Mohon tunggu...
Ayu Wilujeng
Ayu Wilujeng Mohon Tunggu... wiraswasta -

Semua orang berhak punya mimpi. @Lujeng_Ayu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kehidupan Baru bersama Mertua

11 Januari 2016   07:20 Diperbarui: 11 Januari 2016   07:41 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima tahun, 8 bulan bukan waktu yang singkat. Akhirnya, setelah putus sekali dan bertengkar ratusan kali, kau nikahi aku juga. Lihat, sudah baikkah aku sebagai seorang istri? Yang bangun setiap pukul lima pagi, shalat subuh, membangunkanmu sampai benar-benar bangun, mencuci semua piring, gelas, mangkuk, panci, wajan, dan teman-temannya, membantu ibumu memasak, menyapu semua ruangan di dalam rumah. Sudah baikkah aku menurutmu? Maafkan kalau menyapuku kurang bersih. Maafkan kalau sayurku terlalu asin. Maafkan kalau beberapa kali aku terlambat bangun. Sampaikan pada ibumu.

Berapa hari sudah kita bersama? Sebelas hari, ya?  Dan, sekali pun aku belum pulang ke rumah orang tuaku. Bukan, bukan karena kamu melarang, aku saja yang ingin berbakti betul-betul kepadamu dan ibumu. Sudah baikkah niatku ini?

Sebelum aku memutuskan tinggal bersama ibumu, aku sudah menyaksikan banyak drama anatara mertua dan menantu. Lihat di mana? Di sinetron dan di kehidupan nyata sahabatku. Panikkah aku? Ya! Tapi aku sudah banyak belajar dari apa yang kulihat. Kuncinya cuma satu kalau ingin betah tinggal satu atap bersama mertua: cuek!

Bukan maksudku kurang ajar. Tapi sekali lagi, aku sudah melihat sendiri bagaimana sahabatku resah dan gelisah tiap berada di rumah mertuanya. Tangisnya tak pernah reda. Kalau kutanya ada apa, jawabnya selalu sama: sungkan!

Ibu dan bapak suaminya sangat baik. Mengurus sahabatku layaknya anak sendiri. Dan segala macam kebaikkan selalu tercurah tanpa henti padanya. Tapi bukannya bahagia, dia malah tertekan. Ada apa ini? Drama apa lagi?

Rupanya dia salah tingkah. Dia merasa tak punya ruang gerak. Apa yang dikerjakan, selalu ada campur tangan mertuanya. Sekalinya dia mendapat teguran, dibawanya sampai jatuh stress. Dipirkannya setiap kata mertua yang keluar untuknya. Itu yang membuatnya selalu sungkan dan lama-lama tertekan. Aku tidak mau seperti itu! Aku akan bersikap sewajarnya. Melakukan yang bisa kulakukan. Merubah apa yang bisa kurubah. Selebihnya, kalau ada keinginan mereka yang bertentangan dengan diriku yang sebenarnya, biarlah apa pun yang mereka kata terhadapku. Aku cuek, asal tidak berakhir stress.

Lalu satu masalah menghapiriku. Sikap cuek yang kubangun dari awal, runtuh!

Cara berpakaianku yang sederhana rupanya sedikit menganggu kakak tercintamu. Maafkan aku yang terlalu cuek, sampai-sampai di acara resepsi kita pun aku memakai gamis tanpa kerlap dan kerlip. Berkali-kali kakak tercintamu menegurku. Ah, harus jawab apa aku? Cukupkah hanya dengan kekehan manja? hehehe... Ya, setidaknya aku bisa menabaikan teguran itu dan kembali menikmati status baruku, istrimu.

Masalah lain muncul, ketika ibumu mengajakku menghadiri sebuah pengajian rutin di mushola dekat rumah. Katamu, ikut saja. Baik, aku patuh. Dan, kau tahu? Di sana, aku satu-satunya yang tidak tahu apa-apa. Saat semua membaca ayat suci al quran dengan mendayu-dayu, aku hanya diam membisu. Bukan, bukan karena aku tidak bisa membacanya, tapi karena aku baru mendengar ayunan nada yang sepeti itu. Lalu sebuah mic muncul begitu saja di depan mukaku. Apa? Aku harus membacanya dengan lagu seperti itu? Mana kubisa? Mendengarnya pun baru sekali ini. Lalu gelengan manja kepalaku terjadi begitu saja. Kutebal-tebalkan mukaku, kutahan maluku.

Dan, satu persatu masalah muncul. Mungkin hanya aku yang menyebutnya masalah. Kamu, kakakmu, ibumu, tidak akan pernah mengira aku menyebutnya masalah. Karena memang yang kalian lakukan adalah mengajarkanku sebuah kebaikan. Aku saja yang keras kepala dan tidak siap dengan perubahan yang tiba-tiba, juga seketika.

Aku adalah orang yang begitu mencintai zona nyamannya. Jangan sekali-kali mengusikku, apalagi memaksaku keluar dari zona nyaman. Banyak perubahan yang dituntutkan padaku, perubahan yang sangat jauh lebih baik. Aku sadar itu. Tapi sekali lagi, ingatkah kamu berapa hari sudah kita bersama? Ya, sebelas hari. Kamu sadar, sebelas hari ini aku sudah dituntut berubah banyak. Salahkah jika dalam sebelas hari ini aku masih bodoh dengan semua ajaran di rumahmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun