Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yesus dan Injil ke Papua untuk Siapa?

5 Februari 2021   09:00 Diperbarui: 5 Februari 2021   09:18 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Misa di gereja Katolik Santo Martinus de Porez Ayam, Min (dokpri)ggu, 24 Oktober 2020

Penderitaan terbesar adalah ketika kita ditinggalkan seorang diri. Semua orang yang biasa bersama kita telah pergi mencari kenyamanan hidup bagi dirinya sendiri. Itulah yang dialami oleh Yesus Papua saat ini.

Kesendirian Yesus di salib menggambarkan situasi Papua kekinian. Orang Papua, yang adalah warga Gereja sedang mengalami penderitaan hebat. Dalam situasi demikian, mereka seperti ditinggal sendirian. Orang Papua seperti kawanan domba tak bertuan.

Kita melihat bahwa orang Papua terlalu banyak mati. Orang Papua mati pada usia muda, jauh dari harapan Mazmur 90:10, "masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat delapan puluh tahun." Rangkaian kematian orang Papua sesungguhnya juga kematian Gereja Papua. Rumah Gereja yang dihuni orang Papua tidak memberikan jaminan kemakmuran, umur panjang, sehat dan sejahtera.

Kita boleh berdebat tentang Gereja dan perannya. Bahwa Gereja adalah umat Allah, orang Papua itu sendiri. Tetapi, kita juga tidak bisa menyangkal bahwa institusi Gereja dipimpin oleh Uskup, Pastor, Pendeta. Kawanan domba, warga Gereja seyogianya berada dalam perlindungan Gembala. Bahkan Gembala dan domba semestinya berada di kandang yang sama. Namun, kita menyaksikan bahwa di tanah Papua, antara Gembala dan kawanan domba tidak berada di kandang yang sama.

Di kota-kota di tanah Papua, Gembala-Gembala menggerakkan kawanan domba membangun gedung-gedung gereja dan pastoran mewah. Kawanan domba diindoktrinasi dengan rupa-rupa perikop Kitab Suci demi mendorong partisipasi membangun gedung-gedung mewah atas nama Tuhan Allah. Padahal, inkarnasi Yesus terjadi dalam dan melalui bentuk kemisikinan radikal. Bahkan sampai wafat, Yesus mengambil rupa manusia paling hina, tergantung di salib. Tetapi, di tengah penderitaan orang Papua, para Gembala di kota-kota di tanah Papua membangun gedung-gedung mewah dan mengabaikan manusia orang Papua yang terlantar.

Solidaritas dan empati Gembala terhadap kawanan domba orang Papua tampak memudar. Arus pembangunan memaksa orang Papua harus berlari bukan merangkak. Arus itu semakin mengombang-ambingkan kehidupan orang Papua lantaran Gereja, rumah baru itu ikut terseret globalisasi itu. Tiang penyangga Gereja di Papua terseret dalam pusaran kemajuan dan menggiring kawanan domba masuk di dalam pusaran arus itu.

Mengapa Gembala suka membangun gedung gereja bagus ketimbang membangun pendidikan, kesehatan dan ekonomi bagi orang Papua? Seorang Pastor pernah bilang, "Kami Pastor punya tugas memelihara iman umat. Kami tidak bertugas untuk urus pendidikan, kesehatan dan ekonomi." Apa arti "memelihara iman umat" dalam konteks Papua?

Di sisi lain, kita juga diperhadapkan pada ekspansi perusahaan tambang dan perkebunan kelapa sawit. Secara khusus perusahaan perkebunan kelapa sawit telah merusak hutan hujan alam Papua. Orang Papua, yang adalah warga Gereja telah kehilangan hutan dan sumber penghidupan. Ironisnya, kita masih menyaksikan ada pimpinan Gereja yang mau berkolaborasi dengan perusahaan perusak hutan alam Papua itu. Atas nama pembangunan, atas nama umat Allah, Gembala bertindak bukan menyembuhkan luka kawanan domba, melainkan menambah luka-luka itu. Untuk siapa Gembala datang ke Papua?

Kondisi kekinian di Papua menuntut tindakan pastoral yang melampaui tugas-tugas di seputar mimbar dan altar. Gembala perlu pergi ke ruang-ruang hidup kawanan domba. Di sana, Gembala duduk dan bicara bersama kawanan domba untuk memikirkan dan melakukan tindakan yang perlu untuk hidup dan masa depan mereka. Bukan sebaliknya, Gembala duduk di istana mewah, di pastoran elit sambil berkolaborasi dengan kaum berduit dan penguasa untuk menyengsarakan kawanan domba orang Papua.

Gembala dan Domba Tinggal dalam Satu Kandang

Kita telah berjalan keliling Papua. Kita berjumpa orang Papua dengan kondisi hidupnya. Kita juga berjumpa wajah Yesus Papua. Apa pesannya untuk kita? Kita harus masuk ke dalam rumah hidup orang Papua. Kita juga membawa Yesus masuk ke dalam rumah hidup orang Papua. Kita harus tinggal di dalam satu kandang bersama orang Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun