Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

2 Remaja Kalimantan Temukan Obat Penyembuh Kanker Payudara

7 Agustus 2019   11:23 Diperbarui: 10 Agustus 2019   19:08 9061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aysa dan Anggina menang emas di WICO, Seoul. Gambar diolah dari jawapos.com

Kanker payudara semakin mengganas. Di kota besar sampai kota kecamatan, perempuan yang mengidap kanker payudara tidak lagi asing. Begitupun, dampaknya tetap mematikan.

Menurut situs cancer.org, saat ini kanker payudara adalah pembunuh wanita no. 2 (setelah kanker paru). Diperkirakan, 1 dari 38 orang wanita mati akibat kanker payudara setiap tahun.

Berbagai metode kedokteran telah dikembangkan untuk melawan penyakit ini. Operasi pengangkatan, terapi radiasi, terapi hormon. Yang paling dikenal adalah kemoterapi.

Dalam kemoterapi, dokter memakai sejumlah obat keras, seperti antrasiklin dan taxanes, untuk membunuh sel-sel kanker pasien. Efek samping yang ditimbulkan cukup menyiksa, dari pusing, mual, rambut rontok, kulit terkelupas, dan badan lemah. Banyak yang tidak tahan.

Karena itu, ketika Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri diumumkan sebagai pemenang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea, para penderita kanker payudara patut bergembira.

Dan, ini bukan hoaks. Beritanya di sini.

Temuan Aysa dan Anggina bermula dari tugas ekstrakurikuler di sekolah mereka. Mereka diminta untuk menerapkan ilmu yang didapat dari alam. Aysa teringat pada kisah nenek temannya yang sembuh dari kanker payudara setelah mengonsumsi akar bajakah.

Bajakah adalah tumbuhan khas Kalteng yang tumbuh liar di hutan. Suku Dayak telah lama menggunakannya untuk mengobati berbagai macam penyakit keras.

Pergilah Aysa dan teman-temannya untuk membuktikan kebenaran klaim itu. Mereka mencari sampel sampai di kecamatan Bukit Batu, Palangka Raya. Setelah didapat, contoh akar diperiksakan di laboratorium Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin. 

Hasilnya mencengangkan. Akar bajakah memiliki kandungan saponin, alkoloid, steroid, terpenoid, flavonoid, tanin, dan fenolik tingkat tinggi.

Para ahli telah lama mengetahui bahwa zat-zat fitokimia seperti itu merangsang enzim pelindung tubuh untuk mencegah proliferasi sel. Bawang putih, ekinasea, kunyit, teh hijau, ginseng, kulit manggis mengandung zat-zat tersebut. Namun, kandungan pada akar bajakah lebih tinggi dan lebih lengkap.

Termotivasi atas hasil itu, para remaja SMU itu pun mengolahnya supaya mudah dikonsumsi. Idenya simpel. Bubuk akar bajakah akan dikonsumsi seperti teh. 

Caranya? Akar yang telah dijemur ditumbuk lalu digiling sampai halus. Takaran yang dianjurkan 1 gram bubuk dicampur dengan setengah liter air. Super-irit.

Bak ilmuwan perusahaan farmasi profesional, mereka kemudian mengadakan uji coba pada tikus. Hasilnya menggembirakan. Setelah terapi selama dua minggu, sel tumor pada tikus percobaan memudar, dari positif menjadi nol sentimeter.

Hasil penelitian ini mereka ikutkan dalam lomba karya ilmiah Youth National Science Fair 2019 (YNSF) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. 

Tidak disangka, menang.

Berbekal kemenangan di Bandung, temuan itu sekali lagi dibawa pada ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan. Di sanalah obat kanker mereka diperkenalkan kepada dunia dan diumumkan sebagai juara.

Sekarang, kita tinggal menunggu kapan obat tersebut bisa diproduksi massal. Semoga harganya tidak semahal obat-obat untuk terapi kanker saat ini. Kita berharap pemerintah turut mengawal dari hak cipta hingga fabrikasinya.

Sebenarnya, masih banyak lagi tanaman herbal Indonesia yang berpotensi menjadi obat kanker. Kompas pernah memberitakan (2009) bahwa Prof. Ciptadi dan rekan-rekan di Universitas Palangka Raya sedang meneliti puluhan tanaman tradisional dari Kalteng. 

Beberapa terbukti mengandung senyawa-senyawa anti-kanker. Tanaman Saluang Belum misalnya, berdasarkan uji fitokimia, kaya dengan steroid dan flavonoid.

Selamat kepada Aysa dan Anggina.

Semoga semakin banyak peneliti muda mengangkat potensi herbal Nusantara. 

Jayalah Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun