Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jejak Facebook

20 Februari 2015   03:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:52 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424352004456183671

Langit kelam di atas sana menambah mendung benak Aldo.

Hari ini genap sudah 40 hari kawan terbaiknya, Rian, berpulang. Pada hari naas itu, siswa-siswi sekelas mengadakan rekreasi ke danau alam yang berada di luar kota. Suasana rekreasi berjalan terlalu normatif, sehingga Aldo, Rian dan beberapa kawan lainnya mendadak melakukan “kenakalan” kecil. Mereka nekat masuk ke zona larangan bagi pengunjung. Tak jauh dari danau memang ada sebuah telaga kecil yang lebih sepi, lebih sejuk dan airnya lebih jernih sehingga lebih menggugah niat untuk berenang sepuasnya. Kelihatannya telaga itu juga tidak berbahaya. Walaupun di depan ada tanda larangan masuk bagi pengunjung, tidak nampak tanda larangan dilarang berenang dalam telaga tersebut.

Enam remaja nekat tersebut pun tanpa berpikir macam-macam lagi langsung menceburkan diri dan berenang puas di telaga tersebut. Memang awalnya kesenangan mereka berjalan lancar. Sampai beberapa saat kemudian, peristiwa tragis yang tidak diharapkan terjadi. Rian yang posisinya agak ke tengah telaga, tiba-tiba berteriak histeris sambil mengangkat-angkat tangannya. Dia kelihatan mengalami kejang-kejang. Aldo dan seorang kawan lain yang berada dekat posisinya, berenang secepatnya ke arah Rian. Tapi terlambat. Rian keburu tenggelam ke dalam telaga sebelum mereka sampai dan tidak pernah kembali ke permukaan lagi.

Setelah kelima remaja yang tersisa mengumpulkan keberanian untuk melaporkan peristiwa tersebut, setengah jam kemudian, tim SAR lokal bersama beberapa warga membantu mencari Rian dengan berenang dan menyusuri setiap sudut telaga tersebut. Tapi pencarian selama berjam-jam tidak membuahkan hasil.

Barulah setelah hari menjelang malam terjadi kegemparan, saat jenazah Rian ditemukan terapung di tepi danau tempat rekreasi. Memang ada cerita turun temurun di tengah-tengah masyarakat sekitar kalau danau dan telaga tersebut terhubung oleh semacam terowongan alam. Belum pernah ada orang hidup yang membuktikan kebenaran cerita tersebut. Masyarakat hanya mendasarkan analisanya dari fenomena maut seperti yang baru saja terjadi. Rian memang bukan korban pertama.

Sesaat setelah jenazah Rian ditemukan, Aldo tidak peduli lagi pada kata-kata pahit disertai ekspresi ketakutan dari guru-guru pendamping mereka. Dia hanya mencoba membayangkan bagaimana beraktivitas tanpa kawan baiknya itu.

***********

Sekalipun kejadian tersebut sudah ditinggalkan puluhan hari di belakang, Aldo sepertinya belum benar-benar plong melepas kepergian sahabatnya. Andai saja dia bisa memutar waktu dan pada hari naas itu dia mencegah Rian agar jangan sekali-kali berenang dalam telaga itu, andai saja dia bisa mencegah aksi nekat mereka menerobos pagar pembatas larangan pengunjung, andai saja mereka tidak melakukan rekreasi tersebut. Ah, terlalu banyak andai saja……

Di dalam kamarnya yang berpendingin udara, Aldo berselancar pada halaman-halaman facebook memandangi satu persatu gambar di timeline Rian untuk mengenang kebersamaan mereka. Film kehidupan pun berputar di kepala Aldo setiap kali sebuah foto mampir dalam pandangannya. Foto bersama saat mereka lulus SMP, foto saat memancing di empang mang Rojak, foto disela-sela praktikum kimia, saat pak Farhat guru praktikum mereka kena diare mendadak, foto saat Rian mendapat motor pertamanya…..

Aldo tersenyum getir. Memandang satu per satu gambar tersebut semakin menambah rasa kehilangannya.

Dia pun menulis status baru di dindingnya

“40th day…. Blom bisa lupa sama kegilaan dan senyum gokil elo, sob……. “

Udara dingin menyentak punggung Aldo. Dia berbalik sambil mengusap-usap punggung tangannya. Matanya diarahkan ke pendingin udara. Aldo pun langsung meninggalkan laptopnya dan mencari dimana gerangan remote AC berada. Cantolan remote di dinding nampak kosong melompong. Selimut dan bantal-bantal di atas tempat tidur dibolak-balik, tumpukan buku cetak dan komik di atas lemari buku juga sudah ditelisik tapi tetap nihil. Setelah mencari beberapa lama barulah remote AC tersebut terlihat batang hidungnya. Konyolnya, ternyata remote itu ada di belakang layar laptop-nya.

Aldo memaki dalam hati lalu mengambil remote tersebut dan menaikkan suhu AC kamarnya.

Saat kembali ke dinding facebook-nya Aldo mendapati sudah ada beberapa like dari kawan-kawannya terhadap statusnya  barusan. Tapi sejenak kemudian Aldo terperangah, ternyata dia sendiri termasuk yang me-like status tersebut.

“Perasaan setelah pasang status aku gak klik apa-apa lagi deh,” batin Aldo.

Setelah memperhatikan layar laptopnya beberapa saat barulah dia menyadari keanehan lain. Akun facebook yang sedang terbuka sepertinya bukan akun miliknya. Ini seperti halaman punya…. Ah, tidak mungkin.

Penasaran, Aldo segera mengklik tombol profil, barulah kelihatan jelas. Setiap postingan, setiap gambar, setiap aktivitas yang muncul di situ bukan miliknya. Itu milik sahabatnya,…. Rian. Untuk meyakinkan dirinya Aldo membuka inbox perpesanan dan mendapati…. Itu memang inbox pesan milik Rian. Bahkan masih ada riwayat chatting dan pesan keluar untuk Aldo, untuk dirinya sendiri.

Yang jelas dia tidak tahu menahu password facebook Rian, dan tidak pernah merasa membuka akun facebook lain selain facebook pribadinya. Mengapa akun facebook Rian terbuka dilaptopnya. Kalau bukan dia pelakunya, lantas siapa lagi?

Aldo pun baru tersadar, hawa di kamarnya justru semakin terasa dingin menggingit setelah suhu AC dinaikkan. Dia bergidik dan mendadak takut untuk memalingkan wajahnya ke belakang.

Tapi sepertinya tidak perlu. Aldo mendapati kawannya berdiri sedih di samping meja belajarnya, kawan yang harusnya sudah dibekap dinginnya tanah kuburan 40 hari yang lalu.

Sebuah teriakan histeris pun terdengar memecahkan langit senja hari itu.

____________________________

ilustrasi gambar dari: www.scaryforkids.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun