Mohon tunggu...
Pemoeda Nusantara
Pemoeda Nusantara Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Indonesia Jaya !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golput Bukan Jawaban, Anak Muda Harus Berani Memilih !

20 Maret 2014   23:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari masa ke masa dalam “pesta” demokrasi yang diadakan lima tahun sekali (Pemilu), selalu saja memiliki presentase golput yang cukup tinggi. Pada pemilu tahun 2009 saja ada 66,9 juta (67 juta) “Golput” atau suara penduduk yang tidak menggunakan hak memilihnya dengan tepat. Suara sah yang terhitung hanya mencapai 104.099.785 suara dari 171 jutapenduduk yang harusnya menggunakan hak suara dengan benar. Lebih disayangkan lagi ketika diketahui bahwa, dari jumlah tersebut terdapat banyak pemilih pemula atau anak muda yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Fenomena ini memang cukup memprihatinkan, dimana anak muda seharusnya menjadi tonggak perubahan suatu bangsa, namun pada saat yang penting seperti pemilu, untuk menentukan pemimpin, malah banyak yang tidak perduli. Fenomena golput ini merupakan suatu ironi tersendiri bagi bangsa Indonesia. Jika kita melihat perkembangan pemilu dan partai politik dari waktu ke waktu terdapat perbedaan yang cukup mencolok terkait tren pemilu.

Masa orde lama, era Presiden Sukarno, partai politik yang bersaing serta tensi pemilu pada masa itu berbasis ideologi. Masyarakat memilih partai sesuai dengan ideologinya masing-masing, karena partai poilitik yang ada pada waktu itu juga merupakan partai yang berbasis ideologi yang kuat. Hal ini dibarengi juga dengan euforia pasca kemerdekaan, sehingga semangat semua elemen masyarakat termasuk anak muda untuk berpartisipasi dalam politik sangat besar.

Berbeda lagi dengan orde baru, semua mengetahui bahwa zaman orde baru tensi politik di Indonesia dapat dibilang “adem-ayem”, tidak banyak partai politik yang ada, dan proses deideologisasi mulai dijalankan. Sehingga hampir tidak ada lagi partai politik yang mempunyai ideologi yang kuat pada masa itu.

Memasuki masa Reformasi, tensi politiknya pun berbeda lagi. Setelah puluhan tahun “terkurung”, masyarakat seakan menemukan “kebebasan” dalam berpolitik. Hal itu ditandai dengan munculnya banyak partai politik baru. Namun tren partai politik yang ada sangat berbeda dengan partai politik pada era orde lama.

Tren politik masa Reformasi tidak lagi berbasis ideologi, namun masyarakat memilih pemimpin berdasarkan sosok atau citra. Hal ini ditunjang dengan perkembangan media dan teknologi yang sangat berperan besar dalam mempengaruhi pilihan masyarakat. Partai politik juga tidak berbasis ideologi lagi, namun berbasis massa, dimana setiap partai berlomba-lomba menjaring massa sebanyak-banyaknya.


Setelah mengalami beberapa fase, tren anak muda pada masa reformasi ini jelas telah berubah, dibanding dengan masa orde lama. Era Reformasi rupanya belum dapat mengembalikan tren positif anak muda dalam partisipasi politik, sehingga mengakibatkan angka golput yang cukup tinggi di setiap pemilu pasca reformasi. Melalui lembaga survei dipaparkan beberapa alasan mengapa angka golput di kalangan anak muda cukup tinggi.

Pertama, beberapa kalangan anak muda menganggap para calon yang menjadi peserta pemilu Legislatif maupun Presiden tidak sesuai kriteria sebagai pemimpin negara, ataupun wakil rakyat. Kedua, kalangan yang lain menyebut keraguan pada partai politik sebagai pengusung calon-calon tersebut karena partai politik sekarang hanya sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan tanpa benar-benar peduli dengan rakyat. Ketiga, program-program atau visi-misi yang ditawarkan oleh para calon dianggap normatif dan belum mampu menjadi terobosan bagi permasalahan yang ada pada masyarakat, terlebih lagi program-program tersebut dianggap sebagai janji palsu dan “bualan” semata, sehingga tidak akan berdampak kepada pemilih.

Beberapa alasan tersebut menggambarkan bahwa saat ini,masyarakat dan khususnya anak muda Indonesia sedang dalam kondisi “krisis” kepercayaan terhadap pemimpin. Sehingga, bagi sebagian orang, golput adalah sebuah sikap “perlawanan” dalam ketidakpercayaan kepada pemimpin.

Pada Pemilu tahun 2014 ini, tentu diharapkan angka golput dapat ditekan. Para calon pemimpin yang menjadi peserta Pemilu tahun 2014 juga terbilang cukup banyak dan dari latar belakang yang berbeda, serta memiliki kelebihan masing-masing. Sehingga, sebenarnya tidak ada alasan bagi masyarakat terlebih anak muda untuk tidak memilih.

Seluruh informasi tentang calon legislatif dan Presiden pun dapat diakses dengan mudah berkat kemajuan teknologi, sehingga tidak ada kata tidak tahu mengenai sosok calon. Setiap saat masyarakat dapat mencari informasi tentang sosok calon Presiden maupun calon anggota Legislatif dengan melihat televisi, membaca koran, maupun menagkses internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun