjadi tanda tanya dan terus menjadi tanya (?). sebuah Tanya tentang hidup, nafas hidup, langkah hidup, pergulatan hidup dan realita hidup. Semua terus bertanya tentang itu sampai kapanpun.

Setiap tarikan nafas hidup sebagai sebuah anugerah terindah dari Sang Pencipta boleh kita hirup dengan gratis kita nikmati. Lalu, sebagai sebuah pertanyaan adalah ketika nafas hidup masih terus kita menikmati namun jarang, bahkan kita terkadang lupa bersyukur pada Sang Pencipta kita. Apakah kita menyadari itu semua?...

Sang Kuasa memberi hidup kita dengan akal dan pikiran kita (talenta). Bakat, kemampuan, kekurangan dan kelebihan dititipkan dengan tidak sama rata, namun sebagai sebuah pelengkap dalam hidup. Menerima hidup, menolak hidup, dan memilih-milih hidup serta berharap hidup untuk berderma, berbagi, tanpa pamrih, melengkapi dan mencari. Ada juga dengan akal pikiran untuk meraih, memilih, pamrih dan tertatih. Semua terpanggil untu bertanya bila sebuah realita tentang talenta meronta saat terangkai dan terbungkus manis dalam hidup, apakah di sadari atau tidak tetapi terjadi.

Tidak jarang banyak orang merintih tertatih, meringis terkikis, meraung, memberontak, terbahak, menolak, mendera, memperolok saat rupa dan warna berbeda. Saat bersembunyi diatas pembelaan atas pembenaran. Saat emosi dan eporia tiba, banyak yang lupa dengan sengaja lupa dan derita. Merintih menahan perih saat luka mendera, tertawa lepas bercampur egois saat semua sempurna seolah lupa atau sengaja lupa dengan semua dan sesama. Terpaksa merasa saat ada kata berujar ketika tiba rencana dan ada apanya.

Canda dan tawa selalu beriringan dengan irama duka luka nestapa. Tertawa saat bayak yang menangis, menangis saat banyak yang tertawa ketika realita hidup tidak sama mendera dan menerpa. Berpura-pura dalam nyata, nyata dalam keterpura-puraan. Berkata Ya tetapi sebenarnya Tidak, tidak berarti Tidak namun bisa Ya. Sebuah nada kejujuran terkadang jarang dijumpai, terkadang tidak sama sekali. Memaafkan tetapi mendendam, menggerutu tetapi menyatu, berdiam tetapi menghujam.

Penerimaan jati diri sesuai gambarannya (apa adanya) seakan menjadi tanda Tanya yang terus berdengung tetapi seolah menjadi lelucon dan bahan tertawaan. Ketika tidak sama, saat berbeda, saat tidak sempurna, saat mengaduh dan mengeluh. Semua rintihan seakaan menjadi guyonan dengan dalih galau dan manja. Keras berkata dikata marah dan egois.

Lunglai langkah deru debu tangis berlawan langkah tegak sontak bergemuruh. Cerita dulu tidak sama dengan cerita baru. Semua tidak sama, semua berbeda. Berubah tertera dari cara dan gaya dari sikap perilaku. Sebuah pembenaran selalu menjadi senjata mengalahkan ungkapan kata sebenarnya. Noda dosa seakan tidak lagi menjadi perhitungan. Mencerca, mendera seakan selalu tercipta. Kedamaian seringkali berganti haluan dengan tameng-tameng perpecahan semakin membara.

Capaian hidup seringkali menjadi simbol kekuatan namun sejatinya padam oleh keruhnya sekat pembatas tembok-tembok hirarki dan keserakahan. Kesetiaan berganti penghianatan dikala roda kehidupan dan tuntutan tidak seiring sejalan. Bukankah benar adanya seperti itu?

Semua rona hidup dalam kehidupan menjadi tanda-tanda yang selau membuat teka-teki berantai. Banyak yang bersyukur dengan apa adanya hidup, tetapi ada juga yang menolak hidup. Ada banyak yang memilah-milah dan memilih hidup. lalu, apa sesungguhnya?... Sejatinya hidup ini sebagai sebuah tanda tanya, terus bertanya. Sesungguhnya hidup ini indah, patut untuk disyukuri. Tanda tanya merangkai menjadi tanda tanya yang penuh makna-makna, makna-makna itu menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan dan tanda tanya (?) yang ada, inilah hidup. Semoga bisa untuk selalu mensyukuri dalam setiap detik keadaan yang ada selagi masih bisa bersukur dan bernafas…

@Ketapang, Kalbar, 11/06/13.

By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun