Pada tahun 2024, TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial paling berpengaruh di dunia, terutama di kalangan generasi muda. Namun, dibalik popularitasnya, muncul kekhawatiran tentang dampaknya terhadap kemampuan fokus dan kreativitas penggunanya. Laporan dari Statistik menunjukkan bahwa rata-rata pengguna Tik Tok menghabiskan 90 menit per hari di aplikasi ini, dengan mayoritas konten dikonsumsi dalam bentuk video pendek 15-60 detik. Apakah kebiasaan ini mengubah cara otak generasi muda memproses informasi?
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Nature Communications (2023) menemukan bahwa konsumsi konten pendek secara berlebihan dapat mengurangi kapasitas otak untuk mempertahankan perhatian dalam jangka panjang. Penelitian ini melibatkan 1.200 partisipan dan menunjukkan bahwa mereka yang sering menonton video pendek cenderung lebih sulit menyelesaikan tugas membaca atau analisis yang membutuhkan waktu lebih dari 10 menit. Dr. Mark Williams, salah satu peneliti, menyatakan, "Otak yang terbiasa dengan stimulasi cepat akan kesulitan beradaptasi dengan aktivitas yang memerlukan kesabaran."
Selain mempengaruhi fokus, Tik Tok juga mengubah pola interaksi sosial. Survei dari Pew Research Center (2024) mengungkapkan bahwa 62% remaja merasa lebih nyaman berkomunikasi melalui pesan singkat atau video pendek daripada percakapan tatap muka. Beberapa ahli, seperti psikolog sosial Dr. Jean Twenge, memperingatkan bahwa hal ini dapat mengurangi kemampuan empati dan kedalaman hubungan antar manusia.
Menyadari dampak negatifnya, Tik Tok telah memperkenalkan fitur "Screen Time Limit" yang memungkinkan pengguna membatasi waktu penggunaan harian. Namun, efektivitas fitur ini masih dipertanyakan, karena banyak pengguna yang memilih untuk menonaktifkannya. Di beberapa negara, seperti Inggris, pemerintah mulai mempertimbangkan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi pengguna muda dari efek adiktif media sosial.
Beberapa komunitas dan sekolah mulai mengambil tindakan proaktif. Di Swedia, gerakan "Screen-Free Hours" mendorong siswa untuk menghabiskan waktu tanpa gadget selama jam sekolah. Sementara itu, platform seperti Substack dan Medium menawarkan alternatif konten panjang yang mendorong kebiasaan membaca dan berpikir kritis.
Tantangan terbesar saat ini adalah menemukan keseimbangan antara memanfaatkan teknologi dan menjaga kesehatan mental serta kognitif generasi muda. Tanpa kesadaran kolektif, kita berisiko menciptakan generasi yang terampil mengonsumsi konten, tetapi kehilangan kemampuan untuk berpikir mendalam dan berkreasi secara orisinal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI