Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ngekos

3 Agustus 2020   22:25 Diperbarui: 3 Agustus 2020   22:34 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Katakanlah ini malam terakhirku berada di tempat ini. Barangkali telah dua tahun lebih, aku menempati kosan milik seorang dosen di kampus. Yang terbilang murah, asalkan konsisten menjaga kebersihan serta kerapian ruangan, ta'at aturan, ikuti SOP negara ini, dipastikan pemiliknya akan lebih ramah pada kami.

Pernah Ibu Kos datang kemari bertemu meneken kontrak untuk setahun ke depan. Hari sebelumnya, kami berduyun gotong royong mengelap sana sini, membereskan barang-barang kami, yang berserak bak kapal pecah. Dapur adalah satu di antara ruang yang sering kami gunakan untuk bereksperimen, mengadu kelayakan kami sebagai calon pasangan idaman, yang terampil memasak segala menu makanan. Sepantasnya, jika dapur harus menjadi pertimbangan utama untuk disulap agar kembali perawan, bersih, kinclong, dan menawan enak dipandang.

Dredeg hati kami berdentuman, ketika Ibu Kos bersama suami tiba di kosan kami. Harap-harap cemas perasaan kami, akankah ini pertanda hari baik, atau sebaliknya. Kami akan dipersilahkan angkat kaki, mbambung nyari penginapan anyar. Semoga tak demikian, ya Tuhan...

"Ini helai rambut siapa?" tanyanya. Hening seketika. Ibu memandangiku tajam, sorotnya dalam, agak menggerutu alis kirinya melengking sedikit. 

Aku coba hela napas, ayo tenanglah, jawablah. Dalam hatiku spontan saja, walau hanya terhitung sekian detik. Namun, aku merasakan dialektika komunikasi, antara aku-aku dan aku, Ayo cari celah, mosok kamu tak bisa menjawab pertanyaan SD itu. Ingatlah Abu Nawas, segelas kopi di warung bersama Gus...

Emm.. E... A... "Anu.. anu.. itu sehelai rambut Mas John, kebetulan dia akhir-akhir ini stress, domba kesayangan di desanya kabur satu. Nanti akan saya bereskan" pungkasku hati-hati. 

"Oh.. Menyedihkan sekali, saya turut berduka cita. Kebetulan saya juga peternak domba di sini. Jika temanmu berminat untuk memelihara jenis China, silahkan tawarkan saja, dengan senang hati...."

"Sebentar.. Kontrak kita bagaimana, Bu?"

"Oh... Kertasnya ketinggalan......"

Terdiam semua.

2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun