Beijing, 14 Oktober 2025 - Di tengah era peperangan digital yang serba canggih, Tiongkok justru menghidupkan kembali teknik kuno: semangkaian latihan sempoa mental. Program yang disiarkan oleh CCTV ini menampilkan Kapten Xu Meiduo dari pasukan darat Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), yang dijuluki publik sebagai "otak paling kuat di barak". Ia mampu menghitung lintasan tiga target bergerak dalam hitungan detik --- tanpa radar, tanpa komputer, hanya dengan daya pikir dan perhitungan manual.
Kisah Xu Meiduo menjadi simbol menarik dari strategi militer Tiongkok yang berupaya menggabungkan warisan tradisi dengan sains modern. Saat teknologi bisa lumpuh karena serangan siber, gangguan radar, atau gelombang elektromagnetik, kemampuan berpikir cepat dan akurat secara manual dianggap penting sebagai lapisan pertahanan terakhir.
Secara ilmiah, metode yang dikenal sebagai abacus-based mental calculation atau (zhxnsun) ini telah diteliti luas dalam bidang neurosains dan psikologi kognitif. Penelitian di jurnal Frontiers in Psychology dan PLOS ONE menunjukkan bahwa pelatihan sempoa meningkatkan memori kerja visual-spasial, kecepatan pemrosesan aritmetika, serta ketahanan fokus. Pelaku latihan semacam ini mampu membayangkan posisi manik-manik sempoa di benak mereka, lalu melakukan operasi hitung kompleks tanpa alat fisik.
Dalam dunia militer, kemampuan ini dapat membantu prajurit melakukan kalkulasi cepat ketika sistem elektronik gagal: memperkirakan kecepatan target, waktu tembak, hingga koreksi arah tembakan. Namun para ahli STEM menilai, kekuatan metode ini tetap terbatas. Prediksi lintasan peluru atau pesawat tidak hanya melibatkan aritmetika sederhana, tetapi juga transformasi koordinat, trigonometri, dan model kinematika yang lebih kompleks --- hal yang selama ini diandalkan pada komputer militer berkecepatan tinggi.
Meski demikian, langkah PLA ini bukan tanpa logika. Dalam era peperangan elektronik (electronic warfare), di mana radar, GPS, dan jaringan komunikasi bisa dilumpuhkan oleh jamming atau serangan siber, kemampuan analog menjadi bentuk redundansi strategis. Dengan kata lain, "manusia sempoa" adalah cadangan biologis ketika mesin berhenti bekerja.
Namun sejumlah pakar menilai tayangan CCTV tersebut juga berfungsi sebagai alat propaganda domestik. Ditayangkan bertepatan dengan peringatan Hari Kemenangan pada 3 September dan Hari Nasional Tiongkok pada 1 Oktober, program itu menonjolkan ketahanan mental dan disiplin khas prajurit Tiongkok. Melalui figur seperti Xu Meiduo, publik diingatkan bahwa semangat dan otak manusia tetap dapat diandalkan di tengah dominasi mesin.
Meski begitu, pakar teknologi menegaskan bahwa "human abacus" tak bisa menggantikan komputer militer. Dalam simulasi pertempuran sebenarnya, kecepatan, presisi, dan beban kognitif manusia sangat terbatas. Pelatihan semacam ini lebih tepat dianggap sebagai sarana pembentukan disiplin, ketajaman kognitif, serta simbol kemandirian intelektual di tengah ketergantungan dunia pada teknologi tinggi.
Dengan demikian, apa yang dilakukan PLA mencerminkan dua wajah Tiongkok modern: negara superteknologi yang tetap berpijak pada tradisi matematikanya sendiri. Di antara algoritma dan radar, sempoa kuno masih berdenting di benak para prajurit --- menjadi jembatan antara masa lalu yang bijak dan masa depan yang tak terduga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI