Merasa beruntung bisa berkunjung ke Kelenteng Sam Poo Kong yang berada di Semarang. Bukan hanya disambut dengan atraksi barongsai, tapi di kelenteng ternama itu, saya mendapat suguhan sate khas semarang. Saking merasa nikmatnya, saya tidak kerasa habis dua porsi.
"Enak, Kang?" tanya Nining rekan saya yang tinggal di Semarang.
"Enak pake bingit. Kayanya nggak ada nih, sate macam begini di Bandung. Bener ya cuma ada di Semarang?" jawab saya.
"Pantas sampe habis dua porsi. Kalau enak kenapa nggak difoto dulu," kata Nining mengingatkan saya.
"Waduh iya. Hampir kelupaan. Kenapa nggak ngingetinnya sedari tadi," sambung saya sembari mengambil kamera handphone. Jepret, selamat masih bisa difoto, walau tinggal sedikit.
Rudi teman perjalanan saya, yang juga turut menyantap sate tadi, mengiyakan telah merasakan cita rasa yang berbeda.
Menurut Rudi, awalnya dia merasa aneh melihat bentuk daging yang dijadikan sate. Fisik dagingnya terlihat agak kaku. Jangan-jangan kalau digigit perlu perjuangan.
Ternyata dugaan Rudi salah besar. Setelah dia menggigit daging sate tersebut, justru tekstur empuk yang dirasakan. Dia begitu lahap menyantap sate khas Semarang yang baru ditemuinya.
Tidak pasaran
Saya sepakat dengan Rudi. Ini sate luar biasa nikmat. Rasanya tidak pasaran. Selain dagingnya yang empuk, penyajian bumbunya juga berbeda. Bumbu kacang, bawang, dan cabai dipisah dari daging sate. Kalau mau disantap, baru kita sendiri yang mencampurkannya.
Nining akhirnya membuka cerita tentang sate khas semarang tersebut. Itu kuliner yang dimakan, sebenarnya sate PaK Kempleng yang didatangkan dari daerah Ungaran. Sate tersebut sudah kesohor.
Rahasia bisa dagingnya empuk, karena sebelum dipotong kecil-kecil dan ditusuk, terlebih dahulu dibuang lemaknya. Karena tanpa lemak itulah, tekstur daging jadi enak digigit.