Namun, manfaat kunyit bisa tertutup oleh jumlah santan dan lemak jenuh yang mendominasi. Santan, meskipun alami, mengandung trigliserida rantai sedang yang jika dikonsumsi berlebihan tetap berdampak pada kadar kolesterol.
Nasi Kuning yang Lebih Sehat? Bisa!
Alih-alih menghindari total nasi kuning, kita bisa mengubah cara menikmatinya:
1. Gunakan beras merah atau beras putih setengah matang (semi brown rice) untuk serat lebih tinggi.
2. Kurangi santan, atau ganti dengan santan rendah lemak atau susu almond tanpa gula.
3. Tambahkan sayur segar, seperti lalapan atau tumisan.
4. Ganti lauk gorengan dengan telur rebus, ayam panggang, atau tempe kukus.
5. Gunakan sambal yang tidak terlalu banyak garam/gula.
Dengan cara ini, kita tetap bisa menikmati kelezatan budaya tanpa mengorbankan kesehatan.
Sarapan Sehat Itu Investasi Masa Depan. Sarapan seharusnya memberi kita energi stabil, bukan sekadar kenyang sesaat. Ketika kita mengawali hari dengan makanan tinggi lemak, rendah serat, dan tinggi gula - maka risiko kelelahan, kantuk, dan gangguan metabolik justru meningkat.
Studi dari Harvard School of Public Health (2015) menemukan bahwa sarapan sehat menurunkan risiko diabetes tipe 2 hingga 30%, jika dibandingkan dengan mereka yang melewatkan sarapan atau memilih menu tinggi gula-lemak.
Nasi kuning adalah warisan kuliner yang membanggakan. Tapi dalam konteks sarapan harian, kita perlu bersikap bijak. Menikmati bukan berarti mengabaikan, mencintai budaya bukan berarti menutup mata pada dampaknya. Maka, mari jadikan nasi kuning sebagai sajian istimewa sesekali, bukan rutinitas harian. Dan saat menikmatinya, pastikan kita tetap menjaga keseimbangan gizi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI