Oleh: Ihsan Iskandar S.Sos M.E
Dalam diskursus pertambangan nikel di Raja Ampat, salah satu argumen yang paling sering dikemukakan untuk mempertahankan keberadaan PT Gag Nikel adalah statusnya sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan ini disebut sebagai "aset negara", yang seolah-olah memberi legitimasi moral dan politik bagi kelangsungan operasinya, bahkan di kawasan konservasi laut global. Namun, apakah benar status sebagai BUMN otomatis menjadikan kegiatan tambang lebih dapat dibenarkan?
Aset Negara: Status atau Tameng?
Secara prinsip, BUMN memang berperan sebagai perpanjangan tangan negara dalam mengelola sumber daya strategis. Namun dalam praktiknya, status ini sering digunakan sebagai tameng untuk menghindari penilaian kritis yang seharusnya juga melekat pada entitas swasta. Ketika BUMN tetap diberi izin untuk menambang di kawasan pulau kecil yang secara hukum dilindungi, maka yang dipertanyakan bukan hanya legalitasnya, tetapi juga integritas tata kelola negara itu sendiri.
Apalagi jika konsesi tersebut berada di kawasan dengan nilai ekologi luar biasa tinggi seperti Pulau Gag---sebuah titik strategis di wilayah Raja Ampat yang dilindungi secara internasional. Dengan membiarkan satu perusahaan tambang tetap beroperasi di sana, negara secara tidak langsung menunjukkan bahwa asas kehati-hatian bisa dinegosiasikan untuk entitas tertentu.
BUMN: Standar Ganda dalam Penegakan Regulasi
Ketika empat Izin Usaha Pertambangan lain dicabut karena alasan pelanggaran terhadap prinsip konservasi, mengapa satu izin milik BUMN tetap dipertahankan? Alasan yang sering dikemukakan adalah bahwa perusahaan tersebut telah memenuhi kaidah lingkungan dan berada "di luar kawasan geopark." Namun, dalam konteks Raja Ampat, hampir seluruh pulau dan wilayah pesisirnya merupakan bagian dari jaringan kawasan konservasi atau penyangga ekosistem penting.
Dengan demikian, selektivitas dalam penegakan hukum ini menciptakan preseden berbahaya: bahwa perlindungan lingkungan bisa dinegosiasikan jika pelakunya adalah perusahaan milik negara.
Investasi Bertanggung Jawab Bukan Sekadar Retorika
Apabila pemerintah serius dalam mendukung investasi yang bertanggung jawab, maka ukuran utamanya bukan siapa pemilik modalnya, melainkan sejauh mana aktivitasnya sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Status BUMN seharusnya menjadi alasan tambahan untuk mematuhi standar lingkungan tertinggi---bukan menjadi dalih untuk melanggarnya.