Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Say Goodbye to Gatot?"

23 Juli 2018   11:38 Diperbarui: 23 Juli 2018   11:57 1621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak hanya memiliki modal secara elektabilitas, Gatot juga tergolong memiliki kekuatan politik yang cukup lengkap dan mewakili kekuatan politik utama negeri ini. Tidak ada yang bisa melepaskan fakta bahwa Gatot adalah seorang mantan Panglima TNI, jabatan tertinggi tentara di negeri ini. Jabatan tersebut menjadi modal utama yang mumpuni untuk mengejar jabatan politik apapun.

Selain itu, Gatot juga dikenal dekat dengan kelompok Islam. Kehadirannya di Aksi 212 menimbulkan citra semacam itu dalam diri mantan Pangkostrad tersebut. Praktis, Gatot sudah mengantongi modal berupa dukungan dari salah satu kelompok utama di negeri ini.

Meski begitu, nyatanya nasib jenderal bintang empat tersebut tergolong malang. Langkah Gatotnyapres hingga saat ini masih belum mencapai titik terang. Alih-alih mendapat tiket resmi sebagai capres, namanya justru hilang di balik bayang-bayang figur-figur lain.

Ganjalan utama pria kelahiran Tegal tersebut adalah ia bukan tokoh partai politik. Meski rajin bertemu elite-elite parpol, belum sekalipun sang jenderal menyatakan kesediaan bergabung dengan mereka. Kondisi ini jelas menyulitkan parpol untuk mengusungnya yang kerap berharap bisa mengusung kader asli partai.

Jalur nonpartisan ala Gatot ini memang tidak selalu mudah untuk ditempuh. Dalam beberapa kasus, ada banyak politisi yang gagal melaju ke pemilihan sebenarnya karena tidak mendapatkan tiket pencalonan dari partai. Padahal, dari sisi popularitas kandidat tersebut cukup diperhitungkan.

Gatot Nyapres Terhalang Parpol

Secara spesifik, nasib Gatot yang terkatung-katung jelang Pilpres ini berasal dari sifat-sifat parpol di negeri ini. Ada koalisi besar yang tengah mengemuka saat ini dan mereka memiliki karakteristik masing-masing yang menyulitkan langkah Gatot menuju Istana.

Kategorisasi partai memang banyak ragamnya. Dalam konteks ini, kategorisasi yang digunakan adalah presidentializedparty (partai terpresidensialisasi) dan juga personalized party (partai terpersonalisasi/personal). Jika diperhatikan, koalisi yang berpotensi terbentuk saat ini digawangi oleh partai-partai dengan dua karakteristik tersebut.

Secara konsep, presidentialized party kerap diartikan sebagai partai yang mengincar kemenangan di tingkat Pilpres. Partai seperti ini umumnya hanya mengejar coattail effects atau efek ekor jas dari presiden yang diusung. Konsep ini diungkapkan misalnya oleh Thomas Poguntke dan Paul Webb.

Say Goodbye to Gatot?
Say Goodbye to Gatot?
Terlihat bahwa partai-partai yang ada di dalam koalisi pendukung Jokowi dapat dikategorikan sebagai presidentialized party. Partai-partai ini tampak mencari aman dan ingin mendukung kandidat presiden yang mereka kira pasti menang. Dengan begitu, mereka berharap bisa menumpang popularitas presiden yang diusung.

Sementara itu, personalized atau personalisticparty memiliki ciri-ciri yang berbeda. Partai ini amat bertumpu pada patronase yang kuat dengan adanya pemimpin yang kharismatik. Nyaris semua hal berpusat dari sosok pemimpin ini termasuk popularitas partainya. Kategorisasi seperti ini dilakukan misalnya oleh Richard Gunther dan Larry Diamond.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun