Mohon tunggu...
Pipiet Senja
Pipiet Senja Mohon Tunggu... profesional -

Seniman, Teroris Tukang Teror Agar Menjadi Penulis, Pembincang Karya Bilik Sastra VOI RRI. Motivator, Konsultan Kepenulisan, Penyunting Memoar: Buku Baru: Orang Bilang Aku Teroris (Penerbit Zikrul Hakimi/ Jendela)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suara Hati Dari Shelter BMI Hong Kong: Mereka Menanti Kasus Selesai

28 Juli 2010   00:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:33 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Shelter FKMPU "Saya sudah tak tahan lagi, dipekerjakan sebagai loper koran dan majalah. Ini menyalahi kontrak dan melanggar aturan, hukum yang berlaku di Hong Kong. Kalau ketahuan polisi Hong Kong saya sendiri bisa kena dan dihukum. Jadi, begitu tahu hal ini melanggar hukum, ya, saya pergi dari rumah majikan," tutur Yuni (23), gadis berasal dari Malang yang kini terpaksa harus tinggal di shelter FKPMU, salah satu penampungan bagi para nakerwan yang tertimpa masalah yang sering dibantu oleh Dompet Dhuafa Hong Kong. Selama hampir dua tahun (kontrak pertama) tinggal tujuh bulan lagi, Yuni dipekerjakan bukan sebagai pembantu rumah tangga, melainkan tukang antar koran dan majalah di kawasan Causeway Bay, Hong Kong. Ia melakukan pekerjaannya itu nyaris tanpa jeda dengan berjalan kaki, mulai pukul empat subuh hingga petang hari. Malam pun Yuni sibuk mengepak barang, mensortir koran atau majalah yang sudah dan akan diedarkan keesokan harinya. Shelter Bethunehouse Yuni tidak sendirian, ternyata banyak juga TKW Indonesia yang sedang tertimpa masalah, dan mereka tinggal di shelter-shelter. Ada lima shelter yang bersinergi dengan Dompet Dhuafa Hong Kong dalam hal mencari solusi kasus mereka, yakni; shelter Al-Istiqomah, Cristian Action, FKMPU, Islamic Union, Jordan. Dompet Dhuafa HK pun memiliki dua shelter yakni; shelter Iqro dan Berkah di kawasan Haven Street. "Saya meninggalkan rumah majikan, karena underpay dan sering disiksa majikan perempuan," aku Rasmi (30), kontrak pertama telah dijalani, memasuki kontrak kedua baru lima bulan. "Saya menerima gaji 2100 dolar HK, tapi harus menandatangani kwitansi total gaji 3580 dolar HK, standar gaji BMI Hong Kong," lanjutnya pula, ketika kami bertemu di shelter Iqro pada kesempatan taklim Bidadari Fajar, kegiatan subuh yang diselenggarakan rutin oleh Dompet Dhuafa Hong Kong. Majikan suka menyuruh Rasmi mencuci mobil tengah malam bahkan pukul dua dinihari. Penderitaan Rasmi terus berlanjut, karena majikan perempuan hobi sekali menganiaya. Tamparan, jambakan, pukulan dan tendangan merupakan menu sehari-hari buat ibu dua anak yang nekad mengais rezeki di negeri beton ini, demi mengubah nasib keluarganya di Wonosobo. "Saya tahu Dompet Dhuafa HK dari seorang teman yang saya temui di holaqoh Wanchai. Saya memutuskan meningalkan rumah majikan, dan tinggal di shelter Iqro. Kasus saya baru sampai tahap meeting kemarin," tutur Rasmi dengan wajah letih sekali. "Alhamdulillah, sejak tinggal di shelter Iqro ini, kondisi batin saya mulai nyaman. DSaya mendapatkan pencerahan setiap menghadiri taklim Bidadari Fajar. Ustadz Ghofur, Bu Melani dan teman-teman sangat memberi semangat, sering mendoakan kami yang sedang tertimpa masalah." Ketika ditanya, apakah ia masih ingin melanjutkan kerja di negeri beton ini, ibu dua anak itupun mengangguk tegas. Alasannya, ia belum memberi banyak untuk keluarga besarnya di Wonosobo. Dua anaknya yang dititipkan kepada orangtua masih kecil, sulungnya 9 tahun, bontotnya hamper 5 tahun. Jadi, Rasmi terpaksa meninggalkan anaknya yang terkecil saat masih berusia 2 tahun. Di tengah gempita istilah yang sering dikumandangkan oleh para birokrat; Pahlawan Devisa, dengan segala keberhasilannya, kenyataan di lapangan bicara lain. Masih banyak kisah memilukan, memiriskan hati dan acapkali tampak sebagai gelombang badai beraroma; ketakadilan, kezaliman dan kekejian tiada teperi. Bahwa Yuni dan Rasmi hanyalah merupakan secuil saja dari kasus-kasus yang tengah dihadapi oleh para nakerwan Indonesia di Hong Kong, ini kenyataan yang wajib diperhatikan oleh pihak-pihak terkait. Bukan sebaliknya, justru pihak LSM, baik yang bervisi-misi Islam maupun nonmuslim yang selalu cepat tanggap dalam mengulurkan bantuan, bahkan mencarikan solusi bagi mereka. "Saya ikhlas menerima kenyataan ini, hanya dapat gaji sebulan dan tiket untuk pulang. Biarlah kasus penganiayaan yang menimpa saya tidak perlu diperhitungkan. Bisa lama urusannya," demikian pengakuan Kasinem, mantan TKW yang pernah tinggal di shelter Iqro selama dua pekan, dan memutuskan pulang ke kampung halamannya di Lampung, nyaris dengan tangan hampa. Shelter Matim di Macau (Pipiet Senja, Causeway Bay-Hong Kong)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun