Museum dan Bonus Demografi Indonesia
Yudha Adi Putra
Thomas P. Campbell memberikan sebuah ungkapan mengenai museum, dimana menurutnya museum menyediakan tempat relaksasi dan inspirasi. Poin penting dari museum adalah tempat dimana ada keaslian. Kita hidup di dunia produksi yang kadang tiruan, akan tetapi benda-benda dalam museum itu nyata.Â
Menariknya, museum dapat menjadi cara untuk melepaskan diri sejenak dari penatnya dinamika teknologi digital. Pandangan mengenai museum bagi generasi muda kadang membosankan dan jarang dibahas, tentu karena terkesan kuno.Â
Padahal, potensi untuk belajar di museum itu menjadi penting dan bermanfaat. Setidaknya, seperti pandangan Thomas C. Campbell tadi. Akan tetapi, bagaimana jika keberadaan museum berkaitan dengan bonus demografi Indonesia ?
Perkembangan di Indonesia ke depan, akan memiliki potensi penduduk yang banyak. Jumlah penduduk banyak itu tidak seimbang rentang usianya.Â
Ada fenomena bonus demografi, dimana terdapat penduduk dengan usia 15-64 tahun dengan jumlah lebih banyak dibandingkan dengan penduduk dengan usia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun.Â
Indonesia pada tahun 2030-2040 akan memiliki jumlah penduduk produktif dengan jumlah 64 persen dari semua penduduk yang ada di Indonesia.Â
Gambaran jumlah penduduk Indonesia juga akan terus meningkat dengan berbagai keberagamannya. Jumlah penduduk yang banyak dan produktif itu diharapkan dapat memberikan konstribusi positif bagi Indonesia. Sehingga ada impian pada tahun 2045 dimana disebutkan sebagai Indonesia Emas.
Dalam menghadapi fenomena penduduk tersebut, respon yang dilakukan tentu berkaitan dengan pendidikan. Fokus penyesuaian pendidikan dengan tantangan kehidupan terus dilakukan.Â
Perhatiannya juga pada keberagaman di Indonesia, dimana setiap daerah memiliki potensi dan pendekatan berbeda dalam pengembangan sumber daya manusianya.Â