Mohon tunggu...
Perdhana Ari Sudewo
Perdhana Ari Sudewo Mohon Tunggu... Pemulung Ilmu

Pemulung ilmu yang punya hobi menulis, berharap dapat terus belajar dan berbagi melalui ide, gagasan, dan tulisan. Pernah belajar Psikologi dan Administrasi Bisnis waktu di Kampus, dan saat ini berupaya menemukan aplikasi ilmu tersebut dalam kehidupan nyata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Birokrasi dan Mimpi Kolektif Indonesia

20 Juni 2025   04:09 Diperbarui: 20 Juni 2025   04:09 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikreasikan oleh AI

Reformasi: Mimpi yang Terfragmentasi

Pasca reformasi 1998, terjadi kontradiksi menarik, seperti otonomi daerah malah menciptakan "raja-raja kecil", digitalisasi hanya mengubah medium, bukan mentalitas, dan transparansi jadi mantra, tapi korupsi berubah bentuknya. Terkadang malah menjari perilaku "resmi" karena dibuat dasar hukumnya. Kita mungkin pernah mendengar seorang birokrat yang mengatakan, "Kami punya dua sistem kepegawaian, SIMPEG untuk tampilan resmi, dan WhatsApp grup untuk urusan sebenarnya."

Terlepas dan kondisi itu semua yang masih terlihat sisa-sianya kini, atau mungiin hadir kembali dengan tampilan yang berbeda, kita juga mulai melihat beberapa perubahan dalam birokrasi. Semoga saja bukan personanya yang berubah tanpa kontinuitas, seperti pelayanan terpadu yang benar-benar memangkas birokrasi, sistem online yang mengurangi interaksi feodal, atau gerakan integritas di beberapa kementerian. Mungkin bisa dipertimbangkan hal-hal berikut agar perubahan itu benar-benar nyata, tidak hanya ditatairan persona yang hanya muncul sesaat dan tenggelam selamanya, seperti ubah ritual korupsi dengan ritual integritas (upacara jabatan tanpa jamuan mewah), serta pendidikan ulang psikologis bagi birokrat untuk membuat menyadari berbagai mimpi dan ketidaksadaran kolektif birokrasi yang tidak kita sadari, tetapi tampil dalam wajah birokrasi.

Sebuah pertanyaan reflektif:

  • Jika birokrasi adalah panggung wayang, peran apa yang sedang kita mainkan?
  • Bagaimana kita bisa menjadi "dalang" bagi perubahan sistem ini?
  • Warisan psikologis apa yang ingin kita tinggalkan untuk generasi mendatang?

Dari Ruang Kerja Pejabat ke Meja Rakyat

Seperti candi yang dibangun batu demi batu selama berabad-abad, birokrasi kita juga terbentuk lapis demi lapis. Sekarang saatnya memilih, apakah kita akan terus membangun candi kekuasaan, atau mulai membangun jembatan pelayanan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun