Di dalam ketidakberdayaan, mama-mama Asmat masih tetap berjuang mempertahankan kehidupan keluarganya. Dalam suasana duka sekalipun, asap di dapur harus mengepul, maka mama-mama harus lekas melepaskan masa kabung. Mereka harus ke dusun untuk mencari makanan.
Kisah hidup mama-mama Asmat tampak kurang adil. Tetapi, mama-mama Asmat telah mewarisinya turun-temurun sehingga tampak biasa saja. Mama-mama Asmat menjadi terbiasa dengan beban kerja yang berat dan menganggapnya sebagai tugas dan tanggung jawabnya.Â
Mama-mama Asmat menerima setiap pekerjaan tanpa beban. Sebab, di pundak mereka ada masa depan Asmat. Mereka harus bekerja tanpa mengeluh demi anak-anak yang mereka lahirkan dan demi generasi Asmat di masa depan.
Siapa bertanggung jawab terhadap kondisi mama-mama Asmat yang terlampau berat menanggung beban kerja di dalam keluarga? Bagaimana cara memutus mata rantai penderitaan mama-mama Asmat akibat beban kerja yang berat?
Pertama, orang Asmat masih memegang erat adat dan budaya. Perempuan tidak sembarang hadir di dalam Jew dan terlibat di dalam pembicaraan tentang masa depan fam dan lain sejenisnya. Laki-laki mengambil seluruh peran di dalam Jew. Laki-laki memutuskan segalanya. Perempuan mengambil bagian dalam pekerjaan yang telah diputuskan kaum laki-laki di dalam Jew.
Mengingat peran perempuan dalam kehidupan orang Asmat sangat vital, maka perlu penegakkan perlindungan terhadap perempuan Asmat berdasarkan nilai-nilai adat yang telah diwariskan turun-temurun. Artinya, nilai-nilai dasar penghormatan terhadap perempuan yang dihayati orang Asmat perlu ditegakkan sehingga perempuan Asmat lebih terlindungi.
Kedua, Gereja perlu merangkul dan melibatkan perempuan di dalam kehidupan menggereja. Perempuan-perempuan perlu dilatih menjadi ketua lingkungan, memimpin kor, memimpin doa lingkungan, doa Rosario, ibadah duka dan lain-lain.Â
Dengan demikian, timbul rasa percaya diri di dalam diri perempuan Asmat. Mereka berani tampil dan menyuarakan program yang berpihak pada kebutuhan perempuan.
Ketiga, pemerintah daerah Kabupaten Asmat dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Asmat perlu mengeluarkan peranturan khusus untuk melindungan anak-anak perempuan Asmat dan mewajibkan mereka untuk bersekolah.Â
Sebab, sebagian besar anak perempuan Asmat tidak bersekolah. Mereka lekas dikawinkan oleh orang tua menjelang masa akil balik. Kondisi semacam ini sangat merugikan kehidupan dan masa depan perempuan Asmat.
 Potret perempuan Asmat merupakan kisah penderitaan manusia. Bahwa pada masa ini, ketika dunia memasuki erat teknologi transportasi dan komunikasi yang mutakhir, di belahan dunia yang bernama Asmat, perempuan masih menanggung beban hidup yang berat.Â