Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Anak Jalanan di depan Rumah Tuhan

12 September 2025   10:08 Diperbarui: 12 September 2025   10:08 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Masih adakah hati yang mau peduli pada anak-anak Papua yang terlantar di pusat kota Merauke?"
*****
Pagi ini, Jumat, 12 September 2025, saya memasuki sebuah toko di kota Merauke. Di depan toko, dua anak Papua, berusia sekitar 6-8 tahun, sedang duduk. Salah satu anak sedang makan nasi kuning, satu lainnya duduk di sampingnya. Setelah beli lilin, saya keluar dari toko itu. Saya menatap kedua anak itu, seraya tersenyum pada keduanya. Kedua anak yang polos itu, tersenyum, tanpa sepah kata pun. Kami berpisah.

Saya pergi ke gereja megah yang terletak di tengah kota Merauke. Jarak antara gereja  dan toko itu tidak terlalu jauh. Di belakang gereja itu, ada gua Maria. Di tempat itu, saya dan banyak orang lain, biasa bakar lilin dan berdoa bersama Bunda Maria. Ketika saya tiba di gua Maria, seorang Ibu telah duduk berdoa dengan khusuk.

Saya mengambil satu lilin, membakarnya dan meletakkannya di pelataran, tempat lilin. "Mama Maria, semua ujud doa, permohonan dan persembahan hidup, saya serahkan dalam doa dan perlindungan Mama Maria. Antarlah pada Tuhan, Putramu, yang tidak pernah tolak Mama!"

Setelah bakar lilin, saya duduk merenung. Saya ingat dua anak di depan toko itu, dan ribuan anak Papua lainnya, yang senasib dengan kedua anak itu. "Tuhan, saya bisa bantu satu dua anak itu kah? Tapi, saya tidak punya pondok. Tuhan, tolong saya supaya saya bisa punya pondok, saya bisa ajak satu dua anak tinggal bersama saya dan sekolah."

Di dalam percakapan batin itu, saya yakin Tuhan pasti menolong. Tapi, bagaimana caranya? Saya tidak tahu, hanya Tuhan yang tahu caranya menolong saya, supaya saya memiliki pondok, dan bisa ajak anak-anak itu, tinggal bersama, ikut Misa pagi bersama, dan mengantar mereka ke sekolah.

Setelah berdoa di depan gua Maria, saya pulang melintasi gereja yang megah itu. Saya menatap gedung gereja megah itu. Setiap Minggu, umat memberikan derma, dengan nilai tak sedikit, puluhan juta setiap minggu. Tetapi, berapa persen derma itu digunakan untuk menolong anak-anak terlantar?

Saat keluar dari gerbang gereja, saya bertemu lagi dengan dua anak itu. Mereka berlari di trotoar lalu menyeberang jalan. Salah satu dari anak itu memegang lem di tangannya. Di Merauke, anak-anak itu dikenal sebagai "anak aibon-pengisap lem!" Seketika saya ingat doa saya di depan gua Maria tadi. Penuh harap, suatu hari nanti-entah kapan-satu dua anak bisa tinggal dengan saya, kami pergi Misa pagi dan saya bisa antar mereka ke sekolah.

Di Merauke, dan beberapa kota di tanah Papua, jumlah anak-anak Papua yang terlantar tidak sedikit. Meskipun, Papua merupakan daerah otonomi khusus, tetapi anak-anak terlantar tak merasakan otonomi khusus itu. Anak-anak tetap berada dalam kondisi tak berdaya. Pemerintah tidak memberikan perhatian serius dan berkelanjutan untuk menolong anak-anak itu.

Demikian halnya, Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke juga kurang menaruh perhatian pada anak-anak Papua yang terlantar ini. Gereja Katolik, merasa aman-aman saja di tengah penderitaan dan himpitan ekonomi anak-anak Papua yang terlantar ini. Anak-anak ini, bukan berada di kampung terpencil, melainkan di pusat kota Merauke, tempat gedung gereja megah, dan istana keuskupan Agung Merauke berdiri kokoh!

Pengalaman perjumpaan saya dengan anak-anak terlantar di pusat kota Merauke,  mengantar saya pada pertanyaan, "Masih adakah hati yang mau peduli pada anak-anak Papua yang terlantar di kota Merauke ini?" Saya berharap, ada orang baik mau menolong anak-anak ini. Semoga ke depan, ada satu dua anak pecandu lem itu bisa tinggal dengan saya dan menempuh pendidikan. Amin. [Merauke, 12 September 2025; 11.51 WIT]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun