Mohon tunggu...
Pembuat Tempe
Pembuat Tempe Mohon Tunggu... -

Nothing.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Jakarta Macet? Ah Itu Sih Mudaaah!

30 September 2014   18:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:55 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412052899356517310

Dalam tulisan saya di sini (http://sosbud.kompasiana.com/2014/08/07/kepada-pak-jokowi-masalah-transportasi-678542.html), saya sedikit menyinggung penyelesaian betapa mudahnya mengatasi kemacetan di Jakarta. Dan tulisan ini hanyalah penegasannya saja.

[caption id="attachment_362773" align="alignnone" width="800" caption="http://www.boeconomica.com/wp-content/uploads/2014/07/Urban-research-sumber-foto-google.com_.jpg"][/caption]

Dari tahun ke tahun pertumbuhan jumlah kendaraan semakin membumbung. Tidak perlu menyalahkan masyarakat yang ingin memiliki kendaraan. Kan bebas to? Tidak dilarang dan tidak perlu dilarang atau dipersulit. Lagian ini kan menjadi lapangan pekerjaan juga bagi buruh pabrik mobil dan di bengkel-bengkel. Demikian juga dengan pedagang sparepart dan accessories juga kebagian rejeki. Ekonomi bergulir. Namun pertumbuhan ruas jalan bagaikan merayap begitu pelan seperti siput mengejar kelinci. Akibatnya macet di mana-mana. Terutama di Jakarta, tempat berkumpulnya kaum menengah ke atas. Kaum berpunya yang sanggup membeli mobil dan menikmati BBM subsidi.

Berbagai cara pernah dicoba dan dipikirkan pelaksanaannya. Three in one, ganjil-genap, plat non DKI tak boleh masuk, jalan berbayar dan lain sebagainya. Well, dalam pandangan saya semua itu tidak masuk akal dan terlalu sulit pelaksanaannya. Bahkan di antaranya mengebiri hak asasi manusia, seperti pembatasan pelat nomer ganjil-genap dan plat non DKI tidak boleh masuk Jakarta. Ketika lisensi pelat sudah diketok, artinya mobil atau kendaraan tersebut boleh digunakan setiap saat dan di mana saja jalan raya seluruh Indonesia! Pelaksanaan three in one juga memunculkan fenomena jockey 3 in 1. (Kabarnya, sebagian jockey perempuan malah nyambi berdagang diri ... wallahualam bissowab.) Jalan berbayar, sekalipun belum dilaksanakan, saya bayangkan juga akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan dan mungkin menambah kemacetan di loket-loket pembayaran. Ini pun akan mengundang polemik mengenai dana yang dikumpulkan. Untuk apa dan siapa yang berhak.

Di sini saya menawarkan solusi yang mudah, murah dan efektif. Yaitu dengan PERDA Tarif Parkir. Cukup perda saja, sehingga hanya lokal untuk DKI. Tetapkan tarif parkir Rp 30.000,-/jam untuk mobil dan Rp 15.000,-/jam untuk sepeda motor. Di mana pun di seluruh DKI! Entah di parkiran kantor, mal, gedung pemeritahan, pinggir jalan, di bawah pohon, di lahan-lahan kosong, maupun di halaman orang. Kok mahal amir? Ini Jakarta Bro! Harga tanah per meter bisa sampai ratusan juta! Mosok parkir cuma tiga rebu? Kok sampai ke halaman orang? Ya iya lah. Selama masih berada di DKI, semua lahan yang digunakan untuk usaha parkiran kan harus mengikuti peraturan daerah?

Jadi cukup selembar atau dua lembar kertas saja. Murah kan? Pelaksanaannya juga mudah. Tinggal dibuat aturan perizinan usaha parkir, buat yang di lahan milik swasta. Yang di bahu jalan dan lahan milik pemerintah, ya harus dikelola. Jadi semuanya harus terdaftar. Tidak boleh liar! Setelah itu tinggal di cek tiap harinya, terutama pas hari kerja berapa kendaraan yang parkir, lamanya berapa, jenisnya apa lalu di tabulasi dan diperkirakan per bulannya berapa yang bisa dikumpulkan.   Tinggal dihitung berapa bagian pemda dan berapa bagian pengelola. Ups ... selain mudah dan murah ternyata juga menghasilkan uang!

Tapi, efektif kah? Oke, kita hitung saja. Pegawai kantoran paling tidak minimal 8 jam parkirnya. Jadi mobil sehari habis 8 x 30 ribu = Rp 240.000,- dan sepeda motor 8 x 15 ribu = Rp 120.000,-! Pikiran orang pasti .... wah ya mending naik taksi! Ya sudah, silakan naik taksi! Tapi saya sopir mobil boks atau truk. Mosok parkirnya juga semahal itu? Kalau Anda sopir mobil boks atau truk, atau kendaraan pengantar lainnya, berapa lama sih parkirnya? Ada dua jam? Ngapain juga parkir lama-lama di Jakarta? Bukankah lebih menguntungkan kalau kendaraannya Anda jalan terus. Mengantar barang ke mana-mana.

Saya rakyat kecil Mas. Punyanya cuma sepeda motor. 120 rebu sehari, sebulan habis gaji saya buat bayar parkir! .... Ya naik kendaraan umum to Dik. .... Nggak nyaman Mas .... Ya mari kita dukung pemerintah DKI menyelenggarakan transportasi yang nyaman, aman dan murah. Mari kita awasi pelaksanaan dan penyelenggaraan busway, monorel, mikrolet, bis kota dan lain-lain. Mari kita bikin standar yang tinggi untuk transportasi massal. Baik spesifikasinya, safety-nya, maupun kualitas produknya.

Saya jamin Saudara-saudara, hari ini PERDA diteken. Besok pagi Jakarta lancar!

Tinggal berani apa nggak ....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun