"Peremajaan" anggota DPR  melalui pembatasan masa jabatannya menjadi sangat penting untuk kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang karena waktu itu berubah dan kita berubah dalam waktu. Mungkin masih dominan anggota DPR yang  berasal dari generasi baby boomer (1946-1964) dan generasi baby bust (1965-1980) yang berkharakter, berkomitmen, terstruktur, loyal, berorientasi pada karier, fleksibel, dan problem solver. Namun karena zaman telah berubah, regenerasi sumber daya kekuasaan perlu diekstafetkan kepada generasi milenial atau generasi Y (1981-1996) dan generasi Z (1997-2012). Â
Jabatan Amanah
Sesungguhnya, jabatan yang diperoleh melalui proses politik pemilu atau pemilukada adalah jabatan amanah. Artinya, jabatan yang diemban oleh anggota DPR, misalnya,  merupakan jabatan titipan karena masyarakat bangsa Indonesia menitipkan harapan akan kebenaran dan kebaikan kehidupannya. Harapan itu dibangun oleh kepercayaan  akan kejujuran, integritas, dan loyalitas untuk membangun kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemahaman jabatan politik sebagai amannah akan membangun konsepsi baru bahwa kerja DPR adalah kerja pelayanan publik: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Hal ini berarti bahwa jabatan amanah harus mempunyai dampak positif bagi kesejahteraan  masyarakat yang telah menitipkan amanahnya. Maka, jika ada anggota DPR yang terlibat dalam "nafsu" koruptif, kolutif, asusila, malas rapat, dan tidak produktif (menghasilakan undang-undang), anggota DPR tersebut tidak menjalankan amanah dari jabatan yang diberikan kepadanya.Â
Di samping itu, jabatan amanah bukanlah sebuah  profesi yang diperoleh dari perjuangan individual sehingga berdampak pada "tuntutan harga". Memang benar, sebelum menjadi anggota DPR, masing-masing orang mempunyai profesi: dokter, advokat, guru, hakim, jaksa, tentara, polisi, pengusaha, artis, atlet, dosen, dan lain-lain. Semua "dikumpulkan" menjadi satu dalam pelayanan publik, yang tentu saja menghargai adagium "setiap pekerja patut mendapat upahnya".
Oleh karena itu, jabatan amanah tidak dapat dipertahankan sebagai "milik" pribadi atau turun-temurun. Harus ada kesadaran untuk mengekstafetkan kerja pelayanan publik itu kepada generasi berikutnya melalui pembatasan masa jabatan anggota DPR.