Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Dongeng Menarik"

27 Oktober 2018   03:44 Diperbarui: 8 Desember 2018   17:35 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dongeng ini sudah berumur lama, tahun ini genap persis 170 tahun, dan tahun depan sudah berumur 171 tahun he he . . . Pengarang dongeng ini diberitakan atau dipopulerkan sebagai orang pandai oleh kelompok pembiaya dan pencipta/perekayasa dongeng ini. 

Dia digambarkan sebagai seorang intelektual pandai, supaya intelektual lainnya jangan coba-coba membantah dongengnya. Dan Dongeng ini bukan untuk anak-anak walaupun anak-anak juga dibeberapa negeri sempat diajarkan juga soal kehebatan dongeng ini. 

Akan tetapi di era internet abad 21 sudah banyak yang mempelajari kembali dongeng kuno ini, dan bahkan membelejeti kehebatan pengarangnya itu. Salah satu yang sangat menarik dan sangat berat bagi kelompok ini untuk membantahnya ialah ketakutan pengarang dongeng ini terhadap teori ilmiah intelektual besar Hegel "tesis-antitesis-syntesis". Ha ha . . . jadinya ketahuan siapa pengarang dongeng ini. 

Dongeng disini juga jelas maksudnya yaitu: HOAX dan PENIPUAN.

Mengapa dongeng ini menarik?

Pertama karena dongeng ini sudah makan  korban jutaan bahkan ratusan juta nyawa manusia. Dan malapetaka besar karena dongeng ini memang sudah lama berlalu.


Tetapi mengapa dongeng ini masih menarik juga sekarang?

Karena masih terus mendongeng sampai sekarang. Bukan dalam bentuk lama KOMUNISME, tetapi dalam bentuk baru yang bernama RADIKALISME. Walaupun istilah radikalisme ini juga sudah lama karena pernah dipakai oleh Marx sendiri sebelum dia bikin dongeng marxisme, tetapi  kemudian digantikan dengan istilah yang lebih terbuka dan dikabarkan sangat ilmiah: KOMUNISME (1848).  RADIKALISME dipakai sendiri oleh Marx sebagai alat ampuh memecah belah organisasi dan kekuatan progresiv lain diluar organsisasi komplotan orang-orang Marx.

"Marx's job was to push the progressives into further radicalism, a radicalism that would both disenchant the real workers and mobilize the conservatives in government to shut down the magazines and meetings. The same sort of controlling the opposition we see now was going on in the 1840's. There are many subplots to this control, but one of them has always been encouraging the progressives to play their hand too far and too early. Marx was inserted as a mole: a creator of dissension, a confuser, and a giver of bad advice."

Lengkapnya bisa digoogling disini: 

The Communist Hoax | Optimal Health Revival

Di abad 21 munculnya internet dengan segala macam informasinya yang terbuka dari semua untuk semua, dimana termasuk banyak ahli-ahli dunia dalam berbagai bidang pengetahuan, akhirnya hoax komunisme sudah tidak bisa dipertahankan, sudah hampir tertelanjangi dimana saja. Komunisme sudah jadi hoax, dari dulu juga memang hoax, hanya saja  tidak ada yang menyedari atau mengetahui sebelum era keterbukaan abad 21.

Tetapi jangan menganggap komunisme sebagai alat pecah belah itu sudah hilang, karena tidak mungkin hilang selama tujuan bikin NWO itu masih terus. Komunisme atau Hoax Komunisme sudah diubah jadi Hoax Radikalisme, persis sama seperti yang pernah dilakukan Marx sebelum dia mengarang dongeng komunisme atau manifesto partai komunis 1848.

Bentuk terakhir sekali radikalisme marx di Indonesia ialah memanfaatkan kalimat tauhid pada bendera HTI, direkayasa memancing pecah belah besar karena melibatkan organisasi besar Banser (NU). Tetapi orang-orang Marx kali ini gagal total, tidak bisa memecah belah seperti yang dia lakukan atas organisasi progresiv lebih dari 170 tahun lalu, atau seperti pecah belah yang mereka lakukan tahun 1965 di Indonesia yang juga makan korban banyak sekali. Jadi komunisme atau radikalisme dalam bentuk dan nama apa sekalipun, sumbernya sama dan tujuannya sama: pecah belah menuju NWO.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (KOMPAS.COM) menanggapi hoax terakhir ini bilang:

"Mungkin tidak dimaksudkan kepada kalimat tauhidnya, tapi dimamksudkan untuk membakar simbol organisasi yang sudah dilarang pemerintah. Namun tindakan tersebut sudah pasti memberikan multi tafsir. Lain kali serahkan saja kepada aparat keamanan," ujar Ridwan Kamil melalui akun instagramnya, Senin (22/10/2018).

Ridwan Kamil menyarankan jika tidak suka terhadap sesuatu, maka belajarlah untuk menyampaikan pesan dengan adab dan cara yang baik.

Betul sekali kang Emil, sampaikan pesan dengan 'adab dan cara yang baik', jangan menirukan orang-orang marx itu, yang memang bertujuan untuk memecah belah, DIVIDE AND CONQUER tujuan NWO.

Salam Persatuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun