Seiring berkembangnya teknologi blockchain, instrumen digital seperti Non-Fungible Token (NFT) mulai diminati sebagai alternatif investasi, tidak hanya oleh pelaku pasar teknologi, tetapi juga oleh masyarakat umum yang selanjutnya disebut sebagai NFT. NFT dipandang sebagai aset digital yang unik, tidak dapat ditukar secara langsung, dan memiliki potensi nilai ekonomi yang signifikan. Namun, di balik peluang tersebut, terdapat risiko yang sangat nyata yaitu maraknya modus penipuan berkedok investasi NFT, khususnya di jaringan blockchain seperti Solana.
Karakteristik Penipuan NFT
Penipuan dalam proyek NFT umumnya terjadi melalui skema "rug pull", di mana pengembang proyek NFT merancang koleksi digital yang terlihat profesional, menjanjikan roadmap ambisius, dan membangun hype melalui komunitas daring (misalnya Discord atau Twitter). Setelah proses minting atau penjualan NFT dilakukan dan dana terkumpul, tim pengembang kemudian menghilang atau menghentikan pengembangan proyek secara sepihak, meninggalkan investor dengan aset yang tidak memiliki nilai atau utilitas.
Selain rug pull, modus lain yang sering digunakan mencakup:
Phishing berbasis NFT : pengguna diberikan NFT secara gratis yang mengandung tautan berbahaya. Ketika diklik, peretas dapat memperoleh akses ke dompet digital korban.
Marketplace palsu : situs yang meniru platform resmi (seperti Magic Eden atau OpenSea) digunakan untuk menjebak pengguna agar melakukan transaksi pada smart contract berbahaya.
Giveaway scam : pelaku membuat program giveaway NFT dengan syarat menghubungkan dompet atau membayar sejumlah biaya kecil, namun justru digunakan untuk mencuri aset pengguna.
Aspek Psikologis dan Sosial: FOMO dan Gaya Hidup Digital
Dalam konteks ini, teori Lifestyle Exposure sebagaimana dikemukakan dalam penelitian Margaret, Monica (2024) menjadi sangat relevan. Kita perlu memahami bahwa risiko penipuan dalam NFT bukan hanya disebabkan oleh celah teknologi, tetapi juga oleh pola perilaku dan eksposur sosial pengguna terhadap informasi yang menyesatkan. Fenomena FOMO (Fear Of Missing Out) dan perilaku impulsif akibat pengaruh media sosial memperbesar kerentanan investor terhadap skema penipuan digital.
Hal ini juga diperparah dengan rendahnya literasi digital dan minimnya pemahaman terkait smart contract, audit blockchain, serta validitas proyek. Banyak investor yang mengambil keputusan berdasarkan rekomendasi influencer atau komunitas daring tanpa melakukan due diligence.
Relevansi dalam Konteks Akuntansi dan Tata Kelola
Fenomena ini menunjukkan bahwa investasi digital berbasis NFT ataupun aset kripto memerlukan pendekatan baru dalam pengawasan, pelaporan, dan perlindungan investor. Pengembangan standar akuntansi terhadap aset digital belum sepenuhnya komprehensif, terutama dalam hal pengungkapan risiko (risk disclosure) dan perlakuan akuntansi untuk NFT dalam laporan keuangan. Lebih lanjut, dari sisi tata kelola, untuk sebuah organisasi perlu membangun sistem kontrol internal digital, termasuk edukasi kepada pengguna tentang risiko NFT, serta integrasi sistem keamanan dompet digital dalam praktik keuangan yang akuntabel.
Kesimpulan
Modus penipuan investasi NFT menjadi salah satu tantangan nyata dalam transisi menuju sistem keuangan berbasis blockchain. Kita semua harus mampu memahami dinamika ini, tidak hanya dari aspek teknologi dan hukum, tetapi juga dari sisi etika, perlindungan konsumen, dan pelaporan keuangan. Di masa depan, akuntan profesional akan berperan penting dalam memberikan transparansi, validasi, dan mitigasi risiko dalam ekosistem aset digital seperti NFT.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI