Mohon tunggu...
Julian Reza
Julian Reza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Kemiskinan dan Kesalahan Pola Pikir

25 Oktober 2017   15:41 Diperbarui: 25 Oktober 2017   15:43 2023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kemiskinan menyebabkan harga diri orang menurun dan berakibat pada munculnya mental minder atau merasa rendah, merasa hina dan pasrah yang berlebihan terhadap keadaan, yaitu ditingkat dimana orang miskin kehilangan inisiatif untuk maju dan merasa bahwa nasib mereka tidak mungkin lagi dapat berubah sehingga hanya menerima keadaan saja. Kalau muncul perasaan seperti ini  maka akan sulit untuk membantu orang miskin keluar dari kemiskinan, mereka hanya menganggap bahwa kemiskinan yang tumbuh didaerah sekitar mereka adalah " normal ". Inilah yang dinamakan kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang muncul karena budaya yang berlaku disekitarnya seperti malas, boros, tidak kreatif, dan lain - lain ( Chambers  dan Nasikun, 2001 dalam Khomsan dkk, 2016 ). Lalu bagaimana mereka mampu memenuhi kehidupan mereka di alam pola pikir " normal" ini?

Caranya adalah dengan meminta - minta. Ketergantungan terhadap pihak lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi hasil dari mental yang keliru ini. Mereka sudah tidak mengembangkan inisiatif untuk memperbaiki hidupnya, tetapi mencari cara mudah dengan menggantungkan hidup pada belas kasihan pihak yang lebih mampu dan pertolongan Negara yang pada suatu waktu justru turut " andil " dalam memberdayakan kemiskinan kultural ini, yaitu lewat Bantuan Langsung Tunai ( BLT ).

 Melalui BLT, pemerintah tidak mengggunakan modal yang ada untuk membuka lapangan kerja atau menggandeng pihak lain untuk membuka lapangan kerja ( dengan memanfaatkan dana BLT itu ) atau mendorong orang miskin agar mau berusaha atau membiayai Balai latihan Kerja ( BLK ) bagi mereka untuk meningkatkan kemampuannya dalam menemukan dan menjalani pekerjaan normal atau membuka usaha secara mandiri, tetapi justru membagi -- bagikannya secara tunai yang membuat uang itu tidak produktif dalam jangka panjang. Hal ini turut melanggengkan kemiskinan mereka secara kultural.

 Selain pola pikir orang miskin diatas, pola pikir orang Indonesia pada umumnya juga harus turut berubah. Berkaca dari kehidupan sehari -- hari disekitar kita, beberapa pola pikir yang sekiranya harus diubah karena berpotensi menghambat pembangunan antara lain adalah pola pikir yang selalu mengutamakan pencapaian jangka pendek ketimbang jangka panjang ( orang Jepang menyatakan kalau orang Indonesia lebih senang berpikir " bagaimana nanti " ketimbang " nanti bagaimana " yang menunjukkan kurangnya kemampuan kita untuk membuat rencana jangka panjang dalam kehidupan sehari - hari.

 Kalau orang Indonesia seperti ini, bagaimana nasib dari visi jangka panjang semacam RPJP ? ), mengutamakan pencapaian jasmani ketimbang pencapaian rohani yang menyebabkan-- salah satu contohnya -- kita kurang menghargai potensi keuntungan yang didapat dari efisiensi birokrasi ketimbang dengan pencapaian seperti pembangunan gedung -- gedung perkantoran Pemda atau pengadaan mobil dinas, sering mencari -- 

cari alasan atau kambing hitam untuk menghindari tanggung jawab, ketidakpatuhan pada hukum yang tidak disertai dengan sanksi yang menimbulkan efek jera sehingga  berimbas pada penegakan hukum yang setengah hati dan menimbulkan ketidakpastian hukum ( sesuatu yang juga dikeluhkan oleh investor asing manakala akan menanamkan investasi disini ), mental instan ( ingin segalanya cepat tapi tanpa melalui prosedur yang ada atau dengan menyederhanakan prosedur, melainkan dengan melangkahi prosedur yang lagi -- lagi, karena tidak ada mekanisme sanksi yang tepat maka justru oknum pemerintah memfasilitasi perilaku bermental instan ini dalam bentuk pungli atau suap ).

mental malas atau etos kerja yang rendah ( kurang tertarik untuk bekerja secara maksimal, senang berada di zona nyaman dan lebih mendahulukan tuntutan atas hak ketimbang kewajiban ), pola pikir yang cenderung suka cari aman dan menghindari tantangan, tidak haus ilmu atau rasa ingin tahu yang rendah sehingga kurang suka mengejar peningkatan kualitas diri melalui peningkatan pendidikan, pola pikir subjektif yang cenderung tidak bersikap atau memiliki sudut pandang yang adil manakala berkaitan dengan kepentingannya atau lingkungan terdekatnya ( pribadi maupun golongan ).

kurang inisiatif ( lebih suka mencontoh daripada menciptakan contoh bagi pihak lain ), konsumtif ( tingkat konsumsi domestik yang turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi ternyata banyak yang dibiayai dengan hutang melalui mekanisme kredit seperti terlihat dari pertumbuhan kartu kredit yang mencapai 7 -- 8% pertahun sehingga menyebabkan orang Indonesia cenderung mudah untuk membeli barang yang sebenarnya tidak mereka perlukan, dengan uang yang tidak mereka miliki dan lalu bahkan dipamerkan kepada orang yang tidak mereka kenal melalui media sosial, serta pola pikir konservatif yang berlebihan dan cenderung resisten terhadap sesuatu yang baru ( sulit untuk menyerap pembaharuan walaupun itu memiliki sisi baik ).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun