Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: mitraindonesia.id

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Gegara Dendam Lama, Tetangga Gelap Mata Hingga Lupa Nyawa

12 Juli 2025   07:19 Diperbarui: 12 Juli 2025   07:19 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gegara Dendam Lama, Tetangga Gelap Mata Hingga Lupa Nyawa (Sumber: Grup Telegram/IST)

Kasat Reskrim, AKP Devrat Aolia Arfan, mewakili Kapolres AKBP Alsyahengra, menjelaskan bahwa motif dari insiden ini bukan perebutan lahan, sapi, atau sandal jepit---tapi dendam pribadi yang sudah lama dipendam.

"Pada saat itu, pelaku melihat korban keluar rumah. Tanpa diketahui korban, pelaku mengikuti dari belakang. Sesampainya di Jembatan Kampung Haduyang Ratu, pelaku langsung menyerang korban menggunakan sebilah golok," kata Kasat Reskrim.

Menurut Kasat Reskrim, petugas langsung ke lokasi dan membawa korban ke rumah sakit terdekat. Sayangnya, nyawa korban tak bisa diselamatkan. Pihak rumah sakit menyatakan korban meninggal dunia.

Peristiwa diatas menggambarkan sebuah situasi konflik yang sangat intens dan penuh emosi antara dua pihak, antara tetangga. Dendam lama yang tidak terungkap atau tidak terselesaikan bisa memicu perilaku yang destruktif dan membahayakan keselamatan orang lain.

Dari informasi yang berhasil dihimpun, "Lupa Nyawa" sebuah frasa dalam bahasa Indonesia yang berarti kehilangan kendali atas diri sendiri atau bertindak tanpa mempertimbangkan risiko atau konsekuensi, sering kali karena emosi yang kuat seperti kemarahan, dendam, atau keputusasaan.

Frasa ini sering digunakan untuk menggambarkan situasi di mana seseorang bertindak impulsif atau agresif, tanpa memikirkan tentang keselamatan atau kesejahteraan diri sendiri atau orang lain.

Sebaiknya, apabila berbicara pelihara lidah, berjalan pelihara kaki".  Peribahasa dalam bahasa Indonesia adalah bahwa kita harus berhati-hati dalam berbicara dan bertindak.

"Bicara pelihara lidah" berarti kita harus memperhatikan apa yang kita katakan, agar tidak menyinggung atau merugikan orang lain.

"Sementara "berjalan pelihara kaki" berarti kita harus berhati-hati dalam bertindak, agar tidak melakukan kesalahan atau menyebabkan masalah bagi diri sendiri atau orang lain.

Jadi, intinya adalah kita harus selalu berhati-hati dan bertanggung jawab dalam berbicara dan bertindak.

Peristiwa ini menjadi pengingat pahit bahwa masalah tetangga sebaiknya diselesaikan dengan kepala dingin---bukan dengan golok. Karena kadang, jarak pagar rumah lebih dekat dari jarak sabar manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun