Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penggerak di Belantara Asmat

28 Februari 2018   04:16 Diperbarui: 28 Februari 2018   07:54 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala kampung Beriten, Paulus Sirem sedang berbicara di hadapan kader kampung pada saat pelatihan Sistem Administrasi dan Informasi Kampung (SAIK), Agats, 26 Agustus 2017. Dokpri


"Kampung maju atau tidak tergantung pada kerjasama antara pemerintahan kampung, para guru, tokoh agama dan tokoh adat dengan segenap masyarakat. Saya selalu bekerja sama dengan mereka untuk membangun kampung Beriten," tutur kepala kampung, Paulus Sirem.

Beriten merupakan salah satu kampung terjauh di Distrik Agats, Kabupaten Asmat. Kampung Beriten terletak di muara sungai Siret. Perjalanan dari kota Agats ke Beriten menyusuri tepi laut Arafura. Apabila cuaca cerah, tanpa ombak perjalanan ditempuh dalam waktu 90 menit menggunakan speed 40 PK. Tetapi, apabila cuaca kurang bersahabat dan laut bergelora, maka bisa lebih dari 90 menit.

Kampung Beriten memiliki penduduk sebanyak 412 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki berjumlah 205 jiwa dan perempuan 207 jiwa. Sejak tahun 2015, Beriten memperoleh Dana Desa (DD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar sembilan ratus juta lebih. Dana tersebut sepenuhnya dikelola oleh pemerintahan kampung Beriten berdasarkan hasil musyawarah dengan seluruh masyarakat.

Meskipun letaknya jauh dari kota, kini kampung Beriten terkenal di kota Agats, Asmat. Sejak kehadiran program Landasan Papua (Perbaikan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan di Tanah Papua) Fase 2, kepala kampung Beriten, Paulus Sirem, kader kampung Paulus Yupit dan Yusuf Pate terlibat aktif dalam berbagai pelatihan yang digelar Landasan. Hasilnya, kampung Beriten memiliki Sistem Administrasi dan Informasi Kampung (SAIK) pertama di Kabupaten Asmat. 

Beriten juga dinobatkan sebagai kampung Penggerak pertama di Kabupaten Asmat. Kini, Beriten dan 11 kampung lainnya di Distrik Agats sedang menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK) dan Rencana Kerja Pemerintahan Kampung (RKPK). Basis data dalam penyusunan dokumen RPJMK adalah data warga dan sumber daya kampung yang termuat di dalam SAIK. Sedangkan program pembangunan kampung diusulkan bersama dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) kampung.


Keberhasilan Beriten menerapkan SAIK menjadi cerita menarik di kota Agats lantaran pada 5 September 2017, kader Paulus Yupit, lelaki yang sebelumnya tidak pernah melihat leptop mampu mempresentasikan SAIK kampung Beriten di hadapan Bupati Asmat, Elisa Kambu dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan pemerintahan Kabupaten Asmat. Melihat kemampuan Paulus yang menakjubkan dalam mempresentasikan SAIK, Bupati Elisa memberikan apresiasi yang tinggi kepadanya berupa hadiah satu buah leptop.

Keberhasilan Beriten menjadi kampung Penggerak, dengan menerapkan SAIK memiliki kisah berliku. Meskipun berada di belantara Asmat, kampung Beriten berjuang mengejar ketertinggalannya. Siapakah sosok di balik kampung Beriten yang kini terkenal di seantero tanah Asmat itu? Apa alasan dirinya berupaya memajukan kampung Beriten?

Paulus Sirem, pria kelahiran Beriten, 7 Maret 1963 menuturkan bahwa dirinya hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 2 sekolah dasar. Ia putus sekolah lantaran mesti membantu orang tua mencari makanan di dusun. Meskipun pendidikan terbatas, ia bertekad membangun Beriten menjadi kampung yang maju. "Saya punya impian orang Beriten maju. Mereka bisa memiliki pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang bagus. Mereka bisa berkembang seperti orang lain di luar Papua," tuturnya.

Paulus berkisah menjadi kepala kampung merupakan impiannya sejak masa muda sewaktu dirinya tinggal bersama kepala SD Inpres Beriten, Paulus Kaye pada tahun 1985. Ia memiliki kemauan kuat menjadi kepala kampung Beriten. Tujuannya bukan untuk mengejar jabatan, melainkan menata kampung supaya lebih berkembang dan maju. Masyarakat Beriten bisa menikmati pembangunan. "Saya berpikir kalau saya menjadi kepala kampung, saya bisa mengatur warga kampung supaya kampung menjadi baik, maju dan berkembang seperti di daerah lain," ungkapnya.

Impian Paulus menjadi kepala kampung menjadi kenyataan tatkala pada tahun 2014 silam dirinya diangkat menjadi Pelaksana Tugas (PLT) kepala kampung Beriten oleh Yuven Biakai, Bupati Asmat yang menjabat saat itu. Selama setahun ia melaksanakan tugas sebagai PLT kepala kampung Beriten. Sejak menjadi PLT, ia berupaya merangkul para guru, majelis Gereja dan semua warga kampung. Seluruh pembangunan di kampung direncanakan secara bersama-sama. Pada 1 Juli 2015, Paulus dilantik oleh Bupati Yuven Biakai menjadi kepala kampung Beriten definitif.

Meskipun baru dua tahun memimpin Beriten, Paulus telah membenahi wajah kampung Beriten. Niatnya mengubah wajah Beriten menjadi lebih baik dimulai dari dalam keluarga. Ia memiliki lima orang anak. Kelima anaknya semua mengenyam pendidikan. Anak pertama bekerja di kantor Bupati. 

Anak kedua kuliah keperawatan di Politekes Jayapura. Anak ketiga SMA. Anak keempat SMP dan anak kelima SD. "Saya memberi contoh bahwa anak-anak harus sekolah supaya kampung bisa maju. Semua itu saya mulai dari dalam saya punya keluarga supaya kalau saya bicara kepada masyarakat mereka bisa lihat contoh yang saya sudah lakukan," tuturnya.

Paulus menegaskan bahwa pendidikan sangat penting. "Kalau anak-anak tidak sekolah kampung Beriten mau jadi apa? Kemajuan suatu kampung ditentukan oleh pendidikan. Cukup saya saja yang tidak sekolah. Saya punya anak-anak di kampung Beriten ini harus sekolah," tuturnya. 

Paulus telah memikirkan bahwa dirinya akan mencanangkan kampung Beriten sebagai kampung wajib sekolah. Anak-anak usia sekolah wajib ke sekolah. "Saya akan kerja sama dengan Linmas supaya mencari anak-anak yang tidak ke sekolah dan membawanya ke sekolah," tutur pria yang selalu tampak serius ini.

Foto bersama pemerintah kampung, Bamuskam, guru, tokoh adat dan agama dengan Landasan Papua, usai rapat pembentukan Tim Penyusun RPJM Kampung Beriten, 19 September 2017. Dokpri
Foto bersama pemerintah kampung, Bamuskam, guru, tokoh adat dan agama dengan Landasan Papua, usai rapat pembentukan Tim Penyusun RPJM Kampung Beriten, 19 September 2017. Dokpri
Kemauan mengubah wajah kampung Beriten mendorong Paulus selalu melibatkan para guru dalam berbagai kegiatan di kampung. Ia pun mengajak masyarakat untuk memberikan rasa aman kepada para guru. "Dalam setiap kegiatan, saya melibatkan para guru, termasuk majelis gereja," tuturnya saat berbagi pengalaman kepada para kepala kampung se-Distrik Agats, 24/8 silam.

Paulus menuturkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagai kepala kampung, dirinya tidak mengutamakan uang (ensa), melainkan kerja sama semua pihak. Sebab, hanya melalui kerja sama kampung bisa berkembang dan maju. Sebagai kepala kampung, ia memperhatikan berbagai kekurangan sekolah dan gereja. "Pemerintah sudah memberikan uang ke kampung sehingga kampung yang harus memperhatikan berbagai kebutuhan pembangunan kampung, termasuk sekolah dan Gereja," tuturnya.

Di hadapan Bupati Asmat, Elisa Kambu saat launching Beriten sebagai kampung Penggerak pada 5 September 2017 silam, Paulus menuturkan bahwa dirinya mengelola keuangan kampung secara terbuka. "Pada saat dana desa cair, saya ambil di bank. Kemudian, saya bawa ke rumah adat (Jew). Di sana saya letakkan uang dan kami atur sesuai program yang telah disepakati," tuturnya.

Keterbukaan Paulus sebagai kepala kampung Beriten patut diacungi jempol. Ia memperhatikan pendidikan SD Inpres Beriten dengan mengalokasikan 50 juta rupiah setiap tahun untuk keperluan SD Inpres Beriten. Biasanya dana tersebut cair selama dua tahap, yaitu tahap pertama di bulan Juli dan tahap kedua di bulan November. Dana yang diserahkan oleh Paulus dikelola oleh sekolah untuk berbagai kebutuhan sekolah yaitu pemberian makanan tambahan untuk anak-anak, seragam siswa, buku tulis dan pensil.

Terkait alokasi dana untuk SD Inpres Beriten, Paulus mengambil kebijakan tersendiri. Ia membagi dana tersebut dengan anak-anak Beriten yang sedang mengenyam pendidikan di bangku SMP, SMA dan perguruan tinggi. "Saya alokasikan dana untuk sekolah 50 juta. Dari dana tersebut, 30 juta untuk anak-anak SD Inpres Beriten dan 20 juta untuk anak-anak SMP, SMA dan mahasiswa. Untuk anak-anak SMP dan SMA, saya langsung antar mereka untuk belanja buku, bolpen, sepatu dan berbagai keperluan sekolah lainnya. Sedangkan untuk mahasiswa, saya kirim 500 ribu untuk setiap mahasiswa," tuturnya bersemangat.

Khusus untuk pelayanan kesehatan, Paulus masih berusaha menghadirkan petugas kesehatan di Beriten. "Pemerintahan kampung Beritan sudah menjalin kerja sama yang bagus dengan guru dan majelis Gereja, tetapi saya masih berusaha menghadirkan petugas kesehatan. Saya sudah menyampaikan kepada kepala Puskesmas Agats, tetapi masalahnya sekarang gedung Puskesmas Pembantu (Pustu) sedang ditempati oleh kader kesehatan Beriten. Saya sedang berusaha supaya kader kesehatan keluar sehingga ada petugas kesehatan yang bisa tinggal dan melayani masyarakat Beriten," tuturnya.

Paulus menambahkan, meskipun sampai saat ini pihak Puskesmas Agats dan Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat belum menyediakan tenaga kesehatan dengan alasan tempat tinggal, tetapi salah satu anaknya akan menyelesaikan pendidikan keperawatan di Politekes Jayapura pada tahun 2018, sehingga bisa ditempatkan di Beriten. "Saya punya anak akan selesai dari sekolah keperawatan, sehingga saya akan minta dia bertugas di Beriten," tambah Paulus.

Upaya Paulus meminta petugas kesehatan (mantri/bidan) di kampung Beriten cukup beralasan, selain karena jauh dari pusat kota Agats, kampung ini juga dihuni oleh 412 penduduk. Apabila ada penduduk yang sakit, mereka harus melintasi laut Arafura menuju Agats untuk berobat. Karena itu, masyarakat sangat membutuhkan kehadiran petugas kesehatan di kampung Beriten.

Meskipun belum ada petugas kesehatan, Paulus tidak mengabaikan ibu hamil. Ia mengalokasi anggaran untuk ibu-ibu hamil di kampung. Ia bersama istrinya langsung mengurus ibu hamil dengan memberikan makanan, susu dan baju daster. "Untuk ibu-ibu hamil, saya dan istri langsung urus. Kami kasih mereka makan dan minum susu serta belikan daster," tutur Paulus. Ia menambahkan bahwa pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil di Beriten berdampak positif. Kini, bayi di Beriten lahir sehat dan bertumbuh normal.

Paulus tidak hanya memperhatikan sekolah, gereja dan petugas kesehatan. Ia juga berusaha menata administrasi kampung. Berbekal niatnya mengubah kampung Beriten menjadi lebih baik, dirinya selalu terbuka mendengarkan masukan dari para guru dan majelis.

Semangat perubahan yang bergelora dalam diri Paulus tersalurkan saat Landasan Papua masuk di Asmat pada bulan Maret 2017. Sejak pertama kali mengikuti pelatihan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bersama para guru pada 23 Mei-1 Juni 2017 dan berturut-turut mengikuti pelatihan SAIK pada 18-20 Juli 2017 serta RPJMK pada 24-26 Agustus 2017.

Paulus bertekad menjadikan Beriten sebagai kampung Penggerak. "Ilmu yang saya terima waktu pelatihan bersama Landasan Papua, saya praktikkan di Beriten. Saya memilih kader kampung dari pemuda terbaik di Beriten untuk mengikuti pelatihan SAIK. Sebab, kader yang akan mengurus administrasi kampung, terutama SAIK" tuturnya bersemangat.

Pada 23-25 Mei 2017, Landasan Papua menggelar pelatihan kader kampung dipusatkan di Agats. Paulus mengutus Paulus Yupit dan Yusuf Pate mengikuti pelatihan tersebut. Pada saat pelatihan inilah, Yupit dan Pate mendapatkan bekal tentang peran kader dalam pembangunan kampung. 

Keduanya, bersama para kader lainnya dilatih untuk melakukan sensus penduduk menggunakan format SAIK. Usai mengikuti pelatihan tersebut, Yupit dan Pate langsung melakukan sensus penduduk Beriten.  Sebab, data sensus penduduk akan dimasukkan ke dalam aplikasi SAIK.

Paulus Yupit (pakai topi, paling kanan) bersama Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung, Absalom Amiyaram, Pelatih SAIK, Abdulrachmat dan Viktor Duapadang, para kader kampung se-Distrik Agats pada saat pelatihan SAIK di Agats, 18-20 Juli 2017. Dokpri
Paulus Yupit (pakai topi, paling kanan) bersama Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung, Absalom Amiyaram, Pelatih SAIK, Abdulrachmat dan Viktor Duapadang, para kader kampung se-Distrik Agats pada saat pelatihan SAIK di Agats, 18-20 Juli 2017. Dokpri
Kepala kampung Beriten Paulus Sirem juga telah menganggarkan pembelian leptop dalam APBK 2017, tahap satu, yang cair pada akhir Juni. Berbekal data sensus penduduk dan leptop, kader Beriten, Yupit dan Pate siap mengikuti pelatihan SAIK yang diberikan oleh Landasan Papua.

Yupit berkisah pada mulanya dirinya tidak tahu menahu tentang leptop apa lagi aplikasi SAIK. "Saat kepala kampung beli leptop, saya bingung cara menggunakan leptop karena saya belum pernah melihat leptop. Meskipun demikian, saya tetap penasaran dan mau berusaha untuk bisa menggunakan leptop itu," tuturnya sedikit malu.

Waktu yang dinantikan oleh para kader dari 12 kampung di Distrik Agats untuk mengikuti pelatihan SAIK pun tiba. Selama tiga hari, 18-20 Juli 2017, Landasan Papua menggelar pelatihan SAIK di hotel Sang Surya, Keuskupan Agats. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Yupit dan Pate untuk belajar memasukkan data-data sensus ke dalam aplikasi SAIK. "Saya pertama kali belajar menggunakan leptop pada waktu pelatihan SAIK. Waktu buka leptop, saya punya tangan gementar. Saya gugup karena tidak biasa menggunakan leptop," kisahnya.

Yupit lelaki sederhana dari kampung Beriten. Ia hanya mengenyam pendidikan dasar sampai kelas 4 SD. Sehari-hari ia mencari ikan di sungai dan laut. Ia juga ke dusun untuk mencari sagu. Karena itu, wajar tatkala pertama kali berhadapan dengan leptop tubuhnya gementar. Kini, tangannya sudah terbiasa memencet tuts leptop. "Sekarang saya sudah terbiasa pegang leptop sehingga tangan tidak kaku dan tidak gementar lagi. Semua surat menyurat kampung Beriten kami pakai ketik," tuturnya.

Yupit bangga pada kemampuannya mengoperasikan leptop. "Sekarang data-data kampung ada di leptop yang dibeli menggunakan dana ADD. Sedangkan SAIK ada di leptop yang diberikan oleh Bupati," tuturnya bangga. Ia menjelaskan bahwa dengan adanya SAIK semua warga terdata secara akurat, termasuk jenis rumah dan data sosial lainnya. 

Data-data ini digunakan dalam proses perencanaan pembangunan kampung. Misalnya, pada saat hendak mengalokasi bantuan sosial menggunakan dana ADD, pemerintah kampung menggunakan data SAIK sehingga tidak ada pilih kasih. "Bantuan ke masyarakat Beriten pasti tepat sasaran karena berdasarkan data kampung yang ada di SAIK," tambahnya.  

Keberhasilan Beriten menjadi kampung Penggerak dengan menerapkan SAIK berdampak positif. Pemerintah daerah Kabupaten Asmat melirik Beriten. Sudah dua kali pihak Humas Setda Kabupaten Asmat mendokumentasikan keberhasilan kampung Beriten menerapkan SAIK dalam dokumenter sebagai bahan pembelajaran bagi kampung lain di Kabupaten Asmat. 

Masyarakat pun senang atas berbagai keberhasilan kampung Beriten yang kini terkenal di Agats, Asmat. "Masyarakat senang sekali karena dengan adanya SAIK dan Beriten menjadi kampung Penggerak membuat orang di Asmat mulai melihat Beriten," tutur Yupit dengan raut wajah gembira.

Kepala kampung Beriten, Paulus Sirem menegaskan bahwa ke depan Beriten akan menjadi kampung pertanian dan perikanan. "Ke depan, saya akan mengajak masyarakat untuk menjadikan Beriten sebagai kampung wisata pertanian dan perikanan. Kami akan tanam buah-buahan dan bikin kolam ikan sehingga orang-orang dari Agats bisa mencari buah-buahan dan ikan di Beriten," tuturnya.

Paulus juga berharap seluruh masyarakat Beriten bekerja sama menata kampung. Sebab, predikat sebagai kampung Penggerak yang mengoperasikan aplikasi SAIK akan menjadi tempat belajar bagi kampung-kampung lain di Kabupaten Asmat sehingga kampung Beriten harus selalu bersih, rapi dan semua data harus lengkap. 

Ia berpesan dirinya siap diundang untuk berbagi pengalaman di kampung lain. Ia juga siap menerima setiap kampung yang mau belajar di Beriten. "Saya akan usul supaya Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) tingkat Distrik Agats dilaksanakan di Beriten, supaya masyarakat lihat dan bisa menerapkan di kampung mereka masing-masing," tegasnya.

 Tifa perubahan kampung Beriten telah ditabuh. Api wayir (tungku adat) telah dinyalakan. Beriten telah menjadi kampung Penggerak yang menerapkan SAIK. Paulus berharap prestasi Beriten sebagai kampung Penggerak perlu ditingkatkan. Karena itu, tua-tua adat, semua masyarakat, guru, majelis gereja, kader kesehatan, kader kampung harus bersatu dan bekerja sama dalam membangun kampung Beriten. [Agats, 7 Desember 2017_Petrus Pit Supardi].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun