Di Indonesia yang katanya negara agraris, ternyata masih kurang percaya diri dengan keadaan alamnya yang lahan pertaniannya begitu banyak, dan mayoritas penduduknya bertani. Ini terbukti dengan belum adanya sentra pertanian yang benar2 dikelola secara profesional baik itu oleh swasta apalagi oleh pemerintah, sangat menyedihkan. Coba kita lihat di lapangan pertanian, sentra beras di karawang infrastrukturnya belum dibangun selayaknya pusat perberasan skala Provinsi atau skala Nasional, Prihatin kita melihatnya bagaimana mungkin negara yang pernah swasembada pangan tapi ternyata pembangunan penunjang produksi dan pemasaran produk2 pertaniannya sangat jauh dari layak, kita malu bila dibandingkan dengan malaysia, mereka sudah benar2 mengelola perkebunan mangganya secara profesional di daerah Perlis, Kedah, dan tempat2 lainnya. Sekolah2 Pertanian di Indonesia sangat sepi peminatnya karena mereka lebih tertarik bekerja di sektor lain. Kenapa hal ini terjadi? satu penyebabnya adalah tidak adanya Central Pendidikan Pertanian secara terpadu di Kabupaten/Kota di Indonesia, Coba kita lihat peserta pelatihan pertanian yang ada di Balai Besar Padi di Sukamandi, adakah pesertanya dari petani dan kelompok2 tani di sekitarnya? ternyata pesertanya adalah dari negara tetangga bahkan dari Afrika, lagi-lagi memprihatinkan. Ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap pertanian sangat rendah, karena sektor pertanian dianggap tidak visible oleh sebagian investor di negara ini. Jika sektor pertanian sudah tidak dikelola dengan sungguh2 oleh pemerintah, maka lagi2 kita akan mengimpor produk dari luar, dan krisis pangan memang akan benar2 kita alami di masa yang akan datang. Pertanian sebagai fondasi kekuatan bangsa bila diabaikan akan mendatangkan gejolak sosial yang sistemik di masa2 yang akan datang. Pertanian yang berkelanjutan dengan asupan modal yang rendah yang mampu dikembangkan oleh masyarakat Indonesia akan bisa terjaga jika kita benar2 serius mewujudkan pendidikan berbasis pertanian di tingkat kabupaten/kota, dengan cara pemerintah daerah kembali lagi harus bisa menyediakan lahan 5000-10000 hektar, dikelola secara profesional baik dari sisi pendidikan, teknologi, informasi, pemasaran, dan segala bentuk yang berkaitan dengan peningkatan produksi pertanian. Kepala daerah dan para Bupati/Walikota kembali lagi berfikir keras untuk penyediaan sarana pendidikan pertanian secara terpadu. Dan jika ini tidak dilakukan, maka tunggulah kehancuran bangsa ini dalam arti akan selalu menjadi bulan2an bangsa lain, kita akan menjadi pengimpor produk pertanian terbesar di Asia tenggara. Atau para pemimpin kita semakin membiarkan ini menjadi satu kesempatan sebagai lahan bisnis bagi para konglomerat untuk berjualan benih, alat pertanian, produk pertanian, di negara Indonesia yang katanya sebagai negara agraris ini. Kita lihat bagaimana kasus benih Hibrida yang juga sangat dipopulerkan oleh menteri sampai PPL, padahal di Indonesia ini begitu banyak potensi benih lokal yang bisa dikembangkan. Jangan sampai kita kehilangan kepercayaan diri kepada potensi alam pertanian Indonesia. Jadi mau sampai kapan kita terpuruk dalam pertanian?. Semoga masih ada keinginan kita tampil menjadi penghasil produk pertanian terbaik di dunia, atau kita harus belajar lagi ke negara2 Asia Tenggara dan Israel, supaya kita benar2 bisa mensyukuri bahwa negara kita ini sangat2 kaya. Kembalikan lagi kejayaan Indonesia dengan membangun Pendidikan Pertanian Secara Terpadu. Salam Kompasiana !!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI