Di tengah dunia yang hiruk pikuk oleh pencapaian dan sorotan, ada satu jalan yang saya pilih dengan tenang, menulis. Bukan karena saya pandai berkata-kata, bukan pula karena ingin dikenang, tapi karena ada sesuatu dalam diri ini yang terus bergerak menemani, sebuah keinginan, harapan, dan mimpi yang tak berharap itu akan padam. Biarkan terus menemani sampai kuota waktu habis di dunia ini.
Tentang Keinginan Memberi, Meski Tak Banyak yang Dimiliki
Saya bukan siapa-siapa. Lahir dari keluarga biasa, menjalani hidup sederhana, dan tak punya harta melimpah yang bisa dibagi. Tapi sejak lama, ada keinginan kecil yang tumbuh dalam diri, ingin berkontribusi. Meski hanya sedikit, meski kecil, dan tidak lebih besar dari air yang dibawa semut untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Tapi semut itu tetap berjalan, karena ia tahu, Tuhan melihat usaha, bukan hasilnya.
Dan itulah yang ingin saya lakukan. Memberi dari yang saya punya, ilmu, pengetahuan, pemikiran, dan pengalaman. Mungkin tak besar nilainya. Mungkin tak langsung terasa manfaatnya. Tapi jika bisa menjadi catatan kebaikan di antara tumpukan kekhilafan, itu sudah cukup.
Tentang Harapan yang Tak Ingin Mati
Harapan saya sederhana, ingin terus bertumbuh. Tak ingin berhenti belajar. Jika perlu memulung ilmu dari mana saja, akan saya lakukan. Karena setiap serpihan ilmu adalah potongan cahaya dari keluasan pengetahuan Tuhan. Dan setiap cahaya itu, sekecil apapun, membantu saya untuk tetap melangkah.
Saya juga ingin terus bermanfaat bagi keluarga. Tak perlu dikenal dunia, asal tak dilupakan oleh orang-orang terdekat. Saya ingin menjadi anak yang bisa menemani ibu di masa tuanya, suami yang bisa diajak berjalan berdampingan, dan ayah yang anak-anaknya banggakan. Itu saja, sebuah harapan sederhana, tapi sangat besar maknanya bagiku. Meskipun tidak mudah, harapannya bisa terwujud.
Tentang Mimpi yang Ingin Tetap Dihidupkan
Saya punya mimpi. Bukan sekadar mimpi pribadi, tapi mimpi tentang negeri ini. Tentang organisasi tempat saya bekerja yang ingin melihatnya tumbuh sehat, bersih, dan budaya meritokratis benar-benar mewarnai dalam pertumbuhannya. Tentang Indonesia yang adil dan makmur, yang membuat rakyatnya tersenyum bukan karena janji, tapi karena kenyataan. Mimpi ini mungkin tampak utopis. Tapi bukankah banyak hal besar dimulai dari mimpi yang dianggap mustahil?
Dan mungkin karena mimpi itulah saya tetap bertahan. Tetap menulis dan tetap berbagi. Meski tidak viral, meski tak dikenal, dan meski kalah dari tulisan mereka yang lebih dulu populer di media sosial meskipun kualitas tulisannya biasa saja. Tak apa, saya hanya ingin terus berkarya tanpa menggantungkan diri pada pujian. Apresiasi itu bonus. Kalau datang, saya terima dengan tangan, tapi tak perlu saya simpan di hati.
Menulis, Agar Tidak Lupa Siapa Saya