Mohon tunggu...
Pinanggih Rahayu Tri Astuti
Pinanggih Rahayu Tri Astuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tantangan Tanggung Jawab Etika Jurnalisme di Era Post-Truth

11 Januari 2024   07:56 Diperbarui: 11 Januari 2024   08:35 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada era revolusi digital saat ini informasi dapat tersebar dengan sangat masif. Sebenarnya hal ini menjadi sesuatu yang positif jika informasi tersebut fakta, namun sayangnya saat ini banyak sekali informasi-informasi yang tersebar dengan sangat cepat namun ternyata berita tersebut hoax. Kredibilitas sebuah informasi maupun berita menjadi sangat dipertanyakan. Umumnya berita-berita hoax ini menyebar dari media-media alternatif seperti Facebook. 

"Menkeu Sri Mulyani Mengundurkan Diri", "Prabowo Subianto Tolak Debat Ketiga", "Menkopolhukam Mahfud MD Di-Reshuffle" merupakan beberapa informasi yang tersebar di media alternatif Facebook yang ternyata adalah sebuah berita hoax dan berita ini sangat ramai dibaca oleh pembaca karena memiliki sensitivitas yang tinggi. Penyebaran berita hoax ini menjadi sangat berbahaya karena saat ini kita hidup dalam Era Post-Truth. Maka dari itu tanggung jawab dari Etika Jurnalisme di Era Post-Truth menjadi sangat penting.

Dalam kamus Oxford, Era Post-Truth merupakan sebuah situasi yang dimana emosi dan juga keyakinan pribadi lebih berpengaruh ketimbang dengan fakta dalam membentuk sebuah opini publik. Kondisi Post-Truth biasanya memuncak dalam kondisi-kondisi politik yang lebih digerakkan oleh sentimen emosi. 

Dalam situasi ini, biasanya informasi-informasi hoax akan memiliki pengaruh yang lebih besar ketimbang dengan informasi-informasi fakta. Namun selain penyebaran berita-berita hoax di media alternatif tadi, salah satu hal yang menandai adanya Era Post-Truth adalah kebimbangan media serta jurnalisme dalam menghadapi pernyataan-pernyataan yang kurang tepat dari para politisi. Seperti contohnya adalah pada pemilihan presiden di Amerika Serikat pada tahun 2016, dimana saat itu media-media sering kali menyiarkan berita bohong terkait dengan Donald Trump, yang nyatanya justru membuat Donald Trump semakin populer dna juga kebohongan-kebohongannya tersebar dengan sangat luas. 

Di dalam Era Post-Truth ini, fakta-fakta sering kali dikesampingkan demi kepentingan politik maupun ideologis, sehingga tanggung jawab akan etika jurnalisme menjadi krusial. Dimana jurnalisme juga merupakan salah satu pilar utama dalam penyampaian dan juga penyebaran berita maupun informasi yang akurat kepada masyarakat luas. Dalam konteks ini maka tanggung jawab etika jurnalisme akan menjadi salah satu hal yang penting, untuk dapat mencegah penyebaran informasi yang salah.

Di Indonesia sendiri kode etik jurnalisme di tetapkan oleh Dewan Pers pada Peraturan Dewan Pers Nomor:6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 yang mana di dalamnya terdapat 11 Pasal. Dalam peraturan terkait dengan Kode Etik pasal 1 ditegaskan bahwasannya Wartawan Indonesia harus dapat menghasilkan sebuah berita yang akurat, berimbang, independen serta tidak beritikad buruk. 

Lalu pada pasal 4, sudah dijelaskan dengan jelas bahwa Wartawan Indonesia tidak boleh membuat sebuah berita yang bersifat Fitnah, Sadis, Cabul dan yang paling utama adalah berita Bohong. 

Kode Etik ini menjadi sebuah komitmen yang seharusnya di pertanggung jawabkan oleh para pembuat berita agar berita yang dibuat tidak melanggar kode etik jurnalistik ini. Kredibilitas sebuah media dapat dibangun dengan menjalankan semua etika jurnalisme serta standar moral, juga bersifat independen dengan berorientasi dengan kepentingan umum. 

Dengan adanya dinamika terkait dengan Era Post-Truth, Media dihadapkan dengan tantangan dimana harus tetap bisa memberikan informasi yang akurat tanpa berorientasi pada sebuah kepentingan khusus. Tanggung jawab terkait dengan etika jurnalisme harus dijalankan dengan baik. Walaupun banyak media yang mengalami banyak tantangan dalam menjalankan tanggung jawab etika jurnalisme. Seperti salah satunya adalah persaingan yang ketat yang membuat banyak media bersaing guna mendapat perhatian dari para pembaca yang cenderung tertarik dengan judul-judul yang bersifat sensasional sehingga banyak media yang akhirnya membuat judul-judul dengan narasi sensitif agar menarik para pembaca, namun dalam hal ini media harus tetap konsisten dan menjaga etika jurnalisme di tengah maraknya persaingan media.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa saat ini pada Era Post-Truth, berita-berita dengan tingkat sensitivitas yang tinggi jauh lebih diminati. Namun perlu ditegaskan kembali bahwasannya terdapat kode etik jurnalistik yang tetap harus ditaati oleh para pembuat berita. Menurut saya ini merupakan sebuah tantangan dan tanggung jawab baru bagi teman-teman wartawan maupun orang awam dalam membuat dan menyebarkan sebuah berita maupun informasi karena dalam Era Post-Truth ini para pembaca berita nyatanya justru lebih senang membaca berita yang sejalan dengan emosi dan kepercayaannya yang mana biasanya menggunakan narasi yang sensitif. 

Pada kesimpulannya, tanggung jawab etika jurnalisme di Era Post-Trust ini sangat penting terutama untuk menjaga kredibilitas sebuah media serta membangun kepercayaan masyarakat. Wartawan dan semua masyarakat harus tetap paham dan berkomitmen pada prinsip-prinsip jurnalistik seperti kebenaran, independensi serta transparansi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun