Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.

Saya dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Memiliki hobi membaca dan menulis. Saya membaca buku fiksi maupun non fiksi dan puisi. Saya juga suka menulis, baik tulisan ilmiah, ilmiah populer, fiksi, dan puisi.,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Prahara Mahkamah Konstitusi dan Efeknya bagi Pendidikan Masyarakat

9 November 2023   05:11 Diperbarui: 9 November 2023   05:48 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang persyaratan umur calon presiden dan calon wakil presiden telah menjadi perdebatan yang sangat seru di kalangan masyarakat, dari segala kalangan, baik kalangan praktisi hukum, akademisi hukum, pengamat politik, dan para politisi. Saya katakan fenomena keputusan Mahakamah Konstitusi yang membolehkan warga negara yang belum berusia 40 tahun namun memiliki pengalaman menjadi kepala daerah boleh mencalonkan diri menjadi presiden dan wakil presiden. Keputusan ini menuai kritikan para pakar hukum karena dinilai janggal. Kejanggalan ini, menurut para pakat hukum seperti yang dimuat di pemberitaan, adalah sebagai berikutL

  • Mahkamah Konstitusi membolehkan mereka yang belum berusia 40 tahun menjadi capres dan cawapres asalh memiliki pengalaman menjadi kepala daerah.
  • Keputusan ini dinilai janggal karena menambah peraturan dalam undang-undang padahal Mahkamah Konstiyusi tidak memiliki kewenangan membuat peraturan baru dalm undang-undang. Kewenangan itu milik pembuat undang-undang dalam hal ini lembaga legislative yaitu DPR. Mahkamah Konstitusi hanya berwenang menguji materi perundang-undangan yang berlaku.
  • Keputusan ini dinilai syarat kepentingan salah satu pasangan calon di mana calon wakil presidennya berusia di bawah 40 tahun.
  • Keputusan ini dinilai menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi syarat kepentingan.
  • Mahkamah Konstitusi tidak independen. Mahkaha Konstitusi masih bisa diintervensi kekuasaan dan kekuatan politik.

Mengingat saya bukan pakar hukum dan hanya seorang praktisi pendidikan di perguruan tinggi, izinkan saya menyoroti ini bukan dari sisi hukum, tapi dari sisi pendidikan, dalam hal ii pendidikan hukum bagi masyarakat. Yang pertama, keputusan ini telah menjadi prahara. Saya katakan prahara karena dari ulasan para pakar hukum telah menjadi goncangan yang kuat. Ini berpotensi menjadikan masyarakat bingung dengan penegakan hukum di Indonesia.

Yang kedua, meski Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa telah terjadi pelanggaran kode etik, tidak ada keputusan yang memberi sanksi kepada para hakim. Ini memberi kesan bahwa Majelis Kehormatan tidak sepenuhnya berpihak pada penegakan hukum.

Yang ketiga, hal ini menjadikan citra dunia hukum di Indonesia menjadi tergoncang, saya katakan tergoncang karena telah terjadi kesuraman di bidang hukum. Penegakan hukum menjadi tidak pasti.

Yang keempat, masyarakat mendapat kesan bahwa hukum bisa diotak-atik demi kepentingan politik

Lantas apa efeknya bagi pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan hukum? Selama ini masyarakat diingatkan untuk taat pada hukum. Masyarakat diminta untuk taat hukum. Tapi apakah hanya masyarakat yang harus taat hukum? Apakah masyarakat tidak memerlukan teladan dari para pemimpinnya, khususnya para penegak hukum? Bagaimana masyarakat akan meneladani para penegak hukum?

Para hakim konstitusi, sebagaiman diberitakan dalam media berita, adalah para guru besar atau professor. Bukankah guru besar adalah pendidik yang paling tinggi? Guru besar adalah juga disebut sebagai maha guru. Para maha guru seyogyanya menjadi teladan dalam pendidikan hukum bagi masyarakat.

Apabila masyarakat tidak melihat adanya teladan dari para penegak hukum, lantas bagaimana masyarakat akan percaya pada hukum di republik ini? Bila masyarakat tidak percaya pada Lembaga penegak hukum, bagaimana Nasib penegakan hukum di negeri kita? Bukankah tegaknya hukum adalah salah satu syarat meningkatnya keamanan, ketentraman masyarakat yang pada gilirannya meningkatnya kesejahteraan rakyat?

Demikian tumpahan keresahan saya sebagai pendidik di perguruan tinggi. Keresahan dalam bidang pendidikan. Saya sungguh berharap para penegak hukum, para pemimpin masyarakat, para pemimpin politik menjadi teladan bagi masyarakat dalam hal penegakan hukum. Semoga prahara ini segera teratasi dan para pemimpin negeri beserta para penegak hukum tetap berada di rel yang benar. Hanya dengan keteladanan merekalah masyarakat akan taat hukum dan kehidupan berbangsa dan bernegara akan baik dan terasa indah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun