Di media sosial pun berseliweran video yang menggambarkan aksi penolakan bantuan sosial dari gubernur. Di Bandung ada warga penerima bantuan sosial justru mengembalikan paket sembako dan uang tunai. Alasannya, mereka tidak enak hati dengan warga lainnya yang tidak kebagian bantuan.
Daripada mereka menjadi sasaran kecemburuan, akhirnya bantuan tersebut dikembalikan kepada petugas Kantor Pos yang mengantarkannya. Beredar juga sebuah video yang menggambarkan sejumlah kepala desa, yang dengan tegas menolak bantuan gubernur, dengan alasan jumlahnya tidak sesuai dengan apa yang mereka ajukan.
Pemprov Jabar sendiri mengakui ada warga yang mengembalikan bantuan sosial terdampak covid-19. Namun itu tidak seberapa jumlahnya. Tercatat ada 900 kepala keluarga yang mengembalikan bantuan, sementara jumlah yang telah menerima mencapai 12.000 kepala keluarga.
Betul kalau melihat angka, jumlah 12.000 kepala keluarga yang menerima bantuan, termasuk cukup banyak. Tapi akan tidak wajar jika melihat kenyataan di lapangan, saat satu Rukun Warga (RW) mengajukan 50 kepala keluarga untuk mendapat dana bansos, cuma satu kepala keluarga saja yang direalisasikan.
Di kalangan masyarakat sendiri muncul gerakan swadaya untuk peduli sesama. Ada inisiatif dari sejumlah warga yang mampu melakukan urunan membantu keluarga yang kini dalam posisi ketidakberdayaan.
Namun gerakan itu pasti ada batasnya. Karena secara teoritis, warga yang mampu pun, ekonominya mulai goyah akibat pandemi covid19 berkepanjangan.
Jadi kapan bantuan dari pemerintah akan turun lagi? Bukankah pemerintah juga bertanggung jawab atas kehidupan warganya? (Anwar Effendi)***