Semilir angin menimbulkan suara berdesir. Tak pernah seirima degup jantungku yang berdetak lebih dari seratus hitungan per menit.
"Apakah diam itu sunyi?"
Sebuah pertanyaan yang kerap engkau goreskan di dinding hati....
Seperti biasa, waktu tak pernah bisa mengalahkanmu dalam diam. Karena waktu terus berputar dan berjalan meninggalkan kita.
"Berisik!"
Isyaratmu mengatakan itu.
Karena angin mulai memainkan iramanya di rumpun bambu pagar halaman dan itu mungkin menjawab pertanyaan yang kau ajukan sendiri. Sebelumnya. Diam itu sunyi!
Aku tak pernah dihinggap jemu. Meski berlama-lama menemanimu, yang selalu bisa berasik masyuk dengan diammu. Sedangkan bibirmu tak juga mengucapkan sepatah kata.
Mungkin ini yang dinamakan takdir, saat Tuhan menyatukan kita dalam cinta. Dua anak manusia yang bicara dari hati ke hati.
Aku tak pernah bisa mendengar perkataan rindu dari bibir seorang gadis bisu yang mencintaiku. Sedangkan aku tak bisa melihat senyummu dengan kedua mataku yang buta.
Mungkin pelukan hangat dan kecupan mesra bibirmu, yang berkata;