Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya (kan) Membaca, Membaca (kan) Budaya: Upaya Melihat Peranan Praktis Generasi Muda dalam Merespon Keberagaman Budaya di Indonesia

30 Mei 2022   11:00 Diperbarui: 30 Mei 2022   11:03 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Budaya(kan) Membaca, Membaca(kan) Budaya : Upaya Melihat Peranan Praktis Generasi Muda dalam Merespon Keberagaman Budaya Indonesia 

Oleh @wong_ngarett 

Pengantar 

Generasi Muda dengan Budaya Barunya Indonesia memiliki banyak kebudayaan. Kebudayaan di Indonesia dalam masa kini mengalami krisis karena berbagai macam sebab. Salah satu sebabnya adalah faktor globalisasi dan keberadaan generasi muda yang cenderung lebih menyukai budaya asing. Generasi dapat menyukai budaya asing karena dalam banyak media menampilkan bahwa kebudayaan asing itu keren dan kebudayaan lokal terlihat kuno dan jauh dari kemajuan. Hal ini merupakan awal keresahan penulis terhadap kebudayaan yang ada di Indonesia. Belum lagi, dalam berbagai macam dinamika generasi muda terdapat "kebudayaan baru" yang cenderung memperlihatkan kekerasan.

Kekerasan yang membudaya dalam generasi muda ini terjadi dalam berbagai bentuk. Kekerasan menurut Bourdieu, bisa berupa kekerasan fisik, kekerasan psikologis (jiwa), kekerasan struktural, atau bisa pula kekerasan ide, wacana, bahasa, maupun bentuk-bentuk simbolik lainnya . Kekerasan yang menjadi budaya baru bagi generasi muda ini dapat dilihat dengan banyaknya kasus tawuran dan kekerasan remaja di tengah pandemi. Selanjutnya, generasi muda juga hidup dalam tantangan baru.

Tantangan era digital dengan berbagai perubahan dan perkembangan teknologi komputerisasi serta komunikasi menjadi konteks hidup masa kini. Berbagai dinamika ini tentunya akan semakin menggeser nilai-nilai budaya lokal bangsa Indonesia. Sehingga perlu gagasan maupun refleksi terkait perkembangan kebudayaan dengan konteks dinamika pemuda masa kini. Hal ini penting untuk menghindari generasi muda yang krisis identitas akan siapa dirinya dan bagaimana kebudayaan daerahnya. Dengan harapan itulah, penulis menulis esai ini. 

Melihat Kebiasaan dan Mengubahnya 

Untuk merespon berbagai macam perilaku generasi muda yang semakin tidak mencintai budayanya sendiri serta ketidakpedulian terhadap berbagai macam kelestarian budaya lokalnya perlu melihat bagaimana kebiasaan generasi muda. Kebiasaan menjadi dasar  yang penting dan menentukan, terutama dalam 7 kebiasaan yang efektif.

Kebiasaan itu dapat memberikan banyak pengaruh, apalagi dalam harapan untuk memiliki kontribusi terhadap kelestarian budaya. Sebagai contoh, penulis melihat dalam keseharian tentunya akan banyak generasi muda, bahkan yang berkuliah itu lebih senang terhadap berbagai macam lagu-lagu barat. Kecintaan generasi muda terhadap lagu barat ini dengan berbagai macam alasan, terutama alasan yang menyatakan bahwa lagu-lagu barat itu lebih keren. Jika ditanyakan atau diajak untuk membahas lagu-lagu daerah, biasanya generasi muda akan menolak atau cenderung tidak nyaman. Hal ini karena lagu daerah dalam kebiasaan generasi muda tidak memiliki nilai atau gengsi yang tinggi.

Tanpa disadari, generasi muda juga mengalami degradasi terhadap nilai dan permaknaan berbagai kekayaan lokal di daerahnya. Dalam merespon fenomena ini, menurut penulis menjadi penting untuk melihat kembali, apakah benar lagu daerah itu tidak sekeren lagu barat ? apakah benar kehidupan harus sesuai dengan gensi ?. Atau mungkin saja generasi muda hanya belum mengenal apa yang menjadi makna dalam berbagai macam lagu daerah. Untuk pengenalan dan mengubah kebiasaan ini dapat diterapkan 7 kebiasaan efektif dengan kaitan yang relevan dalam konteks kecintaan terhadap budaya lokal. 

Kebudayaan dengan Keramahan 

Kebudayaan lokal juga dapat menjadi tidak digemari oleh generasi muda karena penyampaiannya dengan kekerasan. Kekerasan yang dimaksudkan adalah kekerasan dalam memperkenalkan kebudayaan lokal kepada generasi muda. Kekerasan ini dapat terjadi dalam konteks pendidikan formal dan banyak generasi muda yang tidak menyadarinya. Hal inilah yang terjadi dalam "kerja pedagogis".

Ricahrd Jenkins mengutip pengertian Bourdieu yang membahas mengenai "kerja pedagogis", sebagai suatu proses indoktrinasi yang harus berlangsung cukup lama untuk dapat memproduksi latihan yang tahan lama, yaitu habitus, produk internalisasi dari prinsip arbitasi budaya yang mampu bertanggung jawab kepada dirinya setelah tindakan pedagogis tersebut berhenti dan mempertanggungjawabkan secara praktis prinsip arbitrasi yang terinternalisasi tersebut 5 .

Proses ini terjadi dalam pengenalan kebudayaan lokal yang diterima oleh peserta didik. Sebagai upaya menghindarinya, perlu keramahtamahan dalam pembelajaran kebudayaan. Menurut Pohl, keramahtamahan berarti memperluas untuk orang lain terkait bagaimana kualitas kebaikan yang biasanya hanya diberikan untuk teman dan keluarga. Keramahtamahan ini harapannya dapat membantu dalam pengajaran kebudayaan bagi generasi muda. Sehingga lebih merasa menjadi subyek yang partisipatoris, tidak hanya didoktrin untuk mengenal kebudayaan tertentu. 

Budaya(kan) Membaca, Membaca(kan) Budaya : Sebuah Refleksi 

Penulis memiliki refleksi terkait bagaimana generasi muda dapat berkontribusi dalam kelestarian budaya. Semua itu dapat terjadi dengan kemauan untuk membaca. Membaca dapat dikembangkan untuk menjadi budaya bagi generasi muda. Budayakan membaca perlu terus dilakuan dengan berlanjut pada membaca terkait isu0isu kebudayaan. Sehingga dapat terjadi generasi muda yang memiliki budaya membaca serta selanjutnya dapat merespon berbagai fenomena kebudayaan dengan keterbukaan. Hal ini pasti akan terjadi, karena dengan membaca maka akan membebaskan pemikiran sempit terkait kebudayaan lokal. Jika sudah membaca, tentu akan timbul berbagai macam keresahan yang nantinya akan direspon dengan kemauan dari dalam diri generasi muda untuk melestarikannya. Pengetahuan yang diperoleh generasi muda dari membaca dapat menjadi bekal untuk melestarikan banyaknya kebudayaan dengan penuh sukacita serta tidak merasa didoktrin untuk melestarikan kebudayaan lokalnya. 

Penutup : Agenda Generasi Muda dalam Melestarikan Kebudayaan Lokal 

Kebudayaan lokal bangsa Indonesia yang beragam perlu dilestarikan oleh generasi muda. Generasi muda dalam dinamikanya perlu banyak membaca. Membaca dapat membuka wawasan generasi muda dan membebaskan dari berbagai bentuk kekerasan. Generasi muda dengan agenda membaca berbagai macam realita akan membentuk keresahan tersendiri atas berbagai macam fenomena kebudayaan di Indonesia. Sehingga agenda generasi muda dalam melestarikan kebudayaan lokal adalah dengan membudayakan membaca serta membaca terkait isu kebudayaan lokal. 

Daftar Pustaka

 Fauzi Fasri. Pierre Bourdie : Menyingkap Kekuasaan Simboli. Yogyakarta: Jalasutra, 2014. Komisi Kateketik KWI. Hidup Di ERA DIGITAL : Gagasan Dasar Dan Modul Katekese. Yogyakarta: PT Kanisius, 2015. Pohl, Christine. D. Making Room: Recovering Hospitality as a Cristian Tradition. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1999. Richard Jenkins. Membaca Pikiran Pierre Bourdieu (Terj. Nurhadi). Bantul: Kreasi Wacana, 1992. Sean Covey. The 7 Habits of Highliy Effective Teens. Amerika Serikat: Free Press, 1989. 6 Pohl, Christine. D, Making Room: Recovering Hospitality as a Cristian Tradition (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1999), 23

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun