Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanggapi "Divide et Impera" dan Marah-marah Politik

12 April 2019   19:20 Diperbarui: 13 April 2019   12:55 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya berpendapat bahwa artikel itu sangat banyak artinya untuk melihat dan meninjau tingkat terakhir perkembangan perpolitikan dunia dan kerahasiaannya.

"Sebetulnya siapa sih yang kita marahi? Siapa musuh kita? Apakah orang orang yang berbeda pandangan politiknya dengan kita?" kata Leya Cattleya dalam artikelnya. 

Inilah kata kunci yang jawabannya telah disesatkan dan dikaburkan sejak beratus tahun kebelakang, atau setidaknya sejak dibangunnya hoax komunisme 1848, Manifesto Partai Komunis Marx. Lihat hoax komunisme a.l. yang agak lengkap dan lebih gampang dimaklumi disini:

The Communist Hoax
http://coconutrevival.com/?p=3802
Komunisme sudah jelas adalah hoax, hoax terbesar dalam sejarah kemanusian, menyesatkan manusia dunia dan membelah dunia menjadi dua bagian (blok-blokan) Timur-Barat atau Diktator kontra Demokrasi.

Ideologi komunisme telah bikin perpecahan nyata, membagi manusia dunia menjadi dua belahan bermusuhan dan saling memusnahkan, lihat di sini: "Divide and Conquer: The Globalist Pathway to New World Order Tyranny"

https://www.globalresearch.ca/divide-and-conquer-the-globalist-pathway-to-new-world-order-tyranny-from-a-geopolitics-perspective/5483935

Juga telah berhasil memecah manusia sebangsa seperti Indonesia 1965 itu. Dan sekarang ini bikin perpecahan atau pembagian golongan dalam pilpres 2019. Bedanya ialah sekarang tidak dipakai komunisme untuk memecah karena komunisme sudah tidak laku, tetapi pakai radikalisme atau extrimisme dalam wujud ISIS, HTI, Wahabi, FPI, PKS dll dengan memusatkannya semua pada figur capres Prabowo. Sayangnya (!?) Prabowo mau dimanfaatkan jadi alat divide et impera.

Dan jangan lupa bahwa Marx sendiri telah menggunakan radikalisme (menghasut orang jadi radikal/extrimis) ketika mau memusnahkan lawan-lawan politiknya (gerakan revolusioner kaum buruh Jerman, Bakunin cs, dll) pada zamannya.

Jadi bagi penggagas divide et impera NWO, memanfaatkan radikalisme/extrimisme bukanlah soal baru. Sekarang ini sangat cocok untuk menggantikan komunisme yang sudah tidak laku itu.

"Apalagi media menyulut membuat kolom atau rubrik pro dan kontra." kata Leya Cattleya melanjutkan artikelnya. Betul memang, media jadi terikut arus, memihak sana atau sini, memperburuk dan sering tidak menjernihkan situasi perpecahan. Karena itu "Ada dosa media yang mungkin tidak terkalahkan", kata Leya, betul sekali memang.

Semakin jelas juga bahwa itu semua termasuk dalam 'agenda' divide et impera NWO, agaknya tidak  diragukan. Saya jadi teringat ucapan nasionalis Trump menanggapi fake news MSM (Main Stream Media) CNN, NYT, CBS, dll bilang: "They are not my enemy, but the enemy of American People" katanya di twitternya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun