Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Merujuk Pasien BPJS Bisa Bikin Defisit?

29 Mei 2018   09:51 Diperbarui: 29 Mei 2018   10:24 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: http://manado.tribunnews.com)

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan sesuai dengan cita -- cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 H ayat 1 Undang -- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. 

Pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat telah diberikan oleh pemerintah melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial yaitu dengan diterapkannya program Jaminan Kesehatan Nasional sejak 1 Januari 2014. 

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial  Kesehatan jumlah peserta Program JKN --KIS pada saat ini sebesar 197, 4 juta jiwa  artinya setengah penduduk Indonesia telah terdaftar menjadi peseta JKN -- KIS, harapannya Universal Health Coverage (UHC) akan segera tercapai pada tahun 2019. 

Berdasarkan hasil sidang ke-58 tahun 2005 di Jenewa , World Health Assembly (WHA) diungkapkan bahwa perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap resiko keuangan. 

Pernyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa dalam  mencapai Universal Health Coverage tentu tidak hanya berorientasi pada jumlah cakupan peserta JKN --KIS , tetapi hal financial menjadi faktor yang sangat penting. Lalu bagaimana dengan keadaan BPJS kesehatan negara kita? Pada saat ini program JKN --KIS sedang mengalami defisit keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) karena besaran iuran yang belum memadai dibandingkan dengan luasnya manfaat yang ditetapkan. 

Untuk menangani defisit tersebut pemerintah mengeluarkan peraturan presiden, salah satunya penerapan sistem rujukan berjenjang dilakukan sebagai upaya efesiensi biaya. Berdasarkan data JKN,  total jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan di 2016 adalah 192,9 juta. 30% di antaranya kunjungan ke faskes tingkat lanjutan dan 87% rawat inap, sehingga membutuhkan biaya yang banyak. 

Dalam hal ini Puskesmas banyak melakukan rujukan yang seharusnya tidak perlu dilakukan, "Rujukan yang tidak perlu tersebut menyebabkan pembengkakkan biaya klaim BPJS Kesehatan," ungkap oleh Kepala Departemen Promotif dan Preventif BPJS Kesehatan, Ansharudin. 

Pembengkakan biaya tersebut dapat menyebabkan terjadinya defisit. Dalam Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2016 pasal 39 dinyatakan pembayaran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) menggunakan sistem pembayaran kapitasi sedangkan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)  dengan cara Indonesian Case Based Groups (INA CBG's). 

Dalam penerapan sistem pembayaran tersebut juga dimanfaatkan oleh masing -- masing pihak baik FKTP maupun FKRTL, seperti melakukan sistem rujuk ke Rumahsakit secara terus menerus dengan alasan tidak ada dokter atau tidak memiliki sarana yang lengkap. Begitu juga dengan pihak Rumah Sakit , dengan pembayaran DRG mereka melakukan tindakan yang menguntungkan seperti meningkatkan profit per kasus,  serta melakukan efesiensi untuk setiap kasus. 

Untuk setiap rujukan ke Rumah Sakit di Indonesia dibayar dengan full, premi kecil tidak ada aturannya, kasus readmisi juga dibayar itulah yang membuat BPJS defisit. Hal itu terjadi karena peraturan rujukan di Indonesia yan masih belum baik perlu dilakukan pembenahan. Berdasarkan data laporan keuangan BPJS Pembiayaan kapitasi kepada FKTP merupakan 19% dari total biaya pelayanan kesehatan atau sebesar Rp.10,7 triliun pada tahun 2015. 

Besarnya biaya kapitasi ini diharapkan dapat memperkuat pelayanan kesehatan primer dan mengurangi angka rujukan ke Rumah sakit.  Namun, hasil evaluasi kinerja FKTP menunjukkan rendahnya pemanfaatan di FKTP dan masih tingginya angka rujukan ke Rumah Sakit. Upaya untuk efesiensi biaya juga dilakukan dengan cara penerapan Program Rujuk Balik (PRB), yakni pasien penderita penyakit kronis yang dirujuk ke rumah sakit dalam kondisi stabil dikembalikan ke FKTP untuk mengikuti PRB , sehingga biaya konsultasi pasien di rumah sakit tidak di bayarkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun