Mohon tunggu...
Petra Teofani
Petra Teofani Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Senja tak pernah menguasai hari, namun ia mengguratkan rindu pada sanubari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Perfeksionis

3 Mei 2019   22:29 Diperbarui: 15 Mei 2019   23:58 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/uvtrcaylq3dsow

Sempurna. 

Penderitaan dalam mengejar kesempurnaan. Penderitaan yang indah sekaligus menyiksa. Ingin rasanya melepaskan diri, namun rasanya seperti mengelupas kulit sendiri.

Iva berhenti mengetik. Menghela napas. Jemarinya berpindah dari keyboard laptop, memain-mainkan kacamata coklat yang bertengger di hidungnya.

Mengapa terasa berat sekali? Padahal aku begitu cinta menulis bahkan sampai sekarang, batin gadis itu. Mengapa hanya mengetik dua paragraf saja kini terasa sulit?

Mengelupas kulit sendiri! Bukankah itu pernyataan yang terlalu berlebihan?

Sekali lagi Iva berhenti mengetik. Ia menutup mata. Benaknya mencoba menggali memori, mencari tahu kenapa ia ragu-ragu untuk menulis. Tak butuh waktu lama untuk mengingatnya. Ia selalu tahu jawaban itu ada di sana. Di sudut pikiran terdalamnya. Menunggu dicari, ditemukan, dan diakui.

Kalau kau jadi aku, tentu pikiran bahwa pernyataan itu berlebihan tak akan terbetik di kepalamu. Keinginan untuk sempurna telah melekat dalam diriku, bagai kulit menempel pada daging. Aku tak tahu bagaimana melepaskannya.

Tepat sekali! Itulah alasan yang tak pernah diakui Iva selama ini. Dulu ia selalu menulis tanpa beban. Jemarinya akrab dengan pensil dan kertas. Seiring waktu berlalu ia menetapkan standar pada dirinya sendiri. Tulisanku harus menjadi sempurna. Tak boleh ada kesalahan sedikitpun.

Sejak itu Iva perlahan berhenti menulis. Ia merasa sulit sekali menghasilkan tulisan yang sempurna. Tidak sepenuhnya berhenti tentu saja. Bagaimanapun menulis adalah bagian dari jiwanya. Ia hanya tak pernah menunjukkan karyanya pada orang lain. Apalagi pernah suatu ketika seseorang yang dihormatinya mengatakan tulisan-tulisannya masih banyak kekurangan. Itu menoreh jiwa perfeksionisnya.

Itu tidak seratus persen benar. Aku tahu bagaimana cara melepaskannya. Seperti tukang jagal tahu cara menguliti ayam. Namun rasanya sakit. Aku berulang kali gagal.

Iva tertawa. Ini karyanya yang pertama ia tulis untuk dipublikasikan setelah sekian bulan dan tulisannya terlihat seperti curhatan. Tapi gadis itu bukan jenis orang yang suka menulis di media massa hanya untuk curhat. Ia pasti punya tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun