Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seandainya Nyapres Semudah Menyanyikan "Disco Lazy Time"

27 Agustus 2020   13:16 Diperbarui: 27 Agustus 2020   13:04 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Giring Ganesha. Ilustrasi gambar dari nasional.kompas.com 

Kabar Giring Ganesha, salah satu politisi PSI (Partai Solidaritas Indonesia), yang sudah memantapkan hati menjadi calon presiden sukses membuat heboh masyarakat se-Indonesia Raya. Pasalnya eks vokalis grup band Nidji itu masih terhitung sebagai pendatang baru dalam dunia politik tanah air.

Saat ini memang sedang menjabat sebagai Plt Ketum PSI, karena Grace Natalie sedang melanjutkan kuliah di luar negeri. Tapi kiprah yang lebih luas seperti menjadi pemimpin daerah, pejabat publik, anggota badan legislatif atau pemimpin organisasi besar belum dilakoninya.

Padahal kita sama-sama tahu, ajang pilpres adalah salah satu ajang politik yang paling menguras strategi, emosi dan energi (berkaca dari pilpres tahun 2019 lalu). Banyak tarik menarik politik dan kepentingan yang bermain di sana, jadi tanpa pengalaman politik yang memadai dan strategi yang jitu, langkah Giring tidak bakalan mulus.

Jangankan menjadi calon, untuk menjadi bakal calon pun aral besar sudah menanti di depan. Rintangan terbesar yang harus dilewati adalah ambang batas parlemen dan ambang batas presiden. Saat ini PSI yang menjadi partai pengusung tidak memiliki wakil di senayan karena perolehan suaranya secara nasional tidak mencapai ambang batas parlemen.

Oleh karena itu untuk mengajukan calon presiden, PSI harus melalui jalur koalisi dengan partai-partai lain guna memenuhi kuota diajukan minimal 20% dari kursi di DPR. Sementara itu, partai-partai lain yang punya kursi tentu juga punya gacoan capres masing-masing.

Selain itu, seperti sudah dipaparkan di atas, Giring belum punya banyak pengalaman praktis yang dapat membantunya dalam membangun strategi memimpin masyarakat. Praktis, support system politik yang dimiliki hanyalah mesin partai dalam hal ini PSI. Namun kembali lagi ke point sebelumnya, PSI tidak punya wakil di senayan jadi harus berkoalisi dengan partai lain.

Jika mencermati statement Giring Ganesha, jurus yang diandalkannya untuk meraup suara adalah figurnya yang dianggap mewakili generasi muda. Pada saat perhelatan pilpres 2024 nanti, negara kita memang sedang merasakan imbas bonus demografi, sehingga komposisi pemilih nanti akan didominasi oleh pemilih berusia muda.

Tapi berbekal itu saja tidak cukup karena capres pesaing dan partai yang menaunginya pun pasti punya strategi-strategi untuk menggaet suara orang muda.

Tidak bisa dipungkiri lagi, "jalan ninja" Giring Ganesha untuk menjadi capres memang cukup berat.

Idealisme Versus Gimik

Sayup-sayup saya mendengar lagu Disco Lazy Time dalam kepala saya. Lagu yang dinyanyikan Giring saat masih tergabung dalam band Nidji ini rilis pada tahun 2007 dalam album Breakthru'. Saat itu lagunya menjadi salah satu lagu hits tanah air. Diputar di mana-mana dan bertengger berminggu-minggu di top chart stasiun radio dan televisi.

Lagu Disco Lazy Time ini cukup mewakili karakter bersenang-senang ala orang muda sekalipun hati sedang gamang.

Ah, seandainya saja jalan menjadi capres ini bisa semulus jalan menjadi seniman, Giring Ganesha pasti punya kans yang lebih besar.

Dari segi idealisme, kita patut memberi apresiasi setinggi-tingginya kepada PSI cq Giring Ganesha. Setiap warga negara punya hak mencalonkan diri sebagai presiden selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Kesediaan Giring menjadi calon presiden mengindikasikan kepedulian kepada kondisi politik kita. Apalagi PSI punya brand sebagai partainya orang muda yang diharapkan dapat membawa angin segar bagi kancah perpolitikan tanah air.

Tapi idealisme saja tidak akan membawa Giring jauh melangkah ke depan.

Ini yang membuat kita lalu bertanya-tanya, apa sebenarnya goal yang hendak dicapai dari embusan kabar capres ini?

Sejumlah pengamat politik memberikan jawaban senada. Kabar Giring yang siap menjadi capres ini dilontarkan PSI sebagai gimik politik belaka.

Selama ini partai yang memiliki calon presiden biasa mendapat keuntungan elektoral, bahkan untuk partai baru yang belum punya kursi di senayan seperti PSI.

Kegagalan PSI meraup suara di tingkat akar rumput pada pemilihan legislatif tahun lalu menandakan kader-kader PSI di daerah belum berhasil membangun engagement yang cukup kuat dengan konstituennya atau masih banyak masyarakat yang belum familiar dengan PSI.

Kalau dari jauh hari nama Giring di bawah bendera PSI sudah digembar-gemborkan sebagai salah satu calon presiden, akan lebih banyak orang yang "ngeh" kalau PSI ada dan tinggal di antara kita.

Saya cenderung setuju dengan analisis ini. Jadi Giring Ganesha nyapres hanyalah isu yang diangkat ke permukaan. Tujuan utamanya adalah nama PSI lebih dikenal masyarakat. Gol atau tidak gol sebagai capres, tidak masalah, yang penting keuntungan elektoral sudah dalam genggaman PSI. Inilah strategi yang digunakan untuk menarik napas yang lebih panjang lagi sebagai partai politik. (PG)

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun