Mohon tunggu...
Nicho Silalahi
Nicho Silalahi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hanya dengan menulislah aku menemukan kebebasan serta kemerdekaan itu. meski kelak aku terpenjara karena tulisanku itu. bagiku mereka hanya mampu mengurung jasadku tapi tak akan pernah mampu memenjarakan pikiranku.

Selanjutnya

Tutup

Politik

“14 Tahun Reformasi Rezim SBY Gagal Total...!!!”

21 Mei 2012   07:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:01 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“14 TAHUN REFORMASI REZIM SBY GAGAL TOTAL...!!!”

Reformasi 1998 Telah Gagal Mensejahterakan Rakyat

Tepat pada 21 Mei 1998, atas tekanan kekuatan rakyat yang membanjiri pusat-pusat kekuasaan dan aset-aset vital ketika itu, mengawali kejatuhan rezim diktator Soeharto. Sorak kemenangan seakan memperpanjang ‘nafas rakyat’ untuk mengenyam harapan atas kehidupan yang lebih merdeka dan bermartabat.

Reformasi 1998 tidak terlepas adanya krisis financial yang melanda Asia kemudian berdampak pada goyangnya ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi merupakan penyakit yang dilahirkan dari sistem kapitalisme dan terus berulang. Krisis tersebut menakibatkatkan banyaknya gejolak perlawanan rakyat yang berakhir dengan penggulingan rezim Soeharto yang korup dan otoriter.

Kini, tepat 14 tahun reformasi, banyak rakyat mulai bertanya, apakah hasil dari reformasi itu? Apakakah reformasi dengan tergulinya rezim Soeharto telah membuat rakyat sejahtera? Tentu saja tidak, silih berganti pemimpin di Negara ini, rakyat tetap tertindas dan terus dimiskinkan.

Sistem Kapitalisme sebagai alternatif rezim SBY-Boediono untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat telah terlihat jelas menuai kegagalan. Sistem kapitalisme dengan segala nilai dan prakteknya hanya memberikan keleluasaan bagi kelas borjuasi untuk mengeksploitasi rakyat. Bukan kesejahteraan yang didapatkan rakyat melainkan kesengsaraan dan kemiskinan. Dan krisis kapitalisme yang masih terjadi samapai sekarang ini, telah menunjuknya rapuh dan usangnya sistem kapitalisme.

Selama kekuasan rezim borjuasi, rakyat selalu menjadi korban keganasan sistem kapitalisme dan ketikadilan SBY-Boediono. Rezim SBY-Boediono selalu memprioritaskan kepentingan kelas pemodal dari pada kepentingan rakyat. Inilah bentuk “Sesat Pikir” rezim borjuasi!

vOrde Modal Vs Rakyat Petani

Eskalasi kekerasan terhadap petani di Indonesia berbanding lurus dengan ekspansi lahan baik itu kelas pemodal maupun pemerintah. Konflik tanah bukanlah hal baru di negeri ini. Sejak orde baru, telah terjadi ribuan kasus konflik tanah antara rakyat dan pemerintah, dengan diiringi juga oleh ribuan kasus kekerasan oleh aparat yang mengiringinya. Perihal kekerasan ini adalah buah dari kebijakan orde baru yang sejak berkuasa tidak menjalankan UU Pokok Agraria 1960 yang berpihak kepada kaum tani. Praktik pengadaan tanah di Indonesia masih banyak menyisakan persoalan  hingga kini.

Petani semakin tercerabut dari tanahnya akibat perampasan-perampasan tanah berkedok hukum. Baik itu atas nama “tanah hutan” (lewat UU no.41/1999 tentang kehutanan), “tanah HGU” (lewat UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal dan UU 18/2004 tentang Perkebunan), dan “tanah untuk tambang” (lewat UU No. 4/2009 Mineral dan Batubara), kaum tani dan rakyat secara umum diusir dari tempatnya hidup. Ditambah, sebentar lagi juga akan ada kedok “tanah untuk pembangunan” lewat UU Pengadaan Tanah yang baru saja dikeluarkan.

Dari data yang didapat menunjukan sepanjang  tahun 2010  terjadi 106 konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia. Luas lahan yang disengketakan mencapai 535,197 hektar dengan melibatkan 517,159 KK yang berkonflik. Konflik agraria di awal 2011 telah menyebabkan 11 petani meninggal, 44 orang mengalami luka, baik ringan maupun berat, tujuh orang ditahan, dan ratusan rumah serta tanaman masyarakat dirusak. Posisi sebagian besar rakyat yang tidak dilindungi hak atas tanahnya, mekanisme pembebasan tanah yang bersifat otoriter/ memaksa, serta manipulasi makna ”kepentingan umum”, merupakan catatan buruk pemerintah  dalam pengaturan dan pengadaan tanah, karena selalu rakyat yang dikorbankan. Ironisnya pelaku kekarasan terhadap petani mayoritas dilakukan oleh aparat negara (baik tentara maupun polisi).

vOrde Modal Vs Kelas Buruh

Persoalan kelas buruh sampai sekarang ini adalan penerapan sistem kerja kontrak dan outshorcing atau Labour Market Flekxebilty sehingga berpengaruh pada kesejahteraan buruh. Dengan adanya sistem ini buruh akan dibatasi hak-haknya dan riskan terkena PHK sepihak. Pada tahun 2011, setiap bulannya tercatat rata-rata di Indonesia 18.000 buruh manufaktur dan jasa kehilangan pekerjaan. Sementara itu, kaum buruh yang masih bekerja justru dipaksa menerima upah rendah, yakni sekitar 70% penduduk masih berpenghasilan rata-rata 2 US $/ hari dan lebih rendah dibandingkan upah huruh di negara-negara Asia Tenggara. Selain itu persoalan yang dihadapi kaum buruh adalah persoalan jaminan sosial, cuti kerja, upah lembur dan uang pesangon yang hampir mayoritas tidak diberikan kepada buruh.

Kehadiran permen 17 tahun 2005 sebagai dasar penghitungan upah minimum juga tak kalah sadisnya, dengan hanya mengukur kebutuhan hidup buruh (lajang) agar dapat sekedar bekerja lagi esok harinya. Tak heran, walaupun dewan pengupahan seakan mengakomudir perwakilan dari serikat pekerja, upah minimum yang direkomendasikan tidak bisa jauh keluar dari batas peraturan (permen17/2005) yang menempatkan buruh setara dengan budak. Ini mengapa persentasi upah diindonesia tidak melebehi 10% dari keseluruhan biaya produksi disetiap bidang usaha. Sangatlah kecil dibanding biaya produksi lainnya, apalagi dibandingkan dengan keuntungan yang dirampas para pemodal untuk mendirikan dan membeli property – property mewahnya.

Persoalan kaum buruh kemudian diperparah dengan kinerja DISNAKER yang tidak berpihak kepada kepentingan buruh. Pengandilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai tempat buruh mendapatkan keadilanpun telah dikuasain oleh kaum borjuasi. Hal itu terlihat dari banyaknya kasus suap oleh penguasa tderhadap hakim ataupun jaksa. Posisi rezim borjuasi tidak berupaya mensejaterahkan buruh melainkan memperparah kondisi buruh dengan niatan merevisi UU Ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 yang pro terhadap kelas pemodal.

Oleh karena itu, kami elemen gerakan di SUMUT menyatakan sikap dan menyerukan kepada masyarkat bahwa :


  1. Reformasi Telah Gagal dan Lawan Rezim Orde Modal SBY-Boediono.
  2. Cabut UU PKS ( Penanganan Konflik Sosial ) yang melibatkan Militer serta tolak RUU Perguruan Tinggi, RUU Keamanan Nasional dan RUU Ormas.
  3. Cabut sistim kerja kontrak dan Outshortching serta berikan upah layak nasional.
  4. Hentikan perampasan tanah rakyat dan kembalikan tanah rakyat.
  5. Hentikan diskriminasi terhadap kaum perempuan.
  6. Tangkap,adili dan sita harta koruptor untuk kesejateraan rakyat.
  7. Tolak kenaikan harga BBM.
  8. Berikan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
  9. Usut dan tuntaskan kejahatan HAM ( 65, 98 sampai sekarang )
  10. Hentikan Praktek ekonomi Neolib.
  11. Berikan Kesehatan gratis untuk rakyat.
  12. Berikan kewenangan pada KOMNAS HAM untuk melakukan penangkapan , pemeriksaan, dan peradilan terhadap para pelaku pelanggaran HAM.

Solusi bagi kesejateraan rakyat Indonesia :


  1. Laksanakan Reforma Agraria Sejati.
  2. Nasionalisasi Aset – Aset vital (Pertambangan, Perkebunan dan Telekomunikasi) dibawah control rakyat.
  3. Bangun Industrialisasi Nasional yang kuat, Mandiri dan Kerakyatan.
  4. Laksanakan Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis, Feminis, Ekologis dan Bervisi Kerakyatan dari TK-Perguruan Tinggi.

Medan 21 Mei 2012

Hormat Kami

Koordinator Aksi

Nicho Silalahi

PANGGUNG REFLEKSI RAKYAT MELAWAN LUPA

SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia) Cab Medan, PEMBEBASAN (Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional) Kolektif Kota Medan, HMI Cab Medan, GMKI Cab Medan, PMKRI Cab Medan, SPD, KLIKA, Dasi Pena medan, KKP HAM 65, BAKUMSU, KONTRAS, IKOHI, TEPLOK, BITRA, FITRA Sumut, LBH TRISILA, GSBI, FRB, PARI, ES, PPI, LSM OMBAK, PBHI, SBSI 92, FORMAS, JAS MERAH, DELI SERDANG INSTITUTE


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun