Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Novi, Mengais Rupiah dari Sampah Hasil Buangan Manusia

13 Agustus 2019   18:56 Diperbarui: 13 Agustus 2019   19:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novi, salah satu seorang perempuan/ibu/ istri patut dijadikan panutan, soalnya tanpa rasa malu beliau mengais Rupiah dari Sampah hasil buangan manusia dan itu tidak merugikan orang lain, justru menguntungkan.

Entah siapa yang harus disalahkan, dimana-mana ditemukan tumpukan-tumpukan sampah, didapati juga tumbangnya sebatang pohon kehidupan,  kejamnya lagi lantas pohon tersebut dibakar begitu saja tanpa ada rasa penyesalan terhadap alam kehidupan.

Pohon tumbang dan dibakar (dokpri)
Pohon tumbang dan dibakar (dokpri)
Maka tidaklah heran apabila sampah-sampah kian bertambah tanpa ada yang memperdulikan, rasanya sudah lelah kita menghabiskan anggaran miliaran rupiah, selalu mengadakan diskusi, menggelar rapat, seminar di hotel-hotel mewah membahas tentang regulasi pengelolaan sampah yang lebih baik.

Tapi buktinya sampai saat ini lembaran sampah masih ada ditemukan dimana-mana dan itu hanya dipandang sebelah mata. 

Tumpukan sampah disalah satu rumah warga (dokpri)
Tumpukan sampah disalah satu rumah warga (dokpri)
Memang betul, sudah ada upaya-upaya perbaikan pelayanan pengangkutan, akan tetapi belum mengcover sampah yang berhambur di jalanan.

Seperti yang Anda lihat dalam foto ini di sudut Jalan Arung Teko Goa Ria Makassar, begitu ada lahan kosong, maka di situlah akan kita temukan onggokan sampah. Ternyata ungkapan Kebersihan sebagian dari iman hanyalah pepesan kosong belaka yang hanya tertera dalam sebuah tulisan tanpa makna.

Tumpukan sampah disudut jalan Arung Teko (dokpri)
Tumpukan sampah disudut jalan Arung Teko (dokpri)
Celakanya, beberapa masyarakat setelah melihat onggokan sampah didepan mata dan kepala, mereka hanya berkata "bersihkan."  Kemudian penulis kembali bertanya, langkah apa saja yang dilakukan untuk membersihkan sampah-sampah ini. Bak petir disiang bolong penulis merasa miris mendengar jawaban warga sekitaran jalan Arung Teko ini, "onggokan sampah tersebut bagusnya dimusnahkan dengan cara dibakar saja.

"Dalam hati bertanya-tanya, kira-kira sudah sejauh mana upaya pemerintah mengedukasi masyarakat mengolah sampah, khususnya sampah plastik. Hal ini karena masih banyak masyarakat memusnahkan sampah dengan dibakar.

Sampah-sampah sisa buangan manusia (dokpri)
Sampah-sampah sisa buangan manusia (dokpri)
Paling menyedihkan tanpa terasa nyaris menumpahkan air mata, ketika penulis menyambangi sebuah sekolah dibilangan jalan Goa Ria, di sekolah tingkat atas tersebut ternyata tidak memilki bak penampungan sampah sementara, bukan itu saja Sekolah milik Pemerintah ini juga tidak melakukan pengolahan sampah sebelum diangkut ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA). 

Sampah-sampah disudut sebuah sekolah (dokpri)
Sampah-sampah disudut sebuah sekolah (dokpri)
Sisa-sisa sampah tadi langsung dibakar dan terkesan terjadi pembiaran, tidak ada pencerahan dari pihak guru agar sampah tidak dimusnahkan dengan dibakar.

Ditengah-tengah pesimisme, Tuhan berkehendak lain. Tat kala beranjak pulang, penulis dipertemukan dengan sosok perempuan tengah bergumul memilahi sampah-sampah plastik untuk ditukar dengan rupiah.

Tanpa bak dipilah, sampah-sampah ini dibakar (dokpri)
Tanpa bak dipilah, sampah-sampah ini dibakar (dokpri)
Padahal sebelumnya, sejauh mata memandang sampah-sampah ini dimusnahkan dengan cara dibakar, ternyata masih ada seorang wanita mengais rupiah dari sampah buangan manusia, khususnya jenis plastik, kertas kardus maupun botol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun