Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merawat Api Aktivisme Robert Jitmau

5 Desember 2021   11:41 Diperbarui: 5 Desember 2021   11:56 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 2009, beban kerja Rojit semakin besar. Pemerintah provinsi Papua membangun pasar sementara untuk Mama-Mama Papua. Pada saat peresmian pasar sementara itu, pada tanggal 20 Desember 2009, Gubernur Barnabas Suebu memberikan dana hibah 1 miliar. Dana itu, dalam bentuk satu unit mobil truk untuk antar jemput Mama Papua dan uang tunai 600 juta untuk pembinaan.

Bagaimana kelola dana sebesar itu? Bruder Rudolf, Kaka Miriam Ambolon,  Rojit, dan kawan-kawan SOLPAP menggelar rapat dan membentuk Koperasi Pasar Mama-Mama Pedagang Asli Papua (KOMMPAP). Rojit harus mengawal koperasi ini. Ia mendampingi Mama-Mama sekaligus harus mengawasi operasional koperasi yang baru lahir ini.

Dalam perjalanan waktu, koperasi yang bergerak untuk unit simpan pinjam dan kios ini, tidak berjalan efektif. Dana 600 juta seakan hilang. Dalam sebuah rapat terbuka di tengah-tengah pasar sementara, tahun 2014, Mama-Mama bilang, "Kami tidak mau kembalikan uang yang kami pinjam, karena laporan tidak jelas." Rojit hadir di rapat itu. Dia berusaha menjelaskan kepada Mama-Mama terkait operasional koperasi. Dia tidak pernah marah dan tersinggung terhadap segala bentuk kritik dan protes terhadap dirinya. Dia menyikapi segala bentuk kritik terhadap dirinya dengan senyum khasnya.

*****

Advokasi pasar Mama-Mama Papua, dilakukan secara intensif sejak tahun 2007, melalui wadah Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP), yang diinisiasi SKP Keuskupan Jayapura, JPIC GKI Tanah Papua, Foker LSM Papua, tokoh individu seperti Pater Neles Tebay, Pendeta Beny Giay, dll. Sejak SOLPAP terbentuk, Rojit menjadi Sekretaris. Dia terlibat penuh mulai urusan surat-menyurat sampai pendampingan Mama-Mama di pasar. Karena itu, Rojit menjadi ikon perjuangan Mama-Mama Papua untuk mendapatkan pasar yang layak di tengah kota Jayapura.

Rojit telah menyalakan api semangat merebut kedaulatan ekonomi orang asli Papua yang terempas lantaran derasnya arus migrasi orang pendatang ke tanah Papua dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada orang asli Papua. Mimpi besar Rojit adalah orang asli Papua mendapatkan hak-haknya di bidang ekonomi. Ada perlindungan terhadap aktivitas ekonomi orang asli Papua. Bagi Rojit, pintu transformasi ekonomi orang asli Papua ada di hati perempuan, Mama-Mama Papua. Karena itu, kalau mau merebut dan menguasai ekonomi, berikan perhatian pada perempuan, Mama-Mama Papua yang sudah memiliki jiwa berdagang/berbisnis!

 

3. Pergi dalam Sunyi

 "Pit, saya di Biak. Ada ikut pelantikan wakil Bupati Biak. Jadi, ko ganti saya hadir di diskusi tentang Pasar Mama-Mama Papua di TV Papua, karena ko juga ikuti sejak awal proses advoksi pasar itu," tutur Rojit dari Biak melalui saluran telpon. Saya bilang, "Kaka, hormat. Saya tau proses advokasi pasar Mama-Mama Papua itu. Tapi, saya lebih suka dan minta supaya kaka cari kita pu kawan anak Papua yang omong, bukan saya!" Setelah "baku melawan" di telpon itu, Rojit mengalah. Dia minta salah satu, perempuan Papua yang aktif di pasar Mama-Mama Papua mewikili dirinya dalam diskusi itu. Itulah percakapan saya yang terakhir dengan Rojit pada awal bulan Mei 2016, saat dirinya berada di Biak. 

Pada hari Jumat, 20 Mei 2016, pada pagi hari, saya mendapat kabar dari Direktur SKPKC Fransiskan Papua, Kaka Yuliana Langowuyo bahwa Rojit meninggal. Jenasahnya ada di Rumah Sakit Bhayangkara. Saya tidak percaya! Baru dua minggu lalu, kami bicara lewat telpon. Percakapan di messenger terakhir pada tanggal 3 Mei 2016.

Saya bergegas ke Rumah Sakit Bhayangkara. Saya langsung pergi ke kamar jenasah! Saya melihat kantong jenasah. Saya membukanya! Rojit terbujur kaku. Ada luka pada pelipis matanya. Darah segar masih mengalir dan tergenang pada kantong jenasah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun