Mohon tunggu...
Bambang Wahyu
Bambang Wahyu Mohon Tunggu... Dosen - Suka musik blues, filsafat, dan karya sastra bermutu

The Dancing Wu Li Master

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Pengakuan: Multikulturalisme dan Tantangan Demokrasi

9 Agustus 2023   11:44 Diperbarui: 9 Agustus 2023   11:50 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masyarakat multikultur terdapat beberapa prasyarat antropologis demokrasi, yaitu meruangkan deliberasi publik, pemahaman interkultural dan kerja sama serta penentuan harkat komunal (communal self-determination) (Valadez, 2001: 341). Habermas (1996) menyebutkan ruang publik (Offentlichheit) adalah keinginan dan kemampuan membagi informasi dan ide bersama untuk membentuk opini publik melalui praktik diskursif atau dialog. Ruang publik merupakan ranah yang tidak diintervensi oleh negara dan kepentingan ekonomi. Deliberasi ruang publik merupakan upaya menghidupkan beragam praktik diskursif sebagai upaya demistifikasi yang politik dan menghidupkan antagonisme. Politik dan demokrasi bukan hal tabu untuk diperbincangkan. Perbedaan pendapat dan resistensi adalah konsekuensi logis yang mengiringinya. Praktik diskursif di pelbagai ruang publik memberikan banyak diskursus alternatif.

Adapun antagonisme menegaskan bahwa dalam demokrasi selalu terkandung makna "ruang kosong" kekuasaan di mana tak satu pihak pun yang berhak mengklaim sebagai pemilik tunggal serta temporalitas kekuasaan. Antagonisme memberikan peran politik bagi yang menang dan yang kalah. Oposisi biner dari pihak yang kalah merupakan konsekuensi demokrasi yang tak terelakkan. Dalam antagonisme, tujuan demokrasi deliberatif adalah mendeliberasi publik untuk berpartisipasi dalam merumuskan diskursus sosial dan kebijakan publik (Valadez, 2001: 31).

Pemahaman interkultural adalah penerimaan terhadap situasi sosial, many things to many people. Pluralitas dapat menjadi modal sosial yang efektif. Pemahaman interkultural dalam demokrasi deliberatif didasarkan pada dua prinsip, yaitu: a) rasionalitas publik sebagai pedoman prosedur politik, dan b) tindakan politik sebagai tindakan publik (Parkinson, 2006: 3). Validitas praktik diskursif atau dialog ditentukan oleh sejauhmana para partisan menjunjung tinggi rasionalitas tindakan dialogisnya, yang kemudian menjadi frame of reference semua pihak. Karena dilakukan di ranah publik maka praktik diskursif itu menjadi tindakan politik sehingga setiap tindakan politik bukan lagi privacy tapi telah menjadi diskursus sosial. Untuk itu diperlukan political imaginary dalam menghimpun daya kreatif menyusun skema ekuitas sesama warga negara. Becoming as one bukan uniformitas tapi kesediaan menerima "yang liyan" sebagai mitra dalam mengisi ruang sosial.

Apa relevansi politik pengakuan dengan demokrasi deliberatif? Keragaman interaksi sosial ditransformasikan ke ranah digital dan menjadi mediated social encounter. Persoalannya dinamika di ranah digital ini semakin luas tak mampu dibendung oleh partisi moral. Ranah digital menyusun ruang publiknya sendiri dan melepaskan diri dari legitimasi interaksi sosial.

Daftar Pustaka

Habermas, Jurgen. Between Fact and Norm: Constribution To A Discourse Theory of Law and Democracy. (trans, by William Rehg). Cambridge: MIT Press. 1996


Kymlicka, Will. Multicultural Citizenship: A Liberal Theory of Minority Rights. Oxford: Clarendon Press. 1995

_________________. Contemporary Political Philosophy (2nd edition). Oxford: Oxford UP. 2002

Parkinson, John. Deliberating in The Real World: Problem of Legitimacy in Deliberative Democracy. NY: Oxford UP. 2006

Taylor, Charles. Multiculturalism: Examining Politics of Recognition (edited by Amy Gutmann).

New Jersey: Princeton UP. 1994

Valadez, Jorge M. Deliberative Democracy, Political Legitimacy, and Self-Determination in Multicultural Societies. Colorado&Oxford: Westview Press. 2001

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun